Share

Nabilla: Sahabat

"Saat semangat sedang layu, kalian sahabat yang selalu ada. Cahayakan pagi, damaikan malam dan terbitkan senyum dibibir. Saat-saat bersama kalian, tidak akan pernah terlupakan karena terasa indah, terimaksih sahabat."

----------

Seperti biasa, setelah shalat subuh Nabilla membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Walaupun Nabilla sering tidak pernah diberikan sarapan oleh ibu dan kakaknya.

Pagi ini Nabilla memilih memasak nasi goreng, Alhamdulillah tadi malam ada tetangga yang sedang menggelar hajatan dan memberikan berkat kenduri ke rumah Nabilla. Setelah usai dengan pekerjaan rumahnya, Nabilla bersiap untuk sekolah sebelum ia bertemu dengan ibu dan Linda, Nabilla takut mereka akan melarang dirinya untuk berangkat sekolah. Mengingat semalam ibunya kembali menyuruhnya untuk berhenti sekolah dan lebih baik bekerja.

Nabilla telah sampai di sekolah sedikit lebih awal dari biasanya, ketika ia ingin mendorong sepedanya memasuki gerbang sekolah bahunya ditepuk oleh seoang laki-laki yang biasa aja menurutnya tapi selalu luar biasa di mata sahabatnya Jihan. Ya, siapa lagi kalau bukan Narendra Ilham Nugraha, pacar sahabatnya sekaligus sahabatnya yang selalu narsis tapi baik.

“Guten morgen, Nabilla yang cantiknya kembaran sama bebeb Jihan.” Sapanya dengan senyum khas seorang Narendra.

“Pagi, mas Narenndra.” Balas Nabilla yang menahan tawa.

“Kamu udah bawa surat lamarannya kan?” Narendra membantu mendorong sepeda Nabilla hingga sampai parkiran khusus siswa.

“Udah dong, terimakasih banyak ya. Eh tapi, mas Naren dapet info dari mana?” Nabilla tahu bahwa hotel yang dikasih tahu Narendra adalah hotel besar di kotanya.

Narendra bingung ingin menjawab apa, pasalnya semalam ia yang memohon pada Varo supaya mau menerima Nabilla kerja. Dan Narendra juga tidak mungkin bilang ke Nabilla kalau hotel itu milik abangnya. Narendra tahu, pasti Nabilla akan menolak jika hotel itu milik abang sepupunya. Mengingat Varo yang selalu bertingkah aneh jika di hadapan Nabilla dan selalu membuat Nabilla risih. “Oh itu, aku dapat info dari i*******m.” Bohongnya, dan Nabilla pun percaya begitu saja.

Nabilla berjalan bersama Narendra menuju kelas dengan canda tawa. Setiba di depan kelas ternyata Jihan dan Olivia sudah menunggu Nabilla di depan kelas Nabilla. Mereka bertiga masuk ke dalam kelas istimewa yang hanya terdiri dari 15 siswa itu, sementara Narendra memlilih ke kelasnya yang berseberangan dengan kelas Nabilla.

Nabilla langsung mendudukan diri di bangkunya, disusul Jihan yang duduk di samping Nabilla dan Olivia di depan meja Nabilla yang ada kursi kosongnya. Jihan mengeryitkan dahinya ketika Nabilla mengeluarkan buku-buku lamanya.

“Tunggu dulu….., buku lama? Bukannya seharusnya Nabilla sudah harus mengganti dengan buku yang baru ya?” Jihan membatin dalam hati dengan masih fokus menatap buku-buku lusuh Nabilla.

Jihan ragu untuk bertanya. “Emmm, Na…..” Panggil Jihan.

“Ada apa, mbak?” Nabilla menatap Jihan.

“Itu…anu…..” Jihan bingung ingin mengatakan apa, jujur saja ia merasa tidak enak harus menegur Nabilla tentang buku lusuhnya.

“Kamu kenapa sih, Han?” Tanya Olivia yang melihat Jihan ragu ingin mengatakan sesuatu.

“Apa, mbak?”

“B-buku kamu… itu bukannya buku semester lalu dan sudah harus ganti ya?” Akhirnya Jihan dapat mengatakan juga.

              Nabilla diam sejenak, ia menatap buku lamanya diikuti Olivia yang langsung mengangguk setuju dengan pertanyaan Jihan. Tidak lama Nabilla kembali menatap Jihan dengan mengukir senyum. “Oh iya, soalnya aku belum punya uang buat beli buku baru makanya belum ganti. Nanti kalau udah kerja dan udah gajian aku beli baru.” Jelas Nabilla membuat Jihan dan Olivia saling pandang.

“Bukannya kamu dapat bantuan dari sekolah buat keperluan kamu selama sekolah ya? Terus uang yang dari sekolah itu kamu kemanain, Na?” Tanya Olivia hati-hati, ia takut akan menyinggung perasaan Nabilla.

Nabilla diam memandang Jihan dan Olivia bergantian, gadis cantik itu nampak bingung harus mengatakan apa. Tidak mungkin ia jujur bahwa uang bantuan dari sekolah diminta kakaknya untuk bersenang-senang. Meski ibu dan kakaknya selalu berbuat jahat padanya, ia tidak mau menjelek-jelekkan keluarganya meski itu didepan sahabat-sahabatnya sekalipun.

“Itu uang bantuan dari sekolah dipinjam mbak Linda buat bayar kuliah, kasihan kan kalau dia telat bayar. Buat keperluan sekolah ku, nggak begitu penting, kan masih ada buku lama.” Ujar Nabilla berbohong untuk menutupi tabiat buruk keluarganya.

Ia memang sudah memberikan uang itu kepada Linda, namun kakaknya itu mempergunakan uang itu bukan untuk kuliah melainkan bersenang-senang bersama teman-temannya.

Jihan tahu Nabilla berbohong, walaupun tidak sepenuhnya tahu kehidupan Nabilla karena memang Nabilla yang selalu tertutup mengenai keluarganya. Namun Jihan sedikit tahu bahwa ibu dan kakaknya selalu berbuat tidak baik kepada Nabilla, ia pun baru mengetahui hal itu saat bapaknya Nabilla meninggal.

Wajar sih sahabat-sahabta Nabilla tidak pernah tahu penderitaan Nabilla selama ini, karena memang mereka tidak pernah mendengar Nabilla berkeluh kesah. Gadis ayu itu selalu mengukir senyum walaupun sejujurnya dibalik senyum manis yang terpancar selalu ada kepedihan yang selalu Nabilla tutupi. Jihan yang sudah mengenal Nabilla sejak delapan tahun lalu, tidak bisa memaksa Nabilla untuk terbuka kepadanya perihal keluarga sahabat yang selalu dianggapnya adik itu.

“Oh gitu.” Jawab Olivia dan Jihan mengangguk.

Olivia teringat akan sesuatu, ia tersenyum sambil menatap penuh harap kepada Nabilla. “Na, nanti kita temenin ngelamar kerja di Queen hotel ya.” Pinta Olivia pada Nabilla.

“Nggak usah ah, aku kan bawa sepeda.” Tolak Nabilla.

“Sepedanya kan bisa ditinggal di sekolah, nggak kasihan apa sama aku yang udah repot-repot bawa mobil, iya nggak Han?” Olivia mengerucutkan bibirnya sambil memasang muka ngambeknya membuat Nabilla tidak enak hati.

Nabilla sebenarnya tidak ingin merepotkan sahabat-sahabatnya, namun melihat Olivia yang membuang muka enggan menatapnya, Nabilla menghela nafas. “Ya udah deh, tapi nggak ngerepotin kalian kan?” Ucap Nabilla yang akhirnya menuruti Olivia dan Jihan, namun ia juga memastikan bahwa dirinya tidak mengganggu waktu dan merepotkan sahabat-sahabatnya itu.

“Ya nggak lah, justru kita seneng. Iya kan, Han?” Olivia tersenyum pada Jihan yang juga tengah tersenyum senang.

“Iya, kita kan sahabat.” Dengan senyum Jihan berucap seraya menyenggol bahu Nabilla.

----------

Suara bel pulang berbunyi membuat para siswa langsung memasukkan peralatan belajar mereka ke dalam tas termasuk Nabilla. Nabilla memasukkan peralatan belajarnya dan segera ke toilet dengan penuh semangat. Ia segera mengganti seragamnya dengan pakaian yang sudah ia bawa dari rumah.

Nabilla keluar dari toilet, ia menyusuri beberapa koridor kelas hingga tiba di depan gerbang sekolah. Nabilla langsung masuk ke dalam mobil silver milik Olivia. Nabilla duduk di kursi penumpang bersama Olivia sementara Narendra sudah bersiap mengemudikan mobil dengan Jihan yang duduk di sebelahnya.

Selama perjalanan, Nabilla bercerita kepada sahabat-sahabatnya. Kenapa dirinya mencari kerja part time padahal Nabilla juga sudah mengajar privat setelah maghrib. Nabilla tidak ingin menggantungkan hidup pada ibunya, dan satu bulan lagi Nabilla harus mewakili sekolah untuk olimpiade ke Singapura. Walaupun semua biaya ditanggung sekolah, tetap saja Nabilla harus punya bekal sendiri.

Sesampainya di halaman parkir hotel, Nabilla menatap takjub hotel yang sangat mewah bertuliskan 'Queen Hotel' itu. Entah Nabilla tidak sanggup menghitung berapa banyak lantai hotel dihadapannya kini.

Nabilla berjalan mengikuti satpam yang akan membawanya ke ruang HRD, sementara sahabat-sahabatnya menunggu di café yang ada di lantai dasar hotel itu. Nabilla memberikan berkas-berkas yang sudah ia persiapkan kepada staf HRD. Ia menunggu panggilan interview di ruang yang sudah disiapkan bersama beberapa pelamar lainnya.

“Pak Varo, gadis yang anda bicarakan tadi, ia mengikuti walk interview di hotel ini, Nabilla Fathiyah Hasanah.” Seorang sekretaris melapor pada atasannya.

“Sampaikan pada pihak HRD, biar saya sendiri yang mewawancarai gadis itu, dan untuk yang lainnya masih tetap ditangani pihak HRD.” Perintah atasan yang tidak lain adalah Alvaro.

Entah Varo yang mendapat laporan dari sekretarisnya mendadak menjadi gugup. Padahal ia biasa menggantikan abangnya menemui client yang hebat-hebat. Nah ini, dia ingin mewawancarai gadis SMA saja jantungnya loncat-loncat dengan keringat yang sudah singgah di keningnya, serasa habis lari marathon.

Bersambung……

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status