Agensi tempat Lyara bernaung adalah sebuah agensi penyedia talent untuk semua kebutuhan. Butuh pacar sehari? Butuh calon istri? Butuh pelakor untuk jadi viral? Looking For You jawabannya. Semua kebutuhan entertainment tersedia disana. berada di bawah sebuah Production House ternama di ibukota, Lofou menjadi salah satu agensi yang besar.
Banyak yang sudah menggunakan jasa dari Lofou. Pacar-pacar palsu macam Lyara yang menjadi pajangan dan gandengan di berbagai pesta dan acara keluarga. Wajah-wajah yang terpampang di akun-akun gosip yang menjadi simpanan artis juga beberapa diantaranya adalah talent dari Lofou. Beberapa talent juga adalah artis-artis sosmed di berbagai flatform. Lyara tidak akan pernah tahu agensi seperti itu benar-benar nyata sampai ia bertemu Rakha. Dua tahun lalu. Setelah dua tahun menjalani pekerjaan ini, Lyara makin pandai dalam berakting. Makin lihai menipu orang-orang. Makin sulit untuknya melepaskan diri dari pekerjaan tipu-tipunya. “Jadi, tadi itu bagian dari pekerjaan?” Lyara mengangguk mendengar pertanyaan Raja. Lelaki itu menyeringai lalu menatap Lyara, “Kalau begitu, kamu bisa bekerja sama denganku.” “Tidak bisa.” “Kenapa?” “Anda belum menandatangani kontrak dengan kami. Anda juga belum melakukan pemesanan untukku. Tapi sebagai peringatan, jadwalku cukup padat. Jadi, jika anda tidak memesan aku lebih awal, mungkin anda akan lebih lama berada dalam waiting list,” jawab Lyara. Lyara sudah hapal dengan semua jenis penipuan. Pekerjaannya termasuk ke dalam kategori itu. Jadi, ia tidak mungkin membiarkan penipu sepertinya ditipu oleh orang lain. Meskipun sepertinya orang seperti Raja bukanlah penipu. Lyara bisa melihat logo tombak di roda kemudi, interior mobil yang mewah, kursi jok yang empuk dan nyaman, pengharum mobil yang tidak membuatnya mual, juga keberadaan Genta yang memperkenalkan dirinya sebagai asisten pribadi Raja. Dan jangan lupakan bagaimana penampilan Dinda. Setelan buatan desainer ternama, kelly bag yang berada di tangannya, juga high heels dengan logo khas yang tidak mungkin barang imitasi. Semuanya tidak seperti mode penipu yang ada di diri Lyara. Dress hitamnya memang buatan desainer terkenal kelas dunia, Lady Dior-nya, high heels-nya yang juga bermerk terkenal, make up aduhai yang menghias wajahnya juga bukan main-main. Agensinya yang sudah memfasilitasi itu semua. Meskipun semua benda itu juga asli, tapi bukan miliknya. Yang asli dalam dirinya sekarang hanya tubuhnya. Bahkan wajah dan perasaannya sedang dalam mode penipu. “Baiklah. Aku mengerti,” jawab Raja. Lyara tersenyum, ternyata tidak sulit untuk membuat lelaki di sampingnya mengerti. Ia tidak harus menjelaskan apa-apa lagi kepadanya. “Tapi anda tetap harus membayar apa yang sudah aku lakukan tadi,” jawab Lyara. Raja mengangguk, “Tentu.” Mata Lyara melirik Raja. Ternyata uang memang tidak sulit untuk sebagian orang. Lelaki itu bahkan tidak protes dengan harga tembak yang diberikan Lyara. Lyara kembali mengangguk. “Tulis nomornya,” Raja mengembalikan kartu nama Lofou dan membalikannya. Menarik pena dari saku jasnya kemudian memberikannya pada Lyara. “Nomormu,” lanjutnya. Lyara memicing, “Nomor rekeningku,” katanya meralat. Raja terkekeh pelan. Kepalanya mengangguk kecil. Tangan Lyara menerima kartu dan pena dari tangan Raja. Menuliskan nomor rekeningnya dengan jelas di balik kertas putih itu. “Anda bisa mengirimkan bayaran kali ini langsung kepadaku,” katanya sambil meniup kertas. “Untuk selanjutnya, pastikan anda memesan atas namaku terlebih dulu,” lanjutnya sambil menyerahkan kembali kertas dan penanya. “Baiklah. Aku harus mengikuti prosedurnya,” jawab Raja. Tangannya menyimpan pena dan kertas kembali ke saku jasnya. “Benar. Anda harus mengikuti prosedur yang ada,” Lyara mengangguk. “Jadi, sekarang kamu mau kemana?” “Aku masih punya pekerjaan. Sudah kubilang jadwalku padat,” jawab Lyara. “Jadi, anda bisa menurunkan aku di depan,” lanjutnya sambil bersiap untuk turun. “Aku bisa mengantarmu,” ucap Raja. “Tidak terima kasih, Pak Raja. Anda cukup menurunkan aku di depan. Aku akan lebih berterima kasih,” jawab Lyara. Raja menarik napas, lalu mengangguk, “Baiklah kalau kamu memaksa,” jawabnya. Senyum Lyara mengembang, tapi ia masih tidak mengerti dengan arti tatapan yang diberikan Raja. Dan ia tidak mau peduli. Yang penting ia dibayar atas apa yang sudah dilakukannya tadi. Yang lebih penting lagi, Raja tidak keberatan dengan sepuluh juta yang diminta Lyara. Itu cukup. Sangat cukup. -o0o- Tangan Lyara mengangkat gelas mocktailnya yang segera beradu dengan gelas-gelas di tangan-tangan lain. Dengan senyum ceria tanpa cela, Lyara menyeruput kembali minumannya. Ia memilih minuman tanpa alkohol karena harus tetap menjaga kewarasannya. Juga untuk menjaga ucapan dan tindakannya sebagai pacar dari Anthony. Pacar palsu, tentu saja! Baik di hotel bintang lima tadi, di lobi hotel, maupun di night club seperti sekarang, statusnya sama. Yaitu sebagai pacar palsu. Sebagai talent yang dipekerjakan untuk peran ini, Lyara harus bisa menjaga dirinya agar tidak salah berbicara. Ia harus tetap profesional dan tidak menyinggung hal diluar yang sudah disepakati bersama. Yang lebih membuatnya ceria kali ini, Lyara sudah melihat notifikasi di ponselnya. Sepuluh jutanya sudah masuk ke dalam rekeningnya. Dan lelaki tinggi di sampingnya yang merangkul pundaknya dengan santai itu adalah Anthony. Klien keduanya malam ini. Klien ketiga jika Pak Raja dihitung sebagai klien tambahan. “Lo kenal Anthony dari mana, Ra?” seorang perempuan di samping kanan Lyara mendekat dan langsung bertanya dengan frontal. Lyara menahan kernyitannya karena bau alkohol yang tercium, “Kita latihan tembak di tempat yang sama,” jawabnya lancar. Jawaban yang sudah di sepakati dalam skrip. “Jadi lo kena tembakan jitunya Anthony?” Lyara memutar bola matanya, lalu tertawa. “Ih, anji* si Anthony dapet jackpot banget bisa bawa lo,” bisiknya lagi. Bisikan yang harus diucapkan dengan teriakan karena suara dentuman keras di sekeliling mereka. “I’m not that special,” Lyara menggeleng. “Lo gak tau, sih! Mantannya semua spek ani-ani!” Lyara membulatkan bibir. Ia tentu sudah tahu semua informasi tentang Anthony dari agensi, “Oh, ya? Aku doang yang keliatan bener, nih?” tanyanya, setengah bercanda. Pertanyaan Lyara disambut tawa. “Bener lagi! Lo yang keliatan paling bener dari cewek-cewek yang dibawanya,” salah satu cewek menimpali. Cewek di sampingnya mendekat padanya dan berbisik tepat di telinganya, “Hati-hati sama Anthony. Dia maniak!” Mata Lyara mengerjap. Ia tersenyum lalu mengangguk, “Makasih infonya,” katanya balas berbisik. Sungguh menghargai apa yang diberitahukan padanya. “Gue bilang karena lo keliatannya kayak cewek bener,” bisiknya lagi. Lyara kembali tersenyum. Ia mengangguk mengerti. “Sudah waktunya,” Anthony berbisik di telinga Lyara yang membuatnya mengerjap kaget. Lyara mematung sebentar sebelum kembali menguasai dirinya. Ia mengangguk. Scene terakhir dari perannya sebagai pacar Anthony adalah mereka berdua yang pergi menjauh dari semua teman Anthony dan membuat semuanya beranggapan kalau mereka berdua pergi untuk bersenang-senang sendiri. Menjadi plot twist dalam perannya kali ini. Dan hal itu tentu saja hanya pura-pura. Lyara berdiri di belakang pintu sementara Anthony masuk ke salah satu bilik. Seperti di hotel bintang lima tadi, sikapnya di depan Anthony setelah berada di luar jangkauan teman-temannya itu juga langsung berubah. Sikap manja dan penuh senyum ceria di wajahnya tadi segera menghilang. Lyara mengendurkan ikatan rambutnya sambil berjalan ke depan wastafel. Ia menyimpan tas di atas wastafel. Mencuci tangan. Ia tidak berharap banyak kali ini. Setelah mengalami apa yang terjadi di hotel tadi, diikuti kliennya sampai ke lobi, berhadapan dengan Raja dan Dinda, lalu mengetahui bahwa satu lagi kliennya yang ini juga kurang ajar sudah tidak membuatnya kaget. Ia hanya harus ingat untuk tidak melayangkan pukulannya. Lalu sebuah tangan terasa melingkar di perutnya. Lyara terkesiap. Tapi saat melihat di cermin siapa yang berada di belakangnya, ia menarik napas. “Lepaskan sekarang atau bersiap mendapat panggilan dari polisi besok pagi?” tanyanya dengan suara tenang. Menelan kekagetannya. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Biasanya, orang yang waras dan menjunjung tinggi kebersihan namanya dari pelanggaran hukum apapun, akan segera melepaskannya. Tapi orang ini sepertinya sudah gila! Karena bukannya dilepaskan, orang gila ini makin mengeratkan pelukannya. Juga mencoba mencium Lyara. “Menjijikan!” gumam Lyara seraya teringat dengan peringatan cewek yang ada di sampingnya tadi. Ternyata benar ucapan cewek tadi. “Lo udah gue bayar mahal. Lo kira lo bisa lolos dengan cuma duduk manis doang?! ” Bau alkohol! Lyara mengeryit. Tangannya berusaha melepaskan diri. “Rugi gede kalau gak bisa nyentuh lo dulu sebelum pergi,” ucap orang gila itu lagi dengan wajah mengendus pundak Lyara dan tangan sudah mulai meraba dadanya. “Lo lepas sendiri atau harus gue yang lepasin?” tantang Lyara dengan suara tenang. Meskipun hatinya sudah ketakutan. Tangannya masih menahan tangan Anthony untuk tidak merabanya. Tenang. Tanpa kekerasan. Lyara mengingatkan dirinya sendiri. “Lo kira lo bisa lepas dari gue?” tanya cowok gila itu dengan nada menghina. Batas sabarnya sudah habis. Lyara mencebik. Ia melebarkan kakinya, mengambil kuda-kuda. Tangannya mengepal, mengendurkan tangannya sebentar, lalu dengan sekuat tenaga menyikut rusuk Anthony yang berada tepat di belakangnya. Pintu kamar mandi terbuka. Tepat saat Lyara maju dan berputar, mengambil salah satu lengan Anthony dan memutarnya. Jeritan mengaduh terdengar. Orang yang baru saja masuk ke kamar mandi mematung berdiri. Sekarang, Lyara tidak peduli dengan peringatan yang diterima dari managernya. Kali ini, ia tidak akan tinggal diam dengan perlakuan menjijikan yang diterimanya. Tangannya mengepal. -o0o-Lagi-lagi. Lyara tidak bisa tidur. Padahal ia sudah mengabari Leora dan Mama bahwa mereka bisa pergi jalan-jalan hari minggu nanti. Ia juga sudah berbaikan dengan Raja tadi pagi. Ia juga tidak melupakan apapun dan tidak melakukan kesalahan apa-apa hari ini. Tapi kepalanya berisik. Ia tidak bisa tidur jika kepalanya terus berisik seperti itu.Sekali lagi, Lyara menutup matanya dan menarik napas dengan tenang. Tapi tetap saja. Ia tidak bisa. Ia—“Yara?”Tubuh Lyara tersentak saat tangan Raja menyentuh pundaknya. Saat Raja memanggil namanya. Seperti reaksinya yang sudah-sudah, Lyara akan langsung bangun duduk, mengepalkan tangan dan menahannya menjadi pelindung di depan dadanya. Jantungnya beredebar, ketakutan menguasainya lagi. Matanya mengerjap. Itu Raja. Itu lelakinya. Itu suaminya. Bukan siapa-siapa. Bukan orang kurang ajar yang sudah menyentuhnya.Kepala Lyara mengangguk saat suara di kepalanya menyadarkannya kembali.Pandangannya kembali fokus dan ia bisa melihat bagaimana Raja me
Benar saja. Sampai alarm berbunyi pukul empat, Lyara membuka mata yang tidak bisa terlelap. Sedangkan Raja yang baru tiga jam lalu masuk ke kamar dan berbaring di sampingnya terdengar tidur dengan pulas. Bangun tidurnya kali ini bertambah berat, karena lagi-lagi hari ini ia tidak punya kegiatan apa-apa. Hari ini ia sudah tidak bertemu dengan Kamara. Juga dengan Raja yang marah padanya, rasanya melelahkan.Lyara menghela napas, ia baru akan melepaskan selimut saat tangan Raja melingkar di perutnya dan menariknya dengan mudah ke dalam pelukan lelaki itu. Lyara tidak berdaya menolak, karena selain kaget dengan aksi tiba-tiba itu, tangan kekar Raja benar-benar kuat dan tidak bisa ditolak dengan tubuh mungilnya.“Karena kamu aku gak bisa tidur,” kata lelaki itu dengan suara serak.Lyara mengerjap, “Mas pulas, kok,” sanggahnya,“Aku hanya berusaha bernapas dengan tenang,” jawab Raja, “Kamu yang cemas semalaman,” lanjutnya.Tidak bisa membantah, karena memang itu nyatanya, Lyara menutup mulu
Tangan Raja mengulur pada Lyara yang masih duduk di sampingnya dan disambut Lyara dengan riang. Keduanya kembali berjalan sambil bergandengan tangan. Setelah magrib tadi, Raja menawarkan jalan-jalan malam dengannya. Tanpa ragu, Lyara segera mengiyakan ajakan itu. Sekarang, setelah makan malam bersama di salah satu omakase favorit Rania yang direkomendasikan pada mereka, mereka berjalan bersama mengelilingi taman di rooftop mall. “Apakah Dinda yang melakukannya?” Lyara mencoba mencari tahu. “Apa?” Tanya Raja sambil menoleh pada Lyara. “Yang Mas bicarakan dengan Kakek tadi sore,” jawab Lyara. Raja mengangguk setelah mencari maksud pertanyaan Lyara, “Kami terlibat beberapa proyek bersama. Tapi karena pernikahan itu gagal, Dinda membalasnya dengan sangat baik,” jawab Raja. “Bukankah Dinda yang selingkuh?” “Tidak peduli siapa yang lebih dulu, Dinda tetap dendam karena kita menikah,” jawab Raja.“Mas yakin aku tidak perlu melakukan apapun untuk bisa membantu? Aku mungkin bisa minta to
“Ada Kamara,” ucap Lyara pelan, melerai kedua lelaki dewasa yang sekarang sedang saling serang itu. Tangan Lyara terulur, meminta Kamara, “Karena udah ada Mas Raja, Kak Satria juga masuk dulu, yuk?” ajaknya sambil menggendong Kamara yang menurut.“Aku masih ada jadwal lain dengan Kamara, Ra,” tolak Satria pelan.Lyara manyun dan menatap Kamara di gendongannya. “Gak ada waktu tambahan main, Amara.”“Anti kita bisa main agi, Tate Yaya,” jawab Kamara dengan tangan menepuk-nepuk pundak Lyara.Sambil tertawa dengan jawaban Kamara, Lyara membawanya ke dalam pelukannya sekali lagi. “Kalau gitu, sampai ketemu lagi nanti ya?”Kamara mengangguk.Satria mengulurkan tangan dan meraih tubuh mungil Kamara, Lyara sekali lagi mengusap kepala Kamara. Raja melihat Lyara dengan senyuman kecil. Satria menoleh pada Raja dan berpamitan, “Gue pamit,” katanya, ia menambahkan sebelum berbalik ke mobilnya, “Kayaknya nanti Kamara yang akan lebih sering kesini.”Anggukan Lyara menjawab Satria, “Aku akan nunggu Ka
Satria terkekeh dengan ekspresi Lyara yang jelas-jelas curiga padanya.“Bisa kasih aku penjelasan, Pak Satria?” tanya Lyara mendadak formal.“Kamu tau kau kenal Raja, Ra. Dia sedikit keras kepala, kan?” tanya Satria.Bibir Lyara mau tidak mau mencebik kesal, kepala mengangguk setuju mengingat bagaimana Raja melarangnya bekerja. Tapi Lyara kemudian menggeleng, suaminya itu sudah memberi izin dan membiarkan Lyara bersama dengan Kamara dua minggu ini. “Kalian deket banget?” tanyanya. Ia melirik Kamara yang meraih botol minumnya, membantunya memegangi botol pink itu.“Kami teman sejak lama. Kamu tau Kakekku dan Kakeknya sahabat dekat, jadi aku dan Raja sedikit lebih dekat daripada teman biasa,” Satria menjawab ambigu, “kami rival juga buat rebutan siapa yang jadi kapten tim waktu itu,” lanjutnya dengan sedikit senyum.Lyara mengangguk-angguk. Ia kembali menyimpan botol pink di depan Kamara.“Aku kenal dia udah dari lama. Aku juga tau apa yang sedang dia kejar sekarang.”Mata Lyara menatap
Kamara benar-benar anak yang manis!Dalam dua minggu, selain sabtu dan minggu, menemaninya selama dua jam di rumahnya membuat Lyara merasa ada semangat baru saat ia memulai hari. Sebenarnya pekerjaannya bukan menjadi guru les seperti yang diberitahukan Kakek. Lebih ke menjadi teman bermain juga teman bicara. Melihat bagaimana Lyara bisa ngobrol seru dengan Kakek, Kakek jadi ingat dengan Kamara yang mengalami speech delay.Dalam seminggu terakhir juga, Raja sedang dinas ke luar negeri. Jadi, Lyara menghabiskan waktu lebih banyak di rumah keluarga Ragasa. Meskipun Kakek sering misuh-misuh karena Lyara telat pulang. Tapi Kakek langsung tidak berkutik saat Lyara bilang ia sudah izin pada suaminya.Kamara juga bukan tidak punya pengasuh. Tapi saat itu pengasuh Kamara sedang cuti karena harus pulang untuk mengurus pernikahan. Jadi, Kamara tidak punya teman di siang hari. Kebetulan sekali Lyara sudah pernah bekerja di banyak bidang juga bisa cepat beradaptasi. Jadi Lyara bisa dengan cepat me