Home / Romansa / Putri Terbuang itu Istri Sah CEO / Bab 7 Bukan Sekedar Interview

Share

Bab 7 Bukan Sekedar Interview

Author: Cynta
last update Last Updated: 2025-08-20 09:01:09

Bibir Aluna mengerucut sempurna saat mobil hitam yang dikemudikan sopir sudah melaju meninggalkan penthouse. Dari kaca jendela, pantulan wajahnya tampak muram. Sementara itu, Raka beberapa kali melirik ke arahnya. Ekspresi perempuan itu seperti anak kecil yang sedang merajuk.

“Lo kenapa?” Suara Raka akhirnya pecah, dingin, tanpa menoleh penuh.

"Gua ada interview, Raka…” Aluna menoleh, matanya memohon. “Lo ngajak ke rumah orang tua lo dadakan. Bisa nggak sih ditunda nanti siang, atau malam sekalian?”

Tatapan Raka menusuk, alisnya berkerut. Tapi Aluna tak mengalihkan pandangan, seolah berusaha menembus pertahanannya.

‘Sial. Gua benci tatapan itu…’ geram Raka dalam hati. Dadanya terasa aneh, tapi wajahnya tetap datar saat menoleh kembali ke depan.

Tiba-tiba tangan mungil Aluna menyentuh lengannya, bergelayut manja.

“Raka, gua interview dulu ya. Janji deh, setelah selesai langsung ikut lo ke rumah orang tua lo. Boleh ya?”

“Lepasin tangan lo.” Nada suara Raka dingin, tapi ada getar samar di ujungnya.

Aluna mendengus, menarik tangannya lalu melipat di dada. “Ya udah, terserah lo!” gumamnya kesal, menatap keluar jendela.

‘Ck. Gimana nih! Panggilan kerja ini sudah lama gua tunggu. Sekarang ada kesempatan, malah ketahan begini. Sial…!’ umpat Aluna dalam hati.

Raka sempat melirik wajah muram itu. Bibirnya ingin bergerak, tapi terhenti oleh getar ponsel di saku jasnya. Ia segera mengangkatnya.

[Halo Pa, ada apa lagi?]

[Kamu beneran udah punya pacar?]

Raka terdiam. Matanya melirik sekilas ke arah Aluna yang masih cemberut.

[Udah, Pa.]

[Bawa dia ke rumah hari ini! Kalau nggak, kamu nikah bulan depan!]

Raka mengepalkan tangannya.

[Aku siap bawa dia ke rumah hari ini. Tapi…]

[Tapi apa? Jangan buat alasan lagi!]

[Tapi nanti sore aja, sekalian makan malam.]

Seketika Aluna menoleh, tatapannya sulit ditebak. Senyum tipis muncul di bibirnya, membuat dada Raka bergetar aneh.

[Baik. Papa dan Mama tunggu. Kalau kamu nggak datang, nikah sama Kayla bulan depan!]

Telepon terputus. Raka menghela napas panjang. Ketika menoleh, Aluna sudah memperhatikannya.

“Ngapain liat gua gitu? Mupeng?” sungutnya ketus.

Aluna tersenyum manis, kali ini tulus. “Makasih, Ka…”

Raka sempat kehilangan kata. Senyum itu seperti cahaya yang berbahaya. Dia cepat mengalihkan pandangan. “Lo mau interview di mana? Gua antar.”

“Interview di—”

Ponselnya kembali berdering. Raka mengangkat dengan wajah tegang.

[Ada apa, Dit?]

[Lo di mana? Lo lupa ada meeting sekarang?!]

[Astaga… gue lupa! Oke, gua langsung kesana!]

Telepon terputus. Raka menatap Aluna, ada penyesalan samar. “Gua ada rapat sekarang. Nggak bisa antar lo. Lo naik taksi gak apa-apa?”

Aluna menegakkan bahunya, berusaha terlihat santai. “Oke. Gak masalah. Turunin gua di halte depan aja, banyak taksi di sana.”

Mobil berhenti. Aluna bersiap turun, tapi tangan Raka menahan pergelangan tangannya.

“Lo yakin nggak apa-apa?” Tatapannya tajam, tapi ada kekhawatiran tersembunyi.

“Tenang aja. Gua udah biasa.” Aluna tersenyum kecil. “Sekarang, lepasin tangan gua, Raka. Atau lo nggak rela jauh dari gua, ya?” godanya sambil menaikkan alis.

“Cih… geer. Turun sana. Gua telat.” Raka cepat-cepat melepasnya.

“Oke, gua turun.” Aluna menutup pintu, melangkah ke arah pangkalan taksi. Sementara mobil Raka melaju cepat ke arah perusahaan.

**

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, taxi Aluna berhenti di depan gedung perkantoran tinggi tempatnya akan interview. Dia menarik napas dalam, merapikan gaunnya yang sederhana namun rapi.

“Hhh… akhirnya sampai juga.” Aluna berjalan dengan percaya diri.

Setelah bertanya ke resepsionis, ia menuju lantai tiga. Ruangan itu sudah penuh oleh para pelamar dengan wajah tegang.

“Ya ampun… ternyata banyak banget. Gua telat lagi. Sial.”

Aluna duduk di kursi kosong, menunggu giliran sambil menggenggam map lamaran erat-erat. Hampir satu jam kemudian, namanya dipanggil.

Ia masuk ke ruang interview dengan langkah penuh percaya diri, meski jantungnya berdetak cepat. Di seberang meja duduk tiga orang pewawancara.

“Silakan duduk, Bu Aluna,” salah satu dari mereka menyapa.

“Terima kasih,” jawab Aluna sopan.

Namun saat ia duduk, pintu ruangan itu masih sedikit terbuka. Aluna melihat seorang pria masuk dengan langkah tegas melewati ruangannya.

‘Eh.. Kenapa laki-laki itu mirip.. Raka..?’ gumamnya.

*

Setelah 30 menit berada di dalam ruang interview akhirnya Aluna keluar juga. Dia berusaha mengatur nafasnya yang sempat memburu. Setelah menunggu beberapa lama tadi, kini ia merasa lega meskipun sedikit kesal pada dirinya sendiri yang sempat ceplas-ceplos saat menjawab.

“Duh, semoga mereka nggak nganggep gua kurang ajar,” gumamnya sambil melangkah cepat.

Seorang pria berdiri di sana, berjalan tegas dengan rompi jas yang rapi. Aura berwibawa langsung menyelimuti sekitarnya. Tatapan tajam itu bertemu dengan mata Aluna.

‘Astaga.. Itu beneran.. Raka?!’

Mata Aluna membesar, bibirnya terbuka lebar tanpa sadar. “Lo…?!”

Raka pun terhenti. Tatapannya dingin, tapi jelas ada kejutan yang sempat melintas di matanya sebelum cepat-cepat ia sembunyikan. “Lo ngapain disini?” suaranya berat, datar.

Aluna mendengus, melipat tangan di dada. “Harusnya gua yang nanya. Jangan-jangan… jangan bilang perusahaan ini punya lo?!”

Raka menaikkan alisnya, ekspresinya tetap dingin. “Baru sadar? Telat.”

“Ya ampun…” Aluna menepuk jidatnya sendiri, setengah frustasi. “Pantes tadi pas interview gua ngerasa kayak ada aura singa lapar masuk. Ternyata beneran lo..”

Raka mendekat selangkah, membuat Aluna spontan mundur satu langkah. Wibawanya begitu menekan. “Lo barusan interview di perusahaan gue, dan lo pikir bisa lolos dengan gaya ceplas-ceplos kayak tadi? Oh ya, satu lagi.. Jangan pikir karena lo pacar kontrak gua, jadi lo dapat perlakuan istimewa..!”

Aluna menatap balik tanpa gentar, meski dalam hati bergetar. “Hei, setidaknya gua jujur. Gua nggak kayak pelamar lain yang manis di bibir tapi zonk di kerjaan. Gue asli, apa adanya. Lo yang butuh pekerja kompeten, kan? Bukan boneka manis.”

Raka menatapnya lama. Dingin, menusuk. Tapi entah kenapa, sudut bibirnya terangkat samar. “Berisik lo. Minggir..”

Aluna melotot. “Apa lo bilang?!”

Raka mendengus, lalu berjalan melewatinya. “Gua ada meeting. Lo tunggu gua di ruang tunggu lantai bawah aja.”

Aluna menoleh cepat, wajahnya kaget. “Apa?! Nungguin lo..?”

Raka berhenti sejenak, menoleh dengan tatapan penuh wibawa. “Lo pacar kontrak gue, dan calon karyawan gue. Nanti mau ke rumah gua, jadi lo tunggu gue..!”

Tanpa menunggu jawaban, Raka melangkah pergi, meninggalkan aroma parfum maskulin yang membuat Aluna menegang di tempat.

Aluna menggertakkan gigi. “Sialan. Hidup gua makin tertekan..! Tapi… kok deg-degan begini sih?!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 175 Godaan Raka

    ​Meskipun harus kembali ke kantor, langkah Aluna terasa ringan. Semua beban, dendam, dan rasa bersalah telah terselesaikan. Alvian menemukan kedamaian, dan Kayla menerima takdirnya. Sekarang, hanya ada Raka, dan masa depan yang akan mereka bangun bersama.​Di dalam mobil mewah Raka, suasana tegang yang menyelimuti mereka pagi tadi berganti menjadi kehangatan. Raka sesekali mencuri pandang, tersenyum bangga pada Aluna.​“Lo cantik sekali hari ini, Sayang. Rasanya pengen kunci pintu kantor dan lanjutin terapi relaksasi kita,” bisik Raka, tangannya diam-diam menyentuh lembut paha Aluna yang tertutup rok.​Aluna memukul tangan Raka dengan lembut. “Raka! Jangan mulai! Kita sudah janji untuk profesional. Ingat, gua sekretaris baru lo. Gua harus menunjukkan performa terbaik gua.”​“Hmm… Performa lo di ranjang semalam sudah yang terbaik, sayang. Dan gua suka sekali roleplay untuk Tuan CEO dari sekretaris pribadinya,” Raka menggoda, matanya berkilat penuh makna.​Wajah Aluna memerah, tetapi ia

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 174 Pengakuan dan akhir kebohongan

    ​Alvian menghentakkan tangan Kayla begitu keras sampai pelukan wanita itu akhirnya terlepas. “Kamu sendiri yang membuat aku membencimu, Kayla.. Sejak awal kamu tau kalau aku kembaran Aluna, kan?! Dan kamu memanfaatkan aku untuk menyakiti Aluna.. Ternyata kamu jahat Kayla..!” Alvian tampak kecewa pada Kayla, wanita yang selama ini jadi adik angkat yang selalu ia sayangi dan hampir membuatnya mencintainya ternyata begitu jahat. Kemudian Alvian menoleh ke Raka. “Raka… Aku sudah mengingat semuanya. Aku menyayangi Aluna, tapi bukan sebagai suami. Aku menyayanginya sebagai saudaraku, perasaan kami terhubung. Aku yang seharusnya di sisinya saat itu justru hampir menyakitinya, tapi sekarang ada kamu.. Kamu adalah orang yang tepat untuk melindungi Aluna, Raka. Sementara aku.. Aku hampir menghancurkan kehidupannya.” ​Aluna melepaskan pelukan Raka dan berjalan perlahan ke Alvian. ​“Tidak Alvian.. Kita saudara. Kita kembar. Aku memaafkanmu,” kata Aluna lembut. Ia memeluk Alvian erat. Alvian me

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 173 Luka yang mendalam

    ​Aluna berdiri di hadapan Kayla, tatapan matanya nanar, dipenuhi campuran kebencian dan rasa sakit mendalam. Ia tidak lagi melihat Kayla sebagai saudara tiri, melainkan sebagai racun yang harus segera ia basmi. ​PLAAKK ​Suara tamparan pertama itu memecah ketegangan di ruang mediasi. Semua orang tersentak. Raka segera bergerak maju, tetapi berhenti saat Aluna mengangkat tangan, mengisyaratkan bahwa ia bisa menghadapinya. ​“Itu tamparan untuk apa yang kamu lakukan padaku selama ini,” kata Aluna, matanya mulai berkaca-kaca, namun suaranya tegas. ​PLAAKK ​Tamparan kedua mendarat lebih keras. ​“Itu tamparan karena kamu memanfaatkan Alvian! Membuatnya membenciku, dan membuatnya seperti sekarang!” nada bicara Aluna naik satu oktaf, menunjukkan luapan emosi yang selama ini ia pendam. ​Kayla memegang pipinya yang memerah, matanya memancarkan api kemarahan. Ia tidak lagi peduli dengan petugas di sampingnya. ​“Itu belum cukup, Aluna! Lo sudah mengambil semuanya dari gua!” teriak

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 172 Kenyataan tidak terduga

    Pintu kembali terbuka, Pak Wijaya masuk bersama Bu Lestari, orangtua Raka. Mereka tidak menyangka kalau Pak Wijaya sempat hadir saat ini.. Mereka berdua duduk di samping Pak Ardian dan Bu Tania. “Baik, karena semua sudah datang, saya akan mulai dengan Pak Aditya..” Tatapan Raka teruji pada pria pria paruh baya yang merupakan papa angkat Alvian, orang yang menemukan Alvian pertama kali. “Pak Aditya, apa anda yang menemukan Alvian saat itu..?” tanyanya dengan tatapan menyelidik. “Iya saya menemukan Alvian terdampar di tepi laut saat pagi, kondisinya sangat buruk.. Saya membawanya kerumah sakit, setelah dia sadar saya membawanya pulang. Tapi tidak lama saya harus keluar negeri jadi pemulihannya saya lanjutkan disana, karena Citra dan Kayla tinggal di sana..” Pak Aditya menjelaskan dengan tetap tenang. “Paa anda tau latar belakang Alvian?” Raka melanjutkan pertanyaan seperti sedang mengintrogasi. “Saya tidak tau, tapi karena saya punya anak perempuan, saya pikir akan Alvian

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 171 Ruang Mediasi Keluarga

    ​Ruang mediasi itu steril dan impersonal, dengan meja panjang di tengah dankursi-kursi yang ditempatkan berjauhan. Ini bukan ruang rekonsiliasi, melainkan arena pertarungan psikologis. ​Saat Raka memimpin Aluna masuk, semua mata tertuju pada mereka. ​Di satu sisi meja, duduk Pak Ardian dan Bu Tania. Wajah mereka memancarkan campuran kesedihan mendalam dan harapan. Bu Tania berdiri, air mata menetes melihat Aluna, putrinya yang selama ini hilang. Namun, tatapan tajam Raka mengisyaratkan bahwa ini bukan saatnya untuk emosi pribadi. ​Di sisi lain, duduk Bu Citra dan Pak Aditya. Bu Citra tampak lelah, matanya bengkak, tetapi masih menyiratkan kebencian. Ia memelototi Aluna, seolah Aluna adalah penyebab semua penderitaan putrinya. Pak Aditya tampak lebih netral, ia hanya menunduk, malu dan pasrah. ​Raka mengajak Aluna duduk tepat di tengah, di sampingnya, menguasai meja. Aluna langsung bersandar sedikit padanya, mencari kehangatan. ​“Selamat pagi. Terima kasih sudah hadir,” Raka m

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 170 Pertemuan yang meresahkan

    Sebelum menjawab pertanyaan Radit, Raka menoleh kearah Aluna, ​“Pak Ardian dan Bu Tania,” kata Raka, menyebut nama orang tua Aluna yang asli. “Mereka adalah orang tua Aluan dan Alvian. Mereka harus melihat Aluna dan Alvian menyelesaikan masalah mereka dan memastikan keduanya memang kembar dan minta mereka bawa foto kecil keduanya. Dan lo juga harus undang Bu Citra dan Pak Aditya, sebagai orang tua Kayla serta orang tua angkat Alvian.”​Radit terkejut. “Bu Citra dan Pak Aditya? Raka, bukannya itu akan semakin memperkeruh suasana?”​Raka menggeleng. “Gak. Ini penting. Bu Citra harus melihat kejahatan Kayla secara langsung, agar dia berhenti memohon kebebasan Kayla dan menerima kenyataan. Pak Aditya harus melihat sendiri, dan menjadi saksi tentang Alvian. Ini adalah pengadilan terakhir, Radit. Pengadilan keluarga, sebelum pengadilan negara.”​“Tapi, Raka, mereka semua dalam posisi yang sangat emosional. Terutama Bu Citra,” Radit memperingatkan.​“Gua tahu. Makanya, atur pengamanan ketat.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status