Langkahnya terhenti saat sebuah tangan mencekalnya dengan tiba-tiba. Rambut panjangnya bergerak menutupi wajah dengan make up flawless naturalnya malam ini. Dengan mata cokelatnya, Lyara menoleh pada lelaki yang sudah menghentikan jalannya. Tangan kirinya yang bebas meraih rambut di sisi wajahnya.
Ia sedang bergegas melewati pintu keluar lobi saat lagi-lagi ia tertahan di sana dan satu suara menyapa telinganya.
"Jadilah pacarku," ucap lembut lelaki tak dikenalnya itu. Suaranya pelan, tapi tegas dan memberi kesan untuk tidak menolaknya.
Alis Lyara bertaut mendapat ucapan itu juga tatapan lelaki yang masih memegangi lengannya, "Apa?" Lyara ingin memastikan apa yang didengarnya tadi tidak salah ditangkap telinganya.
Ada kilat kemarahan saat Lyara balik menatap mata yang terhalang kacamata itu. "Pacarku yang baru saja kutemukan selingkuh sedang berjalan kemari di belakangmu. Aku Raja, berpura-puralah jadi pacarku," katanya lagi dengan lebih rinci.
Ujung bibir Lyara terangkat, "Ada harganya–"
"Aku akan membayarnya!" ucap lelaki bernama Raja itu memotong ucapan Lyara dan segera membawa gadis itu lebih dekat. Tangan Raja yang berada di tangannya sudah berpindah meraih pinggang Lyara, sedangkan satu tangan lainnya meraih tengkuk Lyara, merambat menuju pipinya. Saat wajahnya memutus jarak, Lyara merasakan punggung tangan Raja menghalangi bibirnya sendiri.
Lyara mendengkus geli, ia mengangkat tangan kanan meraih tengkuk Raja. "Aku tau cara melakukannya," katanya sebelum memiringkan kepalanya, membuatnya terlihat semakin dalam.
Bibir Raja tersenyum di balik telapak tangannya.
Mata Lyara menatap tajam mata di depannya yang juga terlihat tajam. Sejenak menarik napas, ia juga menghidu aroma segar dan musk dari parfum yang dipakai Raja.
"Bagaimana dengan skenarionya?"
"Kamu bisa improvisasi?"
"Anda beruntung bertemu ahlinya," jawab Lyara.
Raja menyeringai sebelum satu suara menggelegar di belakang punggung Lyara.
"RAJA!!!"
Lyara menyentak agak berlebihan, ia menyeringai, "Lyara," bisiknya sebelum Raja melepaskan wajahnya dan ia berbalik menghadap pada pemilik suara menggelegar itu. Senyumnya lenyap, wajahnya penuh tanda tanya.
Saat tangan Raja kembali meraih pinggangnya membawanya menempel pada tubuh lelaki itu, Lyara seakan mendapat teriakan di telinganya, "Action!"
-o0o-
Kepalanya kembali menyusun rencana. Merancang dialog apa yang akan dikatakannya sekarang. Tadi di dalam ballroom hotel megah di belakangnya, ia sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Sekarang ia kembali berhadapan dengan tawaran peran tiba-tiba yang menghadangnya begitu saja.
Tangannya menelusup ke punggung Raja yang menempel di sampingnya. Lalu tersenyum pada perempuan yang semakin berang dengan tindakannya itu.Lyara tersenyum menunggu giliran dialognya untuk dibacakan.
"Apa-apaan ini?" suara perempuan yang terlihat hampir menangis itu masih terdengar menggema.
Staff penjaga pintu lobi berbalik ke arah mereka bertiga mendengar teriakan itu.
"Apa maksudmu, Dinda?" tanya Raja dengan suara yang dingin.
Lyara mengangkat alis, kepalanya siap memproses setiap kata dari dua orang ini.
"Apa maksudnya? Kamu sendiri apa maksudmu ini? Membawanya ke hotel?" Dinda bertanya lagi tangannya menunjuk Lyara.
"Yah, kalau kamu bisa membawa lelaki lain ke hotel, kenapa aku tidak bisa?" Raja menoleh pada Lyara dan tersenyum.
"Kamu melihatnya sendiri?" tanya Lyara dengan lembut.
Anggukan Raja berbarengan dengan pekikan Dinda, "Enggak!"
"Aku melihatnya, dan lelaki itu sudah shirtless saat aku masuk ke kamarnya," jawab Raja.
Tangan Lyara terangkat menutup mulut yang menganga. Lalu tatapannya beralih pada Dinda. "Mau ngapain?" tanyanya polos.
Dinda mendengkus, "Siapa lo?"
Tangan Lyara segera terulur, "Lyara, aku pacarnya Mas Raja mulai sekarang," jawabnya dengan centil.
Terdengar suara kekehan pelan dari sampingnya, Lyara menoleh dan Raja sedang menyeringai, "Apa, Mas?" tanyanya manja.
"Mas? Sejak kapan kamu mau dipanggil 'Mas', Raja?" Dinda mencebik. Sama sekali tidak menghiraukan tangan Lyara yang terulur.
Tangan Raja terulur mengambil tangan Lyara yang menggantung tanpa sambutan Dinda itu. Membawanya ke bibir untuk dikecup singkat lalu menggenggamnya.
Hal itu membuat Lyara tersenyum malu-malu, dan membuat Dinda semakin berang.
Sekarang giliran Lyara menatap bergantian di antara Raja dan Dinda. Tatapannya beralih pada tangannya yang sekarang digenggam erat tangan hangat Raja.
“Kamu membawa lelaki lain untuk bersenang-senang di dalam sana, bukan?” Raja bertanya dengan menahan amarahnya. “Itu artinya kamu sudah tidak menganggapku lagi. Kenapa kamu mengikutiku kemari? Kamu sudah bukan siapa-siapa untukku sekarang. Aku sudah memutuskannya tadi. Apa kamu tidak mendengarnya karena masih sibuk berkutat dengannya?”
Dinda menutup mulutnya.
Lyara sekarang kembali bisa melihat tatapan marah seperti yang ia lihat tadi. Ia terjebak diantara kedua orang ini. Raja yang marah dan Dinda yang menahan air matanya.
“Jadi aku juga membawanya. Aku kenalkan kepadamu, calon istriku, Lyara.”
Ucapan Raja bukan hanya mengagetkan Dinda, tapi juga Lyara yang tidak mengerti apa-apa. Tapi, Lyara pernah berada dalam situasi seperti ini dalam beberapa perannya, ini saat yang tepat untuk mengontrol wajahnya. Ia tersenyum dan melirik Dinda yang terbelalak dan menatapnya tak percaya.
Like, who are you?!
-o0o-
Lyara masih tersenyum di tempatnya, saat Raja mengulang ucapannya.
“Sudah kubilang kamu sudah bukan tunanganku lagi, Dinda. Sekarang Lyara adalah calon istriku,” katanya dengan santai.
“Sadar kamu Raja!” Dinda meradang.
“Bukan aku, tapi kamu yang seharusnya sadar!”
Mendengar teriakan Raja, Lyara mengerjap. Situasinya sungguh tidak baik. Lyara menarik tangannya yang berada di genggaman Raja. Ia menatap Dinda yang hampir meneteskan air matanya. Oke, dari yang didengarnya, ia bisa menyimpulkan apa yang terjadi diantara kedua orang ini. Naskah acak itu sudah tersusun di kepalanya. Dan ini adalah saat dialognya harusnya muncul.
Setelah menarik napas, Lyara menarik Raja mendekat padanya.
“Kamu keterlaluan, Dinda,” ucap Lyara akhirnya. “Aku memang berada di antara kalian berdua. Tapi Raja tidak pernah melihatku saat dia bersama denganmu. Kamu yang sudah membuatnya berpaling kepadaku. Kamu yang berbuat curang lebih dulu,” katanya dengan berani.
“Pelakor gak punya hak untuk bicara!”
Alis Lyara menukik, suaranya makin percaya diri, “Oh, aku bukan pelakor. Aku hadir saat kamu sudah membuang Raja. Aku mengisi tempat dimana kamu pernah ada. Bukan merebut tempatmu!”
Dinda mengangkat tangan kanannya.
Lyara menghindar sambil menutup matanya. Tapi tangan Dinda tidak sampai kepadanya. Ia malah merasakan rangkulan di bahunya.
“Hentikan, Dinda.” Suara tenang Raja membuat Lyara membuka matanya dan melihat Raja yang menahan tangan Dinda.
Dinda menarik tangannya dengan kesal.
“Kamu yang memulai, aku yang mengakhiri. Kita sudah selesai,” ucapnya sambil menarik Lyara berbalik. Ia membukakan pintu mobil di belakang mereka dan membimbing Lyara masuk ke dalamnya.
Lyara menarik napas. Ia melirik sekali lagi pada Dinda yang masih menatapnya dengan tajam sebelum duduk dan mengembuskan napasnya dengan lega. Raja menutupkan pintu di samping kanannya dan Lyara bisa melihat lelaki itu berjalan memutari mobil lalu membuka pintu di samping kiri. Dan saat itu juga Lyara menyadari kalau ada seorang lagi yang berada di mobil itu.
“Halo, calon istrinya bos,” sapa lelaki yang berada di balik roda kemudi itu. “Aktingmu bagus,” pujinya sambil menatap Lyara dari spion tengah.
Maya Lyara menyipit menatap lelaki itu.
“Aku Genta, aspri Pak Raja,” ucap Genta sambil menyalakan mobil.
“Jalan,” satu suara Raja sudah cukup untuk membuat Genta melajukan mobil.
Lyara melirik Raja di samping kirinya. Sebelum kembali melihat Dinda yang masih berdiri di depan pintu lobi. Lyara membelalak saat melihat sudah ada beberapa orang yang berkerumun di sekeliling Dinda. Ia tidak menyadari kalau tadi menjadi tontonan banyak orang.
“Genta benar. Bagaimana kamu bisa bicara selantang itu?”
Lyara membuka tasnya, Lady Dior yang dipakainya hari ini. Mengeluarkan secarik kertas. Kartu nama berwarna putih bersih berukiran tinta emas. Lyara menyerahkan kartu itu kepada Raja.
“Lofou Agency?” Raja bertanya dengan kening berkerut.
Lyara mengangguk. Senyum ceria yang tadi diperlihatkan di depan Dinda sudah lenyap. Digantikan tatapan tegas yang biasa ia lakukan saat selesai dengan perannya. Jari telunjuk Lyara mengetuk kartu putih di tangan Raja sebelum ia berkata dengan tenang.
“Untuk hal yang kulakukan tadi, harganya sepuluh juta.”
-o0o-
Tangan Raja mengulur pada Lyara yang masih duduk di sampingnya dan disambut Lyara dengan riang. Keduanya kembali berjalan sambil bergandengan tangan. Setelah magrib tadi, Raja menawarkan jalan-jalan malam dengannya. Tanpa ragu, Lyara segera mengiyakan ajakan itu. Sekarang, setelah makan malam bersama di salah satu omakase favorit Rania yang direkomendasikan pada mereka, mereka berjalan bersama mengelilingi taman di rooftop mall. “Apakah Dinda yang melakukannya?” Lyara mencoba mencari tahu. “Apa?” Tanya Raja sambil menoleh pada Lyara. “Yang Mas bicarakan dengan Kakek tadi sore,” jawab Lyara. Raja mengangguk setelah mencari maksud pertanyaan Lyara, “Kami terlibat beberapa proyek bersama. Tapi karena pernikahan itu gagal, Dinda membalasnya dengan sangat baik,” jawab Raja. “Bukankah Dinda yang selingkuh?” “Tidak peduli siapa yang lebih dulu, Dinda tetap dendam karena kita menikah,” jawab Raja.“Mas yakin aku tidak perlu melakukan apapun untuk bisa membantu? Aku mungkin bisa minta to
“Ada Kamara,” ucap Lyara pelan, melerai kedua lelaki dewasa yang sekarang sedang saling serang itu. Tangan Lyara terulur, meminta Kamara, “Karena udah ada Mas Raja, Kak Satria juga masuk dulu, yuk?” ajaknya sambil menggendong Kamara yang menurut.“Aku masih ada jadwal lain dengan Kamara, Ra,” tolak Satria pelan.Lyara manyun dan menatap Kamara di gendongannya. “Gak ada waktu tambahan main, Amara.”“Anti kita bisa main agi, Tate Yaya,” jawab Kamara dengan tangan menepuk-nepuk pundak Lyara.Sambil tertawa dengan jawaban Kamara, Lyara membawanya ke dalam pelukannya sekali lagi. “Kalau gitu, sampai ketemu lagi nanti ya?”Kamara mengangguk.Satria mengulurkan tangan dan meraih tubuh mungil Kamara, Lyara sekali lagi mengusap kepala Kamara. Raja melihat Lyara dengan senyuman kecil. Satria menoleh pada Raja dan berpamitan, “Gue pamit,” katanya, ia menambahkan sebelum berbalik ke mobilnya, “Kayaknya nanti Kamara yang akan lebih sering kesini.”Anggukan Lyara menjawab Satria, “Aku akan nunggu Ka
Satria terkekeh dengan ekspresi Lyara yang jelas-jelas curiga padanya.“Bisa kasih aku penjelasan, Pak Satria?” tanya Lyara mendadak formal.“Kamu tau kau kenal Raja, Ra. Dia sedikit keras kepala, kan?” tanya Satria.Bibir Lyara mau tidak mau mencebik kesal, kepala mengangguk setuju mengingat bagaimana Raja melarangnya bekerja. Tapi Lyara kemudian menggeleng, suaminya itu sudah memberi izin dan membiarkan Lyara bersama dengan Kamara dua minggu ini. “Kalian deket banget?” tanyanya. Ia melirik Kamara yang meraih botol minumnya, membantunya memegangi botol pink itu.“Kami teman sejak lama. Kamu tau Kakekku dan Kakeknya sahabat dekat, jadi aku dan Raja sedikit lebih dekat daripada teman biasa,” Satria menjawab ambigu, “kami rival juga buat rebutan siapa yang jadi kapten tim waktu itu,” lanjutnya dengan sedikit senyum.Lyara mengangguk-angguk. Ia kembali menyimpan botol pink di depan Kamara.“Aku kenal dia udah dari lama. Aku juga tau apa yang sedang dia kejar sekarang.”Mata Lyara menatap
Kamara benar-benar anak yang manis!Dalam dua minggu, selain sabtu dan minggu, menemaninya selama dua jam di rumahnya membuat Lyara merasa ada semangat baru saat ia memulai hari. Sebenarnya pekerjaannya bukan menjadi guru les seperti yang diberitahukan Kakek. Lebih ke menjadi teman bermain juga teman bicara. Melihat bagaimana Lyara bisa ngobrol seru dengan Kakek, Kakek jadi ingat dengan Kamara yang mengalami speech delay.Dalam seminggu terakhir juga, Raja sedang dinas ke luar negeri. Jadi, Lyara menghabiskan waktu lebih banyak di rumah keluarga Ragasa. Meskipun Kakek sering misuh-misuh karena Lyara telat pulang. Tapi Kakek langsung tidak berkutik saat Lyara bilang ia sudah izin pada suaminya.Kamara juga bukan tidak punya pengasuh. Tapi saat itu pengasuh Kamara sedang cuti karena harus pulang untuk mengurus pernikahan. Jadi, Kamara tidak punya teman di siang hari. Kebetulan sekali Lyara sudah pernah bekerja di banyak bidang juga bisa cepat beradaptasi. Jadi Lyara bisa dengan cepat me
Mobil Satria berhenti di depan teras depan. Lelaki dengan setelan kaos polos navy dan celana panjang abu-abu dengan jas santai yang tidak dikancingnya, turun dan menyapa Lyara dan bersalaman dengan Kakek.“Sudah siap?” tanya Satria.Lyara menganguk.Satria tersenyum, “Kami pamit dulu, Pak Danu,” ucapnya setelah sekali lagi memberi salam pada Kakek.Lelaki tua di samping Lyara yang berdiri dengan tongkatnya itu mengangguk. Menoleh pada Lyara, Kakek tersenyum, “Hati-hati, Cucu Menantuku,” ucapnya dengan lantang sambil melirik pada Satria.“Kami akan hati-hati, Pak Danu,” ucap Satria kemudian.Senyum Lyara terpasang di bibirnya, sambil sekali lagi memeriksa setelannya. Trousers navy dan kemeja lengan panjang cream dengan kitty heels dan tas tangan senada. Ia sudah memeriksa isi tasnya tadi, memastikan ponselnya dibawa. Ia berdiri di depan Kakek, “Kakek, Cucu Menantu kakek mau pergi kerja dulu, ya?” pamitnya.Kakek mengangguk meskipun wajahnya penuh dengan raut tidak rela Lyara pergi deng
Raja memiringkan kepalanya, “Pertanyaan kamu suka bikin aku mikir banget ya!”Kembali menguasai dirinya, Lyara menarik napas, “Kayaknya kalau Dinda yang jadi istri Mas, dia akan lebih berguna daripada aku,” ucap Lyara ringan.Menurunkan tangan Lyara, Raja menggenggamnya, “No. Kalau aku sama Dinda, aku gak tau aku akan bisa sampai kemana. Aku gak akan tau perjuanganku akan sampai seperti ini,” jawabnya. “Kalau sama Dinda, aku memang akan lebih mudah mencapai tujuanku, tapi itu artinya aku hanya berada di bawah Dinda.”Mendengar jawaban serius Raja, Lyara menggembungkan pipinya, “Tapi dengan Dinda, Mas gak akan secapek ini,” jawabnya.“Justru itu, Yara, pengalaman capek ini yang sedang Kakek ajarkan untuk aku. Aku memang capek sekali. Rasanya beda sekali dengan saat Kakek yang menjadi CEO, aku dulu hanya tau main. Sekarang rasanya lebih menantang,” jelas Raja.“Mas gak menyesal?”“Tentang apa?”“Melepaskan Dinda.”“Justru aku akan menyesal kalau melewatkan kamu,” jawab Raja. Tatapan mat
“Ini Kamara,” ucap Pak Sasra.Lyara mengangkat tangan menutup mulutnya. Tidak percaya dengan siapa yang ada di depannya sekarang. Ini Kamara? Kamara anaknya Kak Satria?Gadis berumur empat tahun itu mengangguk kecil dan tersenyum, “Alo, aku Kamaya,” katanya cadel.Mendengar suara Kamara, Lyara berjongkok di depannya, “Halo, Kamara, kamu masih ingat tante, gak?” tanya Lyara dengan antusias.Kamara menatap Lyara dengan mata bulat cemerlangnya yang cantik, lalu menggeleng. Mata bulatnya berkedip.“Gambar muka harimau?”Kamara berkedip lagi, “Tate haimau pakai maskel,” jawabnya.Lyara terkekeh lalu mengangguk, “Iya, waktu itu tante pakai masker,” jawabnya.“Kalian udah saling kenal?” tanya Pak Sasra. Teman kakek yang ternyata adalah Kakek Buyutnya Kamara. Yang artinya beliau adalah Kakeknya Satria.Kembali berdiri, Lyara mengangguk lagi, “Benar Pak Sasra, kami pernah bertemu waktu saya ngisi booth face painting beberapa bulan yang lalu,” jawabnya sambil melirik Kakek yang juga penasaran.
Seluruh rangkaian acara sudah selesai, Lyara juga sudah mendapatkan lembar ijazahnya yang ia perjuangkan selama ini dari setiap pekerjaannya, dari setiap perannya. Dengan bangga, Lyara menatap lembar di tangannya. Terharu juga akhirnya bisa menyelesaikan pendidikannya di tengah semua kekacauan dalam hidupnya itu. Lyara melirik tempat dimana Mama duduk tadi. Tapi, wanita berkebaya ungu itu tidak terlhat lagi. Lyara berjalan keluar gedung yang hiruk pikuk.Matanya memindai setiap orang. Mencari Mama. Ia juga mencari Bunda dan Kakek, yang mengabari kalau mereka akan datang. Setelah subuh tadi, Raja sudah pergi karena memang ada jadwal yang tidak bisa ditinggalkannya hari ini. Jadi, Lyara sudah tahu Raja tidak akan datang.Tapi lelaki berkacamata itu ada di depannya sekarang.Mengulum senyumnya, Lyara berjalan dengan pelan. Melewati hiruk pikuk, di antara senyum-senyum dan ucapan selamat juga bangga dari orang-orang yang sama-sama di wisuda hari ini. Semakin dekat, Lyara semakin melihat w
Hari itu, enam tahun yang lalu …Tangannya pegal sekali. Kakinya juga. Bagaimana tidak, ia mencuci rambut sekitar sebelas orang hari ini. Belum lagi ada satu dua yang ingin digaruk dan digosok dengan lebih keras. Untung saja tangannya tidak copot! Mengingat bagaimana ia hidup sebelum ini, pekerjaanya hari ini rasanya sangat sangat melelahkan. Ia dulu nona muda yang hanya tahu belajar dan les juga makan enak.Sekarang ia hanya ingin tidur dan beristirahat. Sebelum nanti malam kembali ke rumah sakit untuk gantian dengan Mama untuk menjaga Ayah.Tapi baru saja matanya terpejam, sebelum lelap merenggut kesadarannya, ia merasakan sebuah tangan meraih pinggulnya. Ia mengira Leora sudah pulang dari sekolah. Tapi tangan itu terlalu besar untuk seorang Leora yang masih kelas enam SD. Lyara mematung. Ia tidak bisa bergerak saat tangan besar itu perlahan naik ke pinggangnya, terus merambat ke depannya. Ke perutnya. Berlanjut ke dadanya.Matanya segera terbuka tapi ia benar-benar membeku.Saat ta