Tentu saja Lyara kaget. Tapi ia berhasil mengontrol wajah poker face-nya. Ia diam.Senyum mengejek Dinda terbit setelahnya, “Gue menerima dan mendampingi Raja meskipun tau semua itu,” katanya lalu duduk dengan lebih santai. Tangannya meraih gelas jus apel dan meminumnya dengan santai.Mata Lyara mengerjap.“Lo keterlaluan, Dinda!”“Itu kenyataan.”“Itu kecelakaan,” Maira mendelik. Suaranya dingin.Sejak Lyara duduk dan bicara dengan perempuan itu, Maira selalu tersenyum dan bicara dengan suara yang hangat. Tapi kali ini suaranya dingin dan menatap Dinda tak bersahabat.“Jangan bicara omong kosong!” ucap Maira lagi.Dinda melirik malas.Lyara menatap bergantian Dinda dan Maira. Kepalanya masih mencerna apa yang dikatakan Dinda, juga sanggahan yang dilontarkan Maira.“Lo mau tau juga gak, Din?” tanya Lea memecah hening di antara mereka.Lirikan Dinda kini tertuju pada Lea.Senyum Lea berubah lebih dramatis, ia memutar tubuh jadi menghadap Dinda. Matanya mengerling jahil, lalu suaranya k
Mata Raja melirik ke sekitar saat tidak melihat Lyara di tempatnya berdiri tadi. Lalu ia menemukannya, Lyara yang sedang duduk di meja yang sama dengan dimana Dinda berada. Sudut bibirnya kembali tertarik dan mengangguk, ia kembali menoleh pada lelaki tua di depannya dan dengan lebih lega menjawab basa-basi yang akan menguntungkannya ini.Lyara juga bisa melihatnya, Raja yang menoleh kembali pada lawan bicaranya di sana. Ia tersenyum dan kembali menatap seorang perempuan yang lebih tua darinya. Maira adalah orang yang punya Kukupu Atire, kebaya pernikahan Lyara dibuat olehnya. Ia juga adalah istri dari pemilik The Palace, mall tempat Lyara bertemu dengan Raja saat face painting dulu. Raja dan Dharma, suami Maira, adalah saudara sepupu.“Kak Raja itu kakak sepupu suamiku, Ra, kita pernah ketemu waktu kalian menikah,” ucapnya dengan suara yang lembut, seperti yang di katakannya, mereka memang pernah bertemu saat acara di Bali ataupun acara resepsi.Kepala Lyara mengangguk, “Iya, aku ing
Pikirannya kembali mengingat saat Leora bertanya tadi pagi selagi ia menutup mata membiarkan dirinya dirias. Pertanyaan Leora yang tepat sasaran membuat Lyara terpingkal sendirian. Ia tidak bisa berkata lantang, “Ya! Benar sekali!” tapi malah tertawa sampai air matanya merembes dari ujung mata.“Yang bener aja, Yora! Kamu kebanyakan nonton dracin, ah,” jawab Lyara akhirnya.Tapi ternyata adiknya benar-benar menantikan jawabannya. Melihat itu, Lyara berdeham lalu menatap Leora tak kalah serius, “Kalau itu yang melintas di kepala kamu, coba sebutkan keuntungan apa yang Mas Raja dapatkan dari aku? Dari keluarga kita?”Leora mengedip.“Gak ada. Bisnis ayah bangkrut, aku cuma pecundang yang gak bisa membantu apa-apa untuk ayah. Untuk menyelamatkan perusahaan, menyelamatkan pabrik. Aku gak semenguntungkan itu untuk Mas Raja, Yora. Aku gak bisa membuat diriku berguna seperti Dinda mantannya itu,” jelas Lyara dengan lembut. Dirinya benar-benar merasa sangat rendah.Tangan Leora melingkar meme
Lagi-lagi. Lyara tidak bisa tidur. Padahal ia sudah mengabari Leora dan Mama bahwa mereka bisa pergi jalan-jalan hari minggu nanti. Ia juga sudah berbaikan dengan Raja tadi pagi. Ia juga tidak melupakan apapun dan tidak melakukan kesalahan apa-apa hari ini. Tapi kepalanya berisik. Ia tidak bisa tidur jika kepalanya terus berisik seperti itu.Sekali lagi, Lyara menutup matanya dan menarik napas dengan tenang. Tapi tetap saja. Ia tidak bisa. Ia—“Yara?”Tubuh Lyara tersentak saat tangan Raja menyentuh pundaknya. Saat Raja memanggil namanya. Seperti reaksinya yang sudah-sudah, Lyara akan langsung bangun duduk, mengepalkan tangan dan menahannya menjadi pelindung di depan dadanya. Jantungnya beredebar, ketakutan menguasainya lagi. Matanya mengerjap. Itu Raja. Itu lelakinya. Itu suaminya. Bukan siapa-siapa. Bukan orang kurang ajar yang sudah menyentuhnya.Kepala Lyara mengangguk saat suara di kepalanya menyadarkannya kembali.Pandangannya kembali fokus dan ia bisa melihat bagaimana Raja me
Benar saja. Sampai alarm berbunyi pukul empat, Lyara membuka mata yang tidak bisa terlelap. Sedangkan Raja yang baru tiga jam lalu masuk ke kamar dan berbaring di sampingnya terdengar tidur dengan pulas. Bangun tidurnya kali ini bertambah berat, karena lagi-lagi hari ini ia tidak punya kegiatan apa-apa. Hari ini ia sudah tidak bertemu dengan Kamara. Juga dengan Raja yang marah padanya, rasanya melelahkan.Lyara menghela napas, ia baru akan melepaskan selimut saat tangan Raja melingkar di perutnya dan menariknya dengan mudah ke dalam pelukan lelaki itu. Lyara tidak berdaya menolak, karena selain kaget dengan aksi tiba-tiba itu, tangan kekar Raja benar-benar kuat dan tidak bisa ditolak dengan tubuh mungilnya.“Karena kamu aku gak bisa tidur,” kata lelaki itu dengan suara serak.Lyara mengerjap, “Mas pulas, kok,” sanggahnya,“Aku hanya berusaha bernapas dengan tenang,” jawab Raja, “Kamu yang cemas semalaman,” lanjutnya.Tidak bisa membantah, karena memang itu nyatanya, Lyara menutup mulu
Tangan Raja mengulur pada Lyara yang masih duduk di sampingnya dan disambut Lyara dengan riang. Keduanya kembali berjalan sambil bergandengan tangan. Setelah magrib tadi, Raja menawarkan jalan-jalan malam dengannya. Tanpa ragu, Lyara segera mengiyakan ajakan itu. Sekarang, setelah makan malam bersama di salah satu omakase favorit Rania yang direkomendasikan pada mereka, mereka berjalan bersama mengelilingi taman di rooftop mall. “Apakah Dinda yang melakukannya?” Lyara mencoba mencari tahu. “Apa?” Tanya Raja sambil menoleh pada Lyara. “Yang Mas bicarakan dengan Kakek tadi sore,” jawab Lyara. Raja mengangguk setelah mencari maksud pertanyaan Lyara, “Kami terlibat beberapa proyek bersama. Tapi karena pernikahan itu gagal, Dinda membalasnya dengan sangat baik,” jawab Raja. “Bukankah Dinda yang selingkuh?” “Tidak peduli siapa yang lebih dulu, Dinda tetap dendam karena kita menikah,” jawab Raja.“Mas yakin aku tidak perlu melakukan apapun untuk bisa membantu? Aku mungkin bisa minta to