Share

Puzzle Piece
Puzzle Piece
Author: fisyhrn

Sebuah Misi

Di sebuah ruang meeting, Tyo duduk dengan seseorang di seberangnya. Tidak ada yang berniat membuka pembicaraan.

Dean, lelaki yang satunya juga sibuk dengan ponselnya. Sesekali dia melirik orang yang di depannya canggung karena aura lelaki itu terlihat sangat dingin sehingga dia enggan berbicara panjang setelah saling memperkenalkan diri saat masuk tadi.

“Permisi.. Maaf gue telat ya?” tiba-tiba seseorang masuk dengan menggaruk tengkuknya merasa tak enak. Dia mengedarkan pandangan dan tersenyum pada dua orang lelaki yang sudah datang duluan.

“Perkenalkan, saya Jeffrian.” sambung lelaki pemilik lesung pipi itu.

“Tyo.”

“Dean. Duduk Jeff.”

Thanks. Ini kita bertiga aja nih? Apa ada yang lain?”

“Belum tau.” Tyo menjawab singkat.

Tidak ada lagi pembicaraan setelahnya, semua sama-sama canggung atas pertemuan pertama  mereka. Mereka bertiga tak saling mengenal secara pribadi, tapi nama mereka cukup dikenal di perusahaan karena mereka adalah seorang kepala di divisinya masing-masing dan hanya berbicara untuk urusan pekerjaan saja.

Tujuan mereka berkumpul disini karena mereka bertiga terpilih sebagai karyawan dengan kinerja dan profesionalitas tinggi sehingga dijanjikan untuk naik pangkat dengan beberapa persyaratan tertentu.

“Diem-diem bae, kayak di kuburan aja.” akhirnya Jeff buka suara dan memilih untuk berbicara santai agar tidak terlalu kaku.

Dean pun menanggapi ucapan Jeffri dengan menceritakan projek yang baru-baru ini dia selesaikan. Pembicaraan mereka lagi-lagi tak jauh dari obrolan seputar pekerjaan. Sesekali Jeff dan Dean menceritakan atasan mereka yang sering membuat kesal dengan suara yang sedikit dipelankan karena takut terdengar dari luar.

Sedangkan Tyo hanya sebagai pendengar yang baik sambil sesekali mengangguk dan memberikan respon dengan senyum tipisnya. Mau seprofesionalitas apapun seorang karyawan, tentu saja mereka memiliki unek-unek tentang atasan yang menyebalkan. Tetapi tenang saja, jika bukan karena kinerja yang bagus, mereka bertiga tentu tidak akan berkumpul disini. 

Saat sedang asyik mengobrol, seseorang masuk ke ruangan meeting mengalihkan fokus ketiganya.

“Siang semuanya.” sapa seseorang dengan setelah jas mahal membalut tubuhnya.

“Siang Pak.” jawab semuanya terkesiap melihat keberadaan Pak Hendra yang menyuruh mereka berkumpul disini.

“Maaf saya terlambat, kalau gitu kita langsung mulai aja meeting-nya ya. Saya sudah baca  tentang profil dan keahlian kalian masing-masing. Kalian terpilih menjadi karyawan terbaik dan akan segera naik pangkat, tetapi kalian harus menyelesaikan sebuah misi.”

“Misi Pak?” tanya Dean yang heran dengan pemilihan kata Pak Hendra.

“Iya misi. Jadi ini sebenarnya misi dari Pak Danuarta, CEO perusahaan kita. Sebuah kebanggaan bagi kalian bisa turut serta dalam misi ini.” ucap Hendra. 

Tyo, Dean dan Jeff menegakkan tubuh mereka dari kursi sangat tertarik dengan misi yang akan disampaikan.

Pak Hendra pun menjelaskan bahwa selama tiga bulan mereka harus bekerja di sebuah perusahaan properti di kota Bandung. Selama tiga bulan itu mereka juga harus menyelesaikan  misi tersebut. 

“Maaf Pak, bukannya itu perusahaan kecil ya?” tanya Tyo.

“Benar sekali. Perusahaan ini baru saja dirintis kurang lebih 5 tahun.”

“Oh jadi kita disuruh memimpin perusahaan disana ya ,Pak?”

“Bukan, kalian disana hanya menjadi karyawan biasa. Lihat gadis kecil di foto ini, namanya Azalea. Dia adalah cucu satu-satunya Pak Danuarta.” ucap Hendra sembari menunjukkan selembar foto seorang gadis kecil. 

Ketiganya mengerutkan dahi semakin tak mengerti maksud Pak Hendra.

Kemudian Pak Hendra kembali menjelaskan asal usul sebuah misi tersebut. Jadi, Azalea hilang saat berumur 7 tahun akibat kecelakaan dan mobilnya masuk ke dalam jurang. Jasad kedua orang tuanya ditemukan setelah melakukan pencarian beberapa hari, tetapi jasad Azalea tidak juga ditemukan. Pihak keluarga pasrah dan menganggap dia juga sudah meninggal. Tetapi baru-baru ini salah satu tim yang dulu mencari keberadaan Azalea menemukan foto anak yang mirip dengan Azalea di salah satu panti asuhan di Bandung.

“Setelah bertanya dengan pihak panti, gadis itu sudah tumbuh dewasa dan sekarang bekerja di perusahaan itu. Namanya Larasati.” ucap Hendra memberikan selembar kertas yang berisi  profil seorang gadis.  

“Jadi, tugas kita apa Pak?” tanya Jeff masih tak mengerti alur pembicaraan ini.

“Dekati dia, lindungi dia dan bantu dia mengingat masa lalunya tentang Pak Danuarta.”

“Maaf Pak, tapi ini kami bukan bodyguard atau mata-mata, tugas kami …” ucap Dean bermaksud protes tetapi langsung terhenti saat Pak Hendra menyodorkan sebuah kertas berisi kontrak yang isinya sangat mengejutkan. Tak tanggung-tanggung, mereka seperti mendapat durian runtuh jika mampu menyelesaikan misi ini.

“Saya deal, Pak!” sahut Jeff tanpa basa-basi dengan wajah berbinar seolah membentuk dollar di matanya.

“Pak Danuarta punya alasan khusus mengapa menyuruh kalian melakukan misi ini. Bukan hal sulit baginya membayar tim mata-mata, tapi ini bukan hanya masalah cucunya saja, ini juga permasalahan perusahaan. Dan kalian dipercaya mampu menyelesaikannya.” Sebagai asisten pribadi Pak Danuarta, Hendra mencoba meyakinkan ketiga lelaki itu. 

Mendengar hal itu mereka seperti mendapat suatu kebanggaan karena telah dipercaya penuh oleh pimpinan mereka. Tanpa berpikir panjang lagi, mereka langsung menyetujui persyaratan tersebut dan menandatangani kontrak.

“Oh iya, segala penginapan dan fasilitas kalian sudah dipersiapkan. Kalian tinggal menikmati saja. Kalian juga harus ingat bahwa kalian bekerja sebagai tim. Keberhasilan satu orang adalah keberhasilan bersama, begitu pula sebaliknya. Kinerja kalian tetap dipantau oleh tim kami. Ini merupakan misi rahasia, jangan sampai ada yang tahu tentang misi ini, Azalea sekalipun.”

Tyo, Jeff dan Dean saling pandang mendengar penjelasan tambahan dari Pak Hendra.

“Satu lagi, jangan sampai jatuh cinta.”

“Kenapa Pak?”

“Semua yang sudah berurusan pakai hati, akan lebih ribet urusannya. Saya cuma mengingatkan saja.” jawab Hendra dengan senyum tersungging di wajahnya.

“Kami akan professional, Pak.” jawab Tyo sebagai penutup perjumpaan mereka dilanjutkan dengan saling berjabat tangan.

“Wohooo… Gokil!! Ini mah bukan cuma bisa beli mobil, beli rumah sampai isi-isinya juga masih sisa.” ujar Jeff bersemangat seraya mencium-ciumin kertas kontrak yang sangat berharga itu. tentu saja dia bisa berteriak sekarang karena Pak Hendra sudah keluar dari ruangan meeting.

“Kalau dilihat-lihat juga gak terlalu buruk. Tugasnya juga di Bandung, bisa sekalian nyantai kita.” jawab Dean.

“Tyo, lo sariawan ya? Kenapa diem mulu sih?” tanya Jeff.

“Saya lagi mikir.”

“Mikir apa?”

“Tiga bulan, apa bisa kita menyelesaikan misi ini?”

“Bisa lah, sebulan juga bisa.” jawab Dean sesumbar.

“Selama tiga bulan kita akan tinggal bareng dong.” Jeff menggelayutkan lengannya pada bahu Dean dan Tyo mencoba akrab dengan keduanya.

“Sono ah, jijik.”

“Azaleeaaa.. we’re coming!!” 

“Sstt.. berisik.”

Mulut Jeff langsung terdiam karena kini yang protes adalah Tyo dan Dean hanya cekikikan geli.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status