"Cedera saraf tulang belakang adalah kondisi bila bagian manapun pada tulang belakang, seperti jaringan, bantalan, tulang, ataupun saraf tulang belakang itu sendiri mengalami kerusakan."
"Bukan itu! Apa hubungannya dengan kesuburan?!"
"Rayline, sabar."
"Sabar kamu bilang?! Kamu sengaja sembunyiin ini dari aku? Makanya kamu awalnya nggak mau aku ajak tes kesuburan?!"
"Ray... malu dilihatin," bentak Farrel. "Dok, bisa dilanjutkan"
"Cedera saraf tulang belakang dibagi menjadi dua tipe, yaitu traumatis dan non-traumatis.
Cedera saraf tulang belakang traumatis adalah kondisi ketika tulang punggung mengalami pergeseran, patah, ataupun terkilir akibat kecelakaan, seperti kecelakaan bermotor, cedera saat berolahraga, terjatuh atau mengalami kekerasan. Sedangkan cedera saraf tulang belakang non-traumatis, disebabkan oleh penyakit lain, misalnya radang sendi (arthritis), osteoporosis, kanker, kelainan pertumbuhan tulang belakang sejak lahir, dan peradangan tulang belakang."
"Kamu nggak pernah cerita!" Rayline menatap galak lelakinya.
"Aku pernah kecelakaan dulu."
"Yang sama mantan istri kamu?" Mata setajam elang itu melotot.
Farrel mengangguk. "Tapi aku udah sembuh, Ray, ini tinggal pemulihan."
"Apa karena ini Shira ceraian kamu?" selidik Rayline.
Farrel menggeleng. "Dia tau aku lebih bahagia sama kamu, makanya dia lepasin aku."
"Aku pengen punya anak cepat, berapa tahun lagi pemulihannya, aku nggak bisa sabar," omel wanita itu.
"Karena cedera saraf tulang belakang ini Pak Farrel mengalami Impoten."
"APA?!"
"Impotensi merupakan kondisi saat pria sulit atau tidak bisa mengalami ereksi atau mempertahankannya dalam waktu yang lama." Jelas dokter itu. "Tapi tenang saja Pengobatan sudah lama berjalan, hanya tinggal pemulihan."
"Aku nggak mau tau, kita putus." Perempuan itu bangkit dari kursi.
"Ray, kita sudah tunangan, pernikahan hanya menghitung bulan saja." Farrel menggeleng.
"Masi berani kamu bicara begini? Setelah bohongin aku selama ini?!" ujar Rayline menggebu.
"Aku nggak bohong, cuman belum sempat cerita saja."
"Peduli setan, aku nggak mau dengar lagi!" Wanita itu berlari keluar dengan luapan amarah yang menggebu.
*
"Buset, ngalamun mulu." Farrel terlonjak.
"Mikirin Shira?" Lelaki itu menggeleng.
"Dih, bohong," cibir Farzan tidak percaya.
"Keinget Rayline." Lelaki itu mengacak kasar rambutnya, kenapa bayangan wanita itu masih menghantuinya?
"Nenek lampir itu masih kamu inget, najis!" Wajah jijik Farzan terpancar.
"Aku salah waktu itu."
Farzan mengambil duduk di samping. "Apa salahnya sih, karena kamu sakit? Masalahnya kamu udah sembuh, tinggal pemulihan aja, apa kudu diperjelas?!"
"Nggak tau aku sembuh belum." Lelaki itu menggeleng.
"Dokter bilang udah! Lagian pas main apa loyo? Nggak kan?!" Kesal Farzan, pasalnya lelaki itu benar-benar sudah sembuh dari sakitnya.
Farrel menyugar rambutnya. "Entahlah, tiba-tiba malah keinget Rayline."
"Mengalihkan pembicaraan mulu lu, kayak nggak pernah main aja." kesal Farzan.
***
"Shira?" Perempuan itu menghapus kasar air matanya lalu menoleh.
"Mas Ken?" Lelaki itu terdiam, lalu ikut berjongkok di samping nisan.
Shira terdiam, ikut memejamkan mata ketika lelaki itu juga melakukannya, entah sudah berapa tahun mereka tidak bersanding seperti ini, rasanya sangat canggung.
Dan ketika beberapa menit berlalu, lelaki itu membuka mata dan memberikan buket bunga cantik di atas makam.
"Aku duluan," ujar Farrel yang langsung berdiri, Shira menatap lekat suaminya lalu mengikuti hingga keluar dari pemakaman.
"Sejak kapan kamu suka ke sini?" Langkah pasti milik lelaki itu terhenti. "Bukanya kita membunuhnya bersama, kenapa masih peduli?"
Tatapan setajam pisau milik Farrel terpancar. "Tanya pada diri kamu sendiri, kita membunuhnya bersama, tapi kamu juga kenapa peduli?"
Shira terkekeh, mungkin di belakang lelaki ini dirinya bisa menunjukan cinta, tapi jika di depan? Menunjukan rasa benci adalah yang terbaik. "Karena aku menyesal."
"Apa kamu juga menyesal? Membunuh anakmu dan menceraikan istrimu yang cacat?" Shira tersenyum sengit.
"Jaga mulutmu!" Tangan Farrel terangkat, tapi hal itu tidak terjadi.
"Mau menamparku? Silahkan." Perempuan itu tersenyum. "Tapi di mana urat malumu? Kamu menyakitiku masih disekitar pemakaman anak yang kamu bunuh?" lanjut wanita itu berani.
"Aku terharu dengan sikapmu yang menolongku kemaren saat keracunanan seafood." Shira menunjuk dada suaminya dengan jemari. "Entah itu hanya refleks atau kamu memang tidak bisa melupakanku," lanjutnya mengejek.
Farrel tertawa keras. "Kamu yang selalu mengikutiku selama lima tahun ini, apa aku tidak tau?! Lebih menjijikan mana?"
"Ternyata kamu tau." Wanita itu tersenyum tenang, hal yang membuat Farrel mengerutkan dahi tidak mengerti. "Kamu tau bukan bahwa aku cinta mati denganmu, jadi jika sehari saja aku tidak melihatmu hatiku tidak akan baik-baik saja," ujar perempuan itu lantang membuat bibir Farrel terkatup. Shira berubah, wanita itu tidak seperti sebelumnya, apa waktu yang mengubahnya menjadi seperti ini?
Farrel menarik kasar pergelengan tangan mantan istrinya lalu menyeretnya ke dalam mobil.
Shira menyeringah lalu segera memakai seltbeat. "Jika ke hotel, kamu yang harus bayar, kalau tidak mau mari lakukan di kontrakanku, temanku sedang bekerja."
"Lepas!" Farrel menghempas kasar tangan sang lelaki. "Aku kira kamu masih sama." Lelaki itu menjalankan kasar mobilnya.
"Aku? Masih sama?" Shira tertawa keras. "Setelah kamu menyelingkuhiku? Setelah kamu menceraikanku tanpa uang tunjangan? Kamu berharap aku masih sama?"
"Turun!" Napas lelaki itu terengah, tidak menyangka sama sekali wanitanya berubah seperti ini, dirinya terkejut? Tentu saja.
"Kamu mau menurunkanku dikolong jembatan? Seperti saat kamu membuangku dulu?" Shira menatap remeh lelakinya. "Sudah lupa? Perlu aku ingatkan secara detail?"
"Turun, Lashira!" Perempuan itu semakin tertawa, jika Farrel sudah menyebutkan namanya secara panjang sudah dipastikan emosinya sudah di ujung tanduk. "Turun, atau aku akan...."
"Akan apa?" Saut wanita itu pelan. "Akan memperkosaku di sini?" Perempuan itu maju membelai dada sang lelaki.
"Menjijikan kamu!"
"Yakin jijik?" Shira semakin maju, menubruk tubuh mantan suaminya lalu menciumnya, tidak memberikan jeda ketika lelaki itu ingin membuang muka, sampai pada akhirnya Farrel membalas ciuman itu dengan ganas lalu mulai menarik baju Shira agar terlepas.
"Kamu tidak pernah bisa menolak ciumanku, memang benar, bukan?" bisik Shira setelah melepaskan lumatannya.
"Brengsek kamu, Shira!" Farrel mendorong kasar tubuh sang mantan istri.
"Akhhh." Kepala Shira terbentur dashboard.
"Kamu? Kamu tidak apa-apa?" Shira membenarkan cepat pakaiannya lalu terkikih.
"Bagaimana dulu kamu tega membuangku yang tidak berdaya ini, walau nyatanya melihatku terluka sedikit saja wajahmu sudah sepucat ini," ujar wanita itu mengejek sambil membelai wajah lelakinya. "Kamu dibutakan oleh wanita itu, wanita yang langsung mundur saat tau kamu sedang sakit." Farrel terperangah, bagaimana Shira bisa tau?
"Jangan bertanya aku tau dari mana, karena aku tidak sebodoh yang kamu kira." Perempuan itu keluar dari mobil dengan wajah penuh kemenangan.

"Widih, pergi nyelonong sendiri sekarang mah, nggak bilang dulu!" Luna mencibir ketika pintu kontrakan terbuka."Berisik dah lu," jawab perempuan itu sambil masuk kamar mandi untuk berganti baju."Eh lu ke mana sih, di telfon nggak nongol." Shira keluar kamar mandi, terduduk sambil mengeringkan tangan dan kakinya yang basah."Kepo!" Lidah perempuan itu terjulur."Eh, woy, gincu lu kenapa?" Mulut Luna terbuka. "Wah nggak bener, habis slepetan sama siapa lu?!""Hah?" Dengan tergesa Shira menyamber kaca di samping."Emmm ini," ujar Shira tergagap. "Tadi aku pake masker jadi gini." Alibi wanita itu berjalan."Itu bekas slepetan keleus, pake masker nggak begitu," ujar Luna tidak percay
"Wah, wah, kalian ngapain?!" Suara berat itu menggema."Emmm, Ken lepas, huh ...." Dorongan keras Shira berikan kepada mantan suaminya."Kalian berdua berbuat mesum?" Shira menggeleng cepat."Pak, ini ....""Kamu tau aturan di desa ini 'kan, Shira? Kalau ada yang berbuat mesum harus apa?" ujar lelaki paruh baya itu tegas."Pak, saya bisa jelasin," ujar Shira mengelap kasar bibirnya. "Ken, aku mohon jelaskan." Mata Shira berkaca, menatap Farrel yang masih setia membisu."Memang aturannya apa kalau berbuat mesum di sini?" tanya lelaki itu tanpa dosa."Ken Farrel!" Teriak Shira."Apa?" jawab lelaki itu santai."Kalian harus menikah.""Menikah?" Dahi Farrel mengkerut. "Hanya karena berciuman harus menikah?""Ini pedesaan, aturan di sini begitu, sudah turun temurun." Jelasnya."Pak, sa
--"Gue pergi semalem si Shira sama Ken udah kawin, gila nggak tuh?!" Gibah pagi hari resmi dimulai."HAH, BENERAN?" Indah yang sedang ngemil hampir saja menyemburkan makanannya."Tadi pagi pas gue masuk rumah, begitu berdosanya lihat Ken telanjang dada dan si shira rambutnya basah," ujar Luna melebih-lebihkan, perempuan satu ini memang pantas disebut 'Ratu Gibah'. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Shira yang baru keluar dari kamar mandi karna rambut panjangnya terkena kecap yang tumpah di dapur dan Ken yang akan mengambil jam tangan di meja depan, kebiasaan lelaki itu memang tidak berubah, selalu menunda memakai baju jika sehabis mandi."Astafirullah, Shir, kamu?" Tatapan tajam Indah serasa ingin menghakimi."Lu kompor banget sih, Lun," ujar Shira kesal.
-"Kamu tau nggak, tempat apa yang akan aku kunjungi setelah sembuh?" Perempuan itu membuka pembicaraan.Bibir mungil itu mengerucut. "Oke, aku paham kalau kamu nggak suka diajak bicara pas nyetir.""Aku pengen banget ke pantai lagi, jalan di tepian terus nunggu ombak dateng, kamu inget nggak pas honeymoon dulu?" Tidak ada jawaban, lelaki di sampingnya tetap saja diam."Ah, itu es cream kesukaanku, kenapa nggak berhenti? Aku bukannya udah pesen kalau mau mampir?" perempuan itu terus saja berbicara.Decitan rem terdengar. "Mas!""Kamu kenapa berhenti mendadak? Gimana kalau tadi kepala aku kebentur?"
Shira membuka mata, jam masih menunjukan pukul lima pagi tapi matanya tidak bisa tertutup kembali, semalam saat lelaki itu berkata ingin memanfaatkannya, Shira tidak lagi bisa berbicara, lidahnya kelu, tubuhnya lemas, dan otaknya kosong. Lagi pula apa yang bisa perempuan itu harapkan dari lelaki yang sudah berkhianat? Cinta dan kesetiaan? Bodoh jika iya. Memilih bangkit, perempuan itu mengikat cepat rambut panjangnya."Sudah bangun?" Shira terperanjat, lelaki itu sudah berdiri di depan, semalam dengan tidak tau diri, Ken mengambil tempat tidur istrinya dan dengan bodoh Shira menurut begitu saja. "Kamu banyak berubah, Lashira mana pernah bangun sepagi ini? Hmm?"Perempuan itu tidak mengubris, memilih menjauh dari sang suami, tapi sebuah tarikan membuat tubuh Shira menabrak kasar dada Ken."Lepas!" Shira mendorong kasar lelakinya. "Kamu boleh membuatku menjadi milikmu kembali, ta
"Kamu gila?" Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Farrel."Tapi itu kenyataannya, aku dan Shira sudah menikah." Lelaki itu berkata tanpa ragu."Apa kurangnya Sandra? Dia cantik, baik, kaya dan pastinya sempurna!" Saut wanita paruh baya itu membuat tawa Farrel menggema."Baik?" Ulang Farrel tidak percaya. "Wanita selingkuh dan diceraikan suaminya itu baik di mata Mama?"Nuria terpingkal. "Apa bedanya sama kamu yang juga selingkuh dan diceraikan?""Papa tidak peduli! Kamu tidak boleh menikah dengan anak pembohong itu!" Potong Aji marah."Aku dan Shira sudah menikah, restu kalian tidak perlu." Ketika lelaki itu akan keluar sebuah tarikan dan pukulan kembali Farrel dapatkan."Papa!" Teriak Nuria histeris."Anak ini benar-benar kurang ajar jika dibiarkan!""Farrel, tidak bisa kah kamu menuruti kata Papa sekali saja?!" Mata Nuria b
"Hujan deres banget ini, Shira balik bareng gue aja sih ya?" Luna mengamati tetesan air yang jatuh dari jendela."Bukannya mau dijemput calon misua?" Kerutan di dahi Shira muncul."Ya nggak apa lah nanti anter lu dulu.""Mau bonceng tiga gitu?" Saut Indah dari dapur."Itulah, puyeng gue juga." Luna menggaruk kasar rambutnya."Udahlah gue balik sendiri juga berani.""Masalahnya kalo ujan kaga ada bus." Luna menyentil dahi sahabatnya."Naik taksi lah." Dengan sombong perempuan itu menyibak kucir kudanya."Duit aman?" Bukan pertanyaan ini lebih mirip ledekan.Shira menghembuskan napas kesal. "Ken punya utang ke gue belum dibalikin, kesel.""Nggak dikasih duit bulanan?" tanya Indah heran."Auk lah males.""Shir, gue merasa aneh banget sih sama lu, bukanya cinta lu sama Farrel itu nggak ad
Perempuan itu berjalan perlahan, menutup pintu hati-hati karena takut seseorang terbangun karena dirinya."HalloIbu....""........""Shira udah dapet uangnya, besok pagi langsung Shira transfer."".......""Enggak, Bu, Shira nggak mau Shania marah.""........""Tapi, Bu....""Ibu, hallo, Bu...."Shira menggerang ketika telfon dimatikan sepihak, tidak, dirinya tidak boleh pulang kampung! Shania akan sangat murka jika tau kepulangannya."Belum tidur?" Jika tidak secepat kilat Shira menangkap ponsel semi buluknya itu sudah bisa dipastikan benda pipih berwarna putih di tangannya sudah terkapar di lantai."Kenapa?" Walau kesal Shira tetap saja bertanya, menatap garang wajah sang suami."Buat