Share

Bab 6 Kecelakaan Bibir

Author: Cynta
last update Last Updated: 2025-07-31 01:55:50

Raka menghentikan mobil sport hitamnya tepat di depan sebuah gedung pencakar langit yang berkilau di sore hari.

Aluna melongok keluar jendela. “Ini– rumah?”

“Turun,” jawab Raka singkat, tanpa menjawab sindiran.

Mereka masuk lift pribadi. Suara musik lembut mengisi ruang sempit itu, tapi hawa di antara mereka tegang.

Aluna menatap angka lantai yang terus naik. “Ini mau kemana sih atau lo—”

Raka meliriknya dingin. “Gue nggak punya waktu buat pikiran kotor lo.”

“Ck, semua juga kayak gitu.”

“Diam.” Nada Raka memotong cepat.

Pintu lift terbuka di lantai teratas. Penthouse itu luas, mewah, dan penuh kaca yang menampilkan panorama kota.

“Ini kamar lo.” Raka membuka pintu di sisi kiri.

Aluna melangkah masuk. Ruangannya nyaris setara presidential suite hotel bintang lima. Tempat tidur king-size, balkon pribadi, kamar mandi marmer dengan bathtub besar.

“Serius?”

“Ya.” jawab Raka datar.

Aluna menoleh dan tersenyum tipis. “Makasih ya… walau gue masih curiga lo modus.”

Raka menghela napas. 

Aluna berjalan ke arahnya, tapi ujung sepatunya tersangkut karpet tebal. “Aduh—!”

Refleks, Raka menariknya. Tubuh mereka bertubrukan, dan tanpa sengaja bibir keduanya bersentuhan.

Aluna membeku sejenak, lalu cepat-cepat mundur. “GILA!” sungut Aluna sambil berkaca pinggang. 

“Itu kecelakaan!” Wajah Raka tetap datar, tapi tatapannya menusuk.

“Yakin kecelakaan? Atau lo emang mau mesum?” Aluna memicingkan mata penuh curiga.

Raka menahan diri untuk tidak mendengus. “Kalau gue mau, gue nggak butuh ‘kecelakaan’. Ngerti?!” Matanya menatap tajam kearah Aluna. 

Perempuan itu terperangah, “Awas aja kalau lo berani.. Gue putusin!” Dia membalas tatapan Raka. 

Laki-laki itu tak lagi menggubris, dia berusaha mengalihkan fokus dari kejadian barusan. “Nomor ponsel lo.”

Aluna mengerutkan kening. “Buat apa? Kan udah disini..”

Raka menatapnya tajam. “Buat gampang ngelacak lo.”

Aluna mendengus, merogoh tas belanja mencari ponselnya yang baru. “Nih, catet..”

Aluna mengulurkan ponselnya, tapi tanpa sengaja, paper bag di tangannya robek. Semua isinya jatuh berantakan di lantai.

“Aduuhh..” 

Aluna jongkok cepat, bersamaan dengan Raka yang juga meraih ponsel itu. Kepala mereka nyaris bertabrakan, jarak wajah tinggal beberapa senti.

Aluna refleks menatap mata Raka dengan tajam, tapi ada sesuatu di dalamnya yang membuatnya tercekat.

“Eh… Lo ngapain liatin gue gitu? Jangan bilang lo mau—”

“Gue cuma mau ambil ponsel lo,” potong Raka datar, tapi ujung bibirnya nyaris terangkat.

Aluna mundur, tapi malah terpeleset tas belanjanya di lantai, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh tepat ke arah Raka.

Kali ini tubuh mereka menempel rapat, dada bertemu dada.

Deg.

Raka menahan bahu Aluna, matanya terkunci di wajah perempuan itu. “Lo tuh modus ya?!”

Aluna menatap tajam, mencoba menutupi degupnya sendiri. “Geer!”

Raka melepasnya perlahan, tapi tatapannya tetap menusuk. “Nomor lo, sekarang. Jangan bikin gue ulang dua kali..”

Aluna menyerahkan ponsel sambil manyun. “Nih.. Tapi kalau lo spam chat atau telepon nggak penting, gue blok.”

Raka mengetik cepat lalu menyimpan kontak itu. “Gak penting.”

“Dasar jutek, mesum, menyebalkan” gumam Aluna pelan.

Raka hanya berjalan keluar kamar tanpa menoleh. “Besok kita mulai latihan jadi pacar kontrak. Lo siapin diri.. Sekarang gua tunggu di bawah, makan malam. Gak pake lama..!”

Aluna terdiam, antara kesal dan penasaran dengan kata-kata Raka. “Hhhh.. Ada-ada aja pakai latihan jadi pacar kontrak.. Mending buat cari kerja atau datang wawancara..” gumam Aluna. 

**

Aluna terbangun karena suara ketukan pintu. Dia mengerang pelan, meraih bantal untuk menutup wajah.

“Aluna bangun..!” Suara berat Raka terdengar dari balik pintu.

“Apaan sih… pagi-pagi udah kayak satpam kontrakan,” gumamnya kesal. Tapi akhirnya dia turun dari tempat tidur. 

Pintu terbuka begitu saja. Raka masuk dengan setelan jas abu-abu rapi, aroma parfum maskulinnya langsung memenuhi ruangan.

“Latihan mulai sekarang..” suaranya datar tapi cukup serius. 

Aluna memicingkan mata, kembali duduk di tempat tidur dengan piyama longgar. “Latihan apaan?”

“Gue nggak pernah bercanda soal kesepakatan.” Raka menatapnya dari kepala sampai kaki. “Ganti baju. Gue tunggu lima menit.”

Aluna berdiri dengan malas, berjalan ke lemari. “Lima menit? Hhhh.. Kayak mau perang aja..”

“Kalau gue bilang tiga menit, lo bisa?” balas Raka datar.

Sepuluh menit kemudian, Aluna keluar dengan gaun sederhana tapi pas badan. Rambutnya dibiarkan terurai, tapi matanya masih setengah malas.

“Gue udah siap.. Terus, apa nih latihannya?”

Raka menatap jam tangannya. “Pertama, kita sarapan bareng, ayo.. Lo duduk di sebelah gue, bukan depan.”

Aluna menaikkan satu alis. “Lo takut keliatan jomblo, ya?”

“Gue cuma nggak mau lo keliatan kayak orang asing di sebelah gue.. Lo harus profesional, mirip pacar beneran di depan orang tua gue..”

Raka berjalan lebih mendahului Aluna kearah ruang makan, perempuan itu mengikutinya sambil mendengus pelan. Saat sampai di depan meja makan Raka menarik kursi untuk Aluna.

Aluna menatapnya curiga.

Raka menarik kursi tanpa banyak kata. “Latihan bagian satu, lo senyum. Bukan menyeringai sinis kayak gitu.. Dan jangan banyak protes.”

Saat sarapan, Raka mengambilkan roti untuknya. Aluna justru menggeser piring itu kembali ke Raka.

“Lo makan aja. Gue nggak mau roti. Gue maunya omelet.”

Raka mengembalikan piring itu kembali ke Aluna, “Jangan pilih makanan! Makan yang ada aja!” Suara dingin khas Raka terdengar naik satu oktaf. 

“Lo maksa?” Aluna mengangkat alisnya dengan tatapan tajam. 

Aluna mengerucutkan bibirnya, terpaksa memakan roti di depannya. Sesekali matanya melirik ke arah Raka, laki-laki itu gak melepaskan pandangan dari wajahnya. 

“Jangan ngeliatin gue seperti itu.. Nanti lo beneran jatuh cinta ke gue..!” celetuk Aluna tanpa menoleh kearah Raka. 

Raka senyum tipis yang hampir lolos. “Gue nggak semudah itu.”

Tapi, tiba-tiba saja jantung Raka berdebar lebih keras saat matanya menatap bibir Aluna.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Za_dibah
latihan pacaran kok sering bertengkar... Aluna, jangan terlalu benci, karena biasanya benci dan cinta perbedaannya tipis lo xixixi...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 175 Godaan Raka

    ​Meskipun harus kembali ke kantor, langkah Aluna terasa ringan. Semua beban, dendam, dan rasa bersalah telah terselesaikan. Alvian menemukan kedamaian, dan Kayla menerima takdirnya. Sekarang, hanya ada Raka, dan masa depan yang akan mereka bangun bersama.​Di dalam mobil mewah Raka, suasana tegang yang menyelimuti mereka pagi tadi berganti menjadi kehangatan. Raka sesekali mencuri pandang, tersenyum bangga pada Aluna.​“Lo cantik sekali hari ini, Sayang. Rasanya pengen kunci pintu kantor dan lanjutin terapi relaksasi kita,” bisik Raka, tangannya diam-diam menyentuh lembut paha Aluna yang tertutup rok.​Aluna memukul tangan Raka dengan lembut. “Raka! Jangan mulai! Kita sudah janji untuk profesional. Ingat, gua sekretaris baru lo. Gua harus menunjukkan performa terbaik gua.”​“Hmm… Performa lo di ranjang semalam sudah yang terbaik, sayang. Dan gua suka sekali roleplay untuk Tuan CEO dari sekretaris pribadinya,” Raka menggoda, matanya berkilat penuh makna.​Wajah Aluna memerah, tetapi ia

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 174 Pengakuan dan akhir kebohongan

    ​Alvian menghentakkan tangan Kayla begitu keras sampai pelukan wanita itu akhirnya terlepas. “Kamu sendiri yang membuat aku membencimu, Kayla.. Sejak awal kamu tau kalau aku kembaran Aluna, kan?! Dan kamu memanfaatkan aku untuk menyakiti Aluna.. Ternyata kamu jahat Kayla..!” Alvian tampak kecewa pada Kayla, wanita yang selama ini jadi adik angkat yang selalu ia sayangi dan hampir membuatnya mencintainya ternyata begitu jahat. Kemudian Alvian menoleh ke Raka. “Raka… Aku sudah mengingat semuanya. Aku menyayangi Aluna, tapi bukan sebagai suami. Aku menyayanginya sebagai saudaraku, perasaan kami terhubung. Aku yang seharusnya di sisinya saat itu justru hampir menyakitinya, tapi sekarang ada kamu.. Kamu adalah orang yang tepat untuk melindungi Aluna, Raka. Sementara aku.. Aku hampir menghancurkan kehidupannya.” ​Aluna melepaskan pelukan Raka dan berjalan perlahan ke Alvian. ​“Tidak Alvian.. Kita saudara. Kita kembar. Aku memaafkanmu,” kata Aluna lembut. Ia memeluk Alvian erat. Alvian me

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 173 Luka yang mendalam

    ​Aluna berdiri di hadapan Kayla, tatapan matanya nanar, dipenuhi campuran kebencian dan rasa sakit mendalam. Ia tidak lagi melihat Kayla sebagai saudara tiri, melainkan sebagai racun yang harus segera ia basmi. ​PLAAKK ​Suara tamparan pertama itu memecah ketegangan di ruang mediasi. Semua orang tersentak. Raka segera bergerak maju, tetapi berhenti saat Aluna mengangkat tangan, mengisyaratkan bahwa ia bisa menghadapinya. ​“Itu tamparan untuk apa yang kamu lakukan padaku selama ini,” kata Aluna, matanya mulai berkaca-kaca, namun suaranya tegas. ​PLAAKK ​Tamparan kedua mendarat lebih keras. ​“Itu tamparan karena kamu memanfaatkan Alvian! Membuatnya membenciku, dan membuatnya seperti sekarang!” nada bicara Aluna naik satu oktaf, menunjukkan luapan emosi yang selama ini ia pendam. ​Kayla memegang pipinya yang memerah, matanya memancarkan api kemarahan. Ia tidak lagi peduli dengan petugas di sampingnya. ​“Itu belum cukup, Aluna! Lo sudah mengambil semuanya dari gua!” teriak

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 172 Kenyataan tidak terduga

    Pintu kembali terbuka, Pak Wijaya masuk bersama Bu Lestari, orangtua Raka. Mereka tidak menyangka kalau Pak Wijaya sempat hadir saat ini.. Mereka berdua duduk di samping Pak Ardian dan Bu Tania. “Baik, karena semua sudah datang, saya akan mulai dengan Pak Aditya..” Tatapan Raka teruji pada pria pria paruh baya yang merupakan papa angkat Alvian, orang yang menemukan Alvian pertama kali. “Pak Aditya, apa anda yang menemukan Alvian saat itu..?” tanyanya dengan tatapan menyelidik. “Iya saya menemukan Alvian terdampar di tepi laut saat pagi, kondisinya sangat buruk.. Saya membawanya kerumah sakit, setelah dia sadar saya membawanya pulang. Tapi tidak lama saya harus keluar negeri jadi pemulihannya saya lanjutkan disana, karena Citra dan Kayla tinggal di sana..” Pak Aditya menjelaskan dengan tetap tenang. “Paa anda tau latar belakang Alvian?” Raka melanjutkan pertanyaan seperti sedang mengintrogasi. “Saya tidak tau, tapi karena saya punya anak perempuan, saya pikir akan Alvian

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 171 Ruang Mediasi Keluarga

    ​Ruang mediasi itu steril dan impersonal, dengan meja panjang di tengah dankursi-kursi yang ditempatkan berjauhan. Ini bukan ruang rekonsiliasi, melainkan arena pertarungan psikologis. ​Saat Raka memimpin Aluna masuk, semua mata tertuju pada mereka. ​Di satu sisi meja, duduk Pak Ardian dan Bu Tania. Wajah mereka memancarkan campuran kesedihan mendalam dan harapan. Bu Tania berdiri, air mata menetes melihat Aluna, putrinya yang selama ini hilang. Namun, tatapan tajam Raka mengisyaratkan bahwa ini bukan saatnya untuk emosi pribadi. ​Di sisi lain, duduk Bu Citra dan Pak Aditya. Bu Citra tampak lelah, matanya bengkak, tetapi masih menyiratkan kebencian. Ia memelototi Aluna, seolah Aluna adalah penyebab semua penderitaan putrinya. Pak Aditya tampak lebih netral, ia hanya menunduk, malu dan pasrah. ​Raka mengajak Aluna duduk tepat di tengah, di sampingnya, menguasai meja. Aluna langsung bersandar sedikit padanya, mencari kehangatan. ​“Selamat pagi. Terima kasih sudah hadir,” Raka m

  • Putri Terbuang itu Istri Sah CEO   Bab 170 Pertemuan yang meresahkan

    Sebelum menjawab pertanyaan Radit, Raka menoleh kearah Aluna, ​“Pak Ardian dan Bu Tania,” kata Raka, menyebut nama orang tua Aluna yang asli. “Mereka adalah orang tua Aluan dan Alvian. Mereka harus melihat Aluna dan Alvian menyelesaikan masalah mereka dan memastikan keduanya memang kembar dan minta mereka bawa foto kecil keduanya. Dan lo juga harus undang Bu Citra dan Pak Aditya, sebagai orang tua Kayla serta orang tua angkat Alvian.”​Radit terkejut. “Bu Citra dan Pak Aditya? Raka, bukannya itu akan semakin memperkeruh suasana?”​Raka menggeleng. “Gak. Ini penting. Bu Citra harus melihat kejahatan Kayla secara langsung, agar dia berhenti memohon kebebasan Kayla dan menerima kenyataan. Pak Aditya harus melihat sendiri, dan menjadi saksi tentang Alvian. Ini adalah pengadilan terakhir, Radit. Pengadilan keluarga, sebelum pengadilan negara.”​“Tapi, Raka, mereka semua dalam posisi yang sangat emosional. Terutama Bu Citra,” Radit memperingatkan.​“Gua tahu. Makanya, atur pengamanan ketat.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status