Share

Bagian 7 : Cinta Membutakan Segalanya.

"Tumben ngajak gue ke tempat beginian?" Farzan mengkerut, tidak ada tempat yang lebih menyenangkan dari pada club, Farrel sendiri yang pernah mengatakan hal itu. "Haduh, ditanyain diem aja, kali ini yang bermasalah telinga atau mulut lu?!" Lelaki itu terus berbicara walau langkahnya tetap bergerak.

"Tanya sekali lagi, mending lu pulang!" Ditariknya cepat kursi kayu itu lalu Farrel duduki.

Farzan mengkerut, ikut menarik kursi dan duduk tepat di hadapan sang sahabat. "PMS atau gimana sik, judes amat jadi manusia?!"

Tidak ada jawaban, duda keren itu malah membuka buku menu untuk mencari makanan yang akan dirinya pesan.

"Eh, bukanya itu Shira, ya?" Suara Farzan tidak lelaki itu gubris, dia tau semua tentang sang mantan, bahkan dia bisa bertarung bahwa wanita itu tidak akan menginjakan kaki di restaurant dengan menu seperti ini. "Eh, bener! Itu mantan bini lu, duit dari mana bisa makan di sini." Farzan mengkerut, pasalnya menu makanan di tempat ini memiliki harga yang lumayan tinggi untuk kalangan seperti mantan istri sahabatnya itu. "Bro, asli, itu Shira!" Guncangan kasar mengenai pergelangan tangan Farrel.

"Apaan sih! Dia alergi seafood, nggak mungkin ke sini!" Suara tidak bersahabatnya menggelegar.

Dagu Farrel terangkat, ketika tangan kokoh Farzan mengangkatnya. "Dia lagi makan, padahal setahu gue semua makanan di sini mengandung seafood, bahkan bumbu utamanya pun begitu."

Mata setajam elang milik Farrel melotot, tangannya tergegam kuat, Shira bukan wanita ceroboh, mantan istrinya itu adalah manusia terteliti yang pernah dia temui. Bahkan Shira merupakan perempuan yang menanamkan perfeksionis, kecenderungan seseorang untuk selalu memiliki atau mencapai kesempurnaan.

Lelaki tiga puluh tahun itu berdiri, mata pekatnya tidak berkedip menatap sang mantan yang masih saja menikmati hidangan yang berada di meja. Langkah cepatnya menggelegar, memilih berlari dan menepis kasar sendok yang hampir kembali masuk ke mulut Shira, sesuatu yang membuat ketiga wanita yang berada di sana menengok secara bersamaan. "Apa yang kamu lakukan?!"

"Kamu makan apa, Lashira?!" Dengan wajah merah padam lelaki itu memukul kasar meja hingga menyebabkan suara pecahan terdengar. "Udah nggak waras kamu, pengen mati?" Tatapan setajam paku itu berhasil menusuk kasar pengelihatan Shira.

Wanita itu terdiam, untuk sekedar menjawab bahkan dirinya tidak mampu, rasa sesak seperti bergulat tepat di jantungnya. "Dadaku, sakit."

Tanpa berpikir lelaki itu mengikis jarak, menendang kasar meja hingga hampir terguling dan setelahnya mengambil tubuh mungil separuh nyawanya. Mengabaikan tatapan sekitar yang sudah pasti seperti melucuti tubuhnya.

"Eh, eh mau dibawa ke mana?" Langkah pastinya terhenti, ketika seorang wanita menarik pergelangan tangan.

Jemari itu terhempas saat tanpa ampun Farrel menyingkirkan. "Temanmu bisa mati jika tetap dibiarkan! Dia tidak bisa menyantap makanan seperti ini!"

Teriakan penuh kemarahan seorang Ken Farrel Aditama mampu membungkam seluruh mulut manusia yang berada di sana.

"Ken, sakit." Kemeja lelaki itu teremas, mata mereka beradu, tatapan sayup milik Shira dan tatapan penuh ketakutan Farrel bertemu di satu titik.

"Aku bersumpah, kamu tidak akan kenapa-kenapa." Lelaki itu berlari, mendekap erat tubuh wanitanya, menerobos jalanan tanpa menghiraukan teriakan sekitar. Tidak ada yang lebih berharga dari wanita ini, tidak akan pernah ada!

***

Kedua mata itu mulai mengerjab ketika merasakan pantulan cahaya yang berusaha menerobos indra penglihatan. "Ini di mana?"

"Sadar juga elah, orang misqueen pake acara alergi segala ---" Mulut Luna seketika terbungkam.

"Ini di rumah sakit, diem!" Indah melotot galak.

"Nggak usah bangun dulu." Perempuan itu menghalangi ketika Shira akan mengangkat tubuh. "Ada yang sakit? Dada mungkin? Butuh dipanggil dokter?" lanjut Indah penuh kekhawatiran.

Shira menggeleng, memegang kuat kepalanya yang terasa pening. "Apa yang terjadi?"

"Lu pingsan, terus mantan laki lu tendang meja ampe gelas berjatuhan, gilak ya keren parah, makanya lu masih cinta orang laki lu juga kayaknya masi naruh ---"

"Apa?!" Shira melotot. "Ken? Dia tolongin aku?"

"Amnesia dia?" Luna menatap Indah ngeri.

"Shir, kamu lupa?" tanya Indah pelan membuat wanita itu meremas kasar rambutnya, berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi.

"Lalu Ken ke mana?" tanya Shira tidak sabar.

"Udah inget?" Indah memastikan.

Shira mengangguk. "Dia gendong aku."

"Dia lari ke jalan raya, dia nerobos gitu aja, gila keren parah, bahkan dia masih inget kalau kamu alergi seafood," ujar Luna menggebu-gebu.

"Dia udah pergi pas aku sama Luna ke sini dan semua administrasi udah dia lunasi," ucapan Indah membuat bibir Shira terkunci. "Farrel ternyata tidak sejahat itu, tetapi dia tetap jahat, luka masa lalu tidak mungkin termaafkan semudah itu' kan, Shir?"

"Walau memafkan itu mudah, tetapi kembali seperti semula memang terdengar tidak mungkin." Shira terdiam sejenak. "Itu jika hati tidak ikut bekerja," lanjutnya lirih.

Indah menggeleng. "Hampir saja aku menganggapmu berubah."

"Udah tau goblognya Shira itu sampe ke tulang, mana ada berubah." Dan kali ini tawa ketiganya terdengar.

"Aku bahkan bisa memaafkan setiap kesalahannya, kecuali mendua, ketika kamu tau ada wanita lain di hati lelakimu, itu benar-benar terasa menyakitkan. Aku bisa berbagi apa pun selain suami, apa aku terlalu egois jika meminta satu hal itu?" Keduanya terdiam sejenak, lalu sedetik kemudian pelukan itu Shira dapatkan. "Aku tau kekuranganku saat itu, aku kira Ken bisa menerimanya, kami saling mencintai, bahkan pernikahan itu berjalan begitu membahagiakan, Ken begitu mencintaiku, bahkan dia pernah berkata bahwa hidup pun akan dia berikan padaku."

"Keluarkan semuanya, Shira, keluarkan sakit yang pernah kehidupan torehkan di hatimu, jangan di pendam, itu akan lebih menyakitkan." Pelukan itu semakin menguat, beserta kata-kata dukungan sebagai penyemangat.

"Dia meninggalkanku, dia melepaskanku, dia tidak keberatan ketika aku menawarkan perceraian." Napas Shira tersenggal. "Semua kenangan yang terukir, semua cinta yang pernah ada, dia bisa melupakan semua itu hanya karena satu kesalahanku, bagaimana mungkin semua kenangan menyenangkan itu dia lupakan hanya karena satu kesalahan yang ada di diriku, karena aku tidak lagi bisa berjalan, aku tidak lagi bisa menemaninya berkeliling dunia dengan kedua kakiku," lanjut Shira menangis keras, bahkan air liur sampai menyedak tenggorokannya.

"Aku tidak pernah menolak permintaan lelaki itu, bahkan ketika dia menyuruhku menggugurkan kandungan, aku melakukan hal gila itu, aku membunuh bayiku." Tubuh keduanya menegang, dengan kasar Indah melepaskan pelukannya.

"Shira, kamu bilang apa?" Luna yang masih memeluk Shira perlahan mulai menjauh.

Perempuan itu mendongak, berusaha menyeka air mata walau nyatanya gagal. "Kami benar-benar saling mencintai, kalian tidak akan pernah mengerti cinta apa yang kami miliki. Menikmati hidup berdua itu sungguh menyenangkan, kami bisa bebas pergi ke mana pun tanpa gangguan, kami bisa bergelung ber jam-jam tanpa ada sesuatu yang mengganggu."

"Cinta?" Indah tertawa. "Cinta seperti apa yang kamu maksud, Lashira? Kalian saling mencintai tapi membunuh tanda cinta itu? Pikiran seperti apa itu?!" lanjut perempuan itu tidak percaya, otak macam apa yang dimiliki sahabatnya ini.

"Kamu tidak akan mengerti, ketika cinta membutakan segalanya, semua yang datang akan dianggap orang ketiga, begitu pun juga anak," jelas Shira tersedu.

"Kamu bisa menyingkirkan anakmu tapi kenapa kamu tidak bisa menyingkirkan pelakor dalam rumah tanggamu? Kamu punya nyali mencincang bayimu yang bahkan masih berupa gumpalan tapi kenapa kamu tidak ada nyali menyakiti perempuan perebut suamimu? Kenapa kamu malah menyerah dan membiarkan hidupmu sehancur ini?!" teriak Indah menarik kasar bahu sang sahabat.

"Karena Ken menyukai perempuan itu dan kebahagiaan dia adalah detak jantungku."


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status