Share

Chapter 6 – Ada yang Tumbuh

Tubuhku sontak terlonjak hingga bertabrakan dengan Gladis yang berdiri di belakangku.

"Ga--gapapa, Dis," ucapku tergagap.

Gladis menatapku curiga. Bahkan, kini dia ikut menatap penasaran ke dalam laci. “Ada apa sih, Win?”

“Ehm… Nggak papa kok, Dis. Serius” Aku dengan cepat mengambil beberapa pack pembalut dan menyerahkannya.

Sekali lagi kepala Gladis melongok sebelum akhirnya berkata, “Makasih Win.”

“Sama-sama,” jawabku yang mengikuti Gladis menuju pintu kamar.

Setelah pintu tertutup, aku buru-buru mengambil ponselku, membuka browser, dan mengetik sesuatu yang membuatku panik

‘Tanda-tanda kehamilan.’

Mataku men-scanning setiap kata yang tertera, kemudian tubuhku terduduk lemas.

“Tidak. Tidak mungkin. Aku nggak mungkin hamil,” lirihku. Mataku mulai berkaca-kaca.

Pikiranku terus mencoba menyangkal, tapi hati ini seolah berfirasat buruk.

“Nggak Win, kamu nggak hamil,” ucapku berusaha menguatkan diri.

Jari-jariku dengan kasar mengusap kelopak mata.

Aku tidak mungkin hamil. Jevin hanya menyentuhku di malam mengerikan itu saja, meskipun aku tak tahu berapa kali dan berapa lama dia melakukannya.

Aku tidak mungkin hamil semudah ini, karena banyak pasangan sah di luar sana yang sulit mendapatkan anak.

“Aku harus memeriksanya,” gumamku sambil membuka platform belanja online, memasukkan beberapa buah tespek ke keranjang belanja.

0_<

“Mau ke mana, Win?” tanya Gladis dengan membuka pintu kamar.

Sepertinya, dia baru saja pulang dari kampus, terlihat dari penampilannya dengan totebag dan beberapa buku di tangannya.

Aku juga menutup pintu kamar seraya berujar, “Ngambil paket. Sebentar lagi kayaknya datang.”

“Beli apa?”

“Baju kaos, buat dipakai di kosan saja,” jawabku.

“Berapaan?”

“Murah kok.”

“Nanti waktu kamu mau buka, aku mau lihat ya?!”

“Pa-paketnya baru besok datang,” tukasku tergagap-gagap. Jantungku juga berdegup kencang. Aku tidak mungkin membukanya di depan Gladis, karena bukan baju kaos lah yang dibeli. “Aku baru ingat kalau paket kaosku baru besok datang. Kalau sekarang, aku sedang menunggu paket buku novelku,” tambahku ketika Gladis menatapku dengan kernyitan. “Tadi Pak Yono masuk Dis?”

“Masuk, tapi hanya masuk sebentar. Hanya ngasih tugas terus beliau pergi lagi.”

“Aku kira beliau masih ada seminar di Purbalangga.” Aku sedikit bernafas lega, sepertinya Gladis tidak tertarik lagi untuk membahas paketku.

“Kondisimu bagaimana?”

“Sudah lumayan. Mungkin besok sudah masuk kampus lagi.”

“Syukurlah kalau begitu,” ucap Gladis dengan memberikan senyum lebar.

“Win!” panggil Mbak Yani yang berjalan mendekat ke arahku. “Nih, ada paket untukmu!”

Buru-buru aku mengambilnya dan menyembunyikan di belakang tubuhku. “Te-terima kasih Mbak.”

“Itu novel yang kamu beli, Win?” tanya Gladis yang memasang wajah penasaran.

“Aku masuk ke dalam dulu Mbak, Dis.” Tanpa menunggu respons mereka, aku membuka pintu dan segera masuk ke dalam kamar.

Aku memperhatikan paket di tanganku dengan mata yang berkabut, sebelum berubah menjadi tangisan tanpa suara. Kata tespek yang tertulis di stiker label pengiriman membuatku emosional. Tidak pernah terbayangkan atau terpikirkan sebelum-sebelumnya kalau akan membeli produk itu, dan tangisanku semakin menjadi-jadi saat menyadari Mbak Yani mungkin saja membacanya. Aku tidak siap, mungkin tidak akan pernah siap kalau orang-orang sekitarku mengetahuinya.

“Tidak. Tidak. Aku tidak hamil,” aku mencoba mensugesti diri sendiri.

Ditarik nafas pelan dan dihembuskan, kemudian mengusap kedua pipi yang telah basah dengan air mata. Aku berjalan mendekati kasur dan merebahkan tubuhku, memutuskan untuk tidur.  Mata ini terasa sangat mengantuk. Mungkin karena mereka tidak mau terpejam sejak tadi malam. Aku akan memeriksanya besok pagi saja. Dari informasi yang aku baca, pilihan waktu yang dianjurkan untuk melakukan tes kehamilan adalah saat buang air kecil pertama di pagi hari.

0_<

“Hah! Hah! Hah!” Deru nafas berpacu kencang. Mata ini terbuka lebar-lebar dan tubuhku terduduk tegang. Sungguh mimpi yang sangat mengerikan. “Jam berapa sekarang?” gumamku setelah sedikit tenang. Aku mengambil ponselku yang terletak di atas bufet kecil dan menyalakannya. Ternyata baru jam empat lewat.

Aku berjalan mendekati dispenser. Aku butuh minum. Meskipun sedikit tenang, tapi kegelisahan ini tidak mau hilang. Mimpi tadi seolah nyata. Di mimpi itu, perutku membesar dan terasa ada yang bergerak. Salah satu kakiku di rantai dan seseorang memegangnya. Ketika aku memfokuskan penglihatannya, sosok Jevin tiba-tiba muncul dengan seringai cemooh yang memuakkan.

“Semua akan baik-baik saja, Win!” Aku mencoba menyemangati diri sendiri.

Dengan ragu-ragu aku mendekati paket yang tergeletak begitu saja di dekat pintu dan membukanya, menampakkan lima macam tespek berbagai merek. Sekali lagi aku mensugesti diriku kalau semua akan baik-baik saja sebelum masuk ke dalam kamar mandi. 

“Garis satu,” lirihku dengan senyum lebar.

Masih ada empat tespek lagi. Tapi hasil yang pertama sedikit memberikan secercah harapan.

Mataku mulai berkabut.

“D-Dua?” 

0_<

Alsaeida

@Alsaeida0808 TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA. NANTIKAN TERUS KELANJUTANNYA.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status