Lyara melepaskan putaran lengan kiri Anthony. Dengan kaki terangkat ia berputar dan kakinya tepat mengenai pipi sebelah kiri lelaki gila itu. Tendangannya tepat sasaran.
Anthony yang sudah setengah mabuk terhuyung dan menabrak salah satu bilik. Terjerembap di sana. Senyum puas tercetak di bibirnya saat ia melihat Anthony bisa dikalahkannya. Tanpa pukulan tangan. Tapi dengan tendangan. Saat mendarat setelah aksinya itu, Lyara terhuyung saat heelsnya tidak bisa menopang gerakan tiba-tiba itu. Heelsnya patah! Dan ia kehilangan keseimbangan. “Oh!” jeritnya tertahan saat ia tidak jatuh menabrak lantai. Tapi ia tidak jatuh, tubuhnya di topang oleh sesuatu atau seseorang di belakangnya. Lyara mengerjap saat matanya menangkap wajah berkacamata yang asing tapi terasa tidak asing itu. Setelah beberapa detik yang membingungkan, Lyara merasakan tubuhnya diangkat dan ia kembali berdiri. Dengan kaki tinggi sebelah. “Terima kasih,” ucap Lyara dengan sopan. Ia kembali berbalik pada Anthony yang masih terjerembap di depan pintu bilik. “Tunggu surat panggilan polisi lo!” katanya berang. Kakinya menendang kaki cowok gila itu. Tapi moodnya hancur seketika karena ia tidak bisa berdiri dengan tegap sekarang. Heel sepatunya patah satu! Lelaki gila itu perlahan bangun. Duduk ditopang lengannya, “Lo yang akan dapet surat panggilan polisi. Pulang dari sini gue mau cek visum!” “Gak ada otak ya lo! Agensi gue gak akan tinggal diam! Tunggu aja!” “Mau semahal apapun, seelit apapun, yang namanya jual diri tetep namanya jual diri!” Anthony menggertak. Apa katanya?! Napas Lyara memburu mendengar ucapan itu. ia mendekati Anthony dan berdiri menjulang di depannya. “Gue gak pernah jual diri!” jawabnya dengan desisan emosi. Amarahnya sudah sampai ke kepala. “Lo perlu gue bayar berapa lagi biar bisa lepas rok?” “Anj! Gue akan pastikan lo bayar lebih besok pagi!” Lyara berbalik. Ia tidak akan bisa menahan emosinya jika bertahan lebih lama lagi di sana. Ia masih ingat dengan peringatan sialan itu! Mengabaikan lelaki yang tadi sudah menolongnya, ia melenggang melewatinya begitu saja. Dalam sejarahnya menjadi talent, ia tidak pernah merasa lebih hina dari ini. “Orang gila miskin yang cuma bayar paket paling murah aja sok bisa beli gue!” gerutunya sambil berjalan ke luar dari tempat memuakkan itu. Ia berjalan berjingkat, dengan salah satu heels yang patah. Bibirnya masih menggerutu sampai berada di luar pintu. Heelsnya kembali terantuk pada sudut pintu. Lyara dengan marah melepaskan sepatunya mengambilnya dan menjinjing keduanya dengan kesal. Setelah menghirup udara di luar. Napasnya yang sudah memburu membawa air matanya ikut serta. Lyara menunduk di samping tiang di depan bangunan The Six. Tangisnya pecah. Antara marah, kesal, dan merasa terhina. Lyara tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia selalu bisa menghadapi semua obrolan apapun. Selama ini ia selalu bisa menghadapi kesulitan apapun yang dihadapinya. Tapi perlakuan gila seperti ini, ia tidak bisa menolelirnya lagi. “Orang gila!” pekiknya lagi. Ia mengangkat wajah. Menyeka wajah dengan punggung tangan. Menghentikan air mata yang terasa sia-sia jika dipakai untuk menangisi orang semenjijikan itu! Tangannya menggapai heelsnya, mengetuk-ngetuk pada batu di sampingnya. Setiap ketukannya penuh dengan amarah. Kata-kata makian keuar dari bibirnya seraya tangannya mengetuk-ngetuk. “Busuk! Gila! Bodoh!” desisnya dengan amarah memuncak. Prak! Dan sekarang kedua sepatunya sudah tanpa heels. Lyara menarik napas mengusap wajahnya sekali lagi, menutup matanya, mencoba menarik napas lagi lalu mengangguk. ia sudah tenang sekarang. Amarahnya sudah diluapkan dengan baik. Amarahnya sudah keluar bersamaan dengan setiap usahanya mematahkan satu lagi heelsnya itu. Air matanya juga sudah keluar. Dan ia hanya perlu melaporkan apa yang terjadi kali ini. Ia mengangguk. Ia harus segera melaporkannya pada Rakha. Tangannya menggapai udara kosong di sampingnya. Lyara mengerjap. Sebelum matanya melebar dan berdiri. Dimana Dior-nya? Dimana properti perusahaan yang harusnya dijaganya hati-hati itu?! Dia berdiri dan berhenti sejenak. Meraba kedua tangannya tapi tidak ada! Apakah ketinggalan di kursi? Di kamar mandi? Ish, bagaimana bisa ia meninggalkannya begitu saja?! Lyara berbalik dan melihat Lady Dior small berwarna khaki itu berada di depan matanya. Matanya melebar. “Mencari ini?” suara seksi itu menyapa lembut telinganya. Tapi suara tiba-tiba itu membuatnya kaget dan keilangan keseimbangan. -o0o- Lyara terkejut, membuatnya tidak seimbang, dan hampir saja terjatuh ke belakang. Kalau saja punggung dan kepala belakangnya tidak segera ditangkap lengan kekar itu. Oh, untunglah. Ia akan merasa sangat bodoh jika ia sampai jatuh begitu saja di depan cowok ini. Tunggu! “Pak Raja?” Ia berkedip saat wajahnya dan wajah di depannya hanya berjarak beberapa centi. Dalam jarak sedekat itu, Lyara bisa menghidu wangi parfum maskulin yang pedas menari di hidungnya. Matanya menangkap tatapan tajam, pantulan dirinya di kacamata, alis tebal, hidung mancung, dan bibir yang penuh dan menggoda itu. “Dunia kecil sekali sampai kita bertemu untuk kedua kalinya di malam yang sama,” komentar Lyara. Mata Raja berkedip dan Lyara sadar dengan posisi yang sangat menyeramkan ini. Tangannya yang bebas mendorong pelan dada bidang dan terasa keras di tangannya. Oh, Lyara benci pikirannya sendiri! Tapi ia sudah membayangkan perut kotak-kotak hasil latihan angkat beban di balik kemeja ini. Ia berkedip lagi, dengan tangannya mendorong bahu bidang itu. “Terima kasih, tapi bisakah-“ Kata-kata Lyara tidak terdengar saat bibirnya di serang begitu saja. Mata Lyara terbelalak, lalu mengerjap saat tempelan bibir itu berubah jadi ciuman kasar. Kepalanya yang berada di tangkapan tangan lelaki itu menekannya mendekat. Jantungnya segera bertalu. Tidak! Dengan susah payah, Lyara mengatupkan bibirnya, mendorong bahu lelaki itu kuat-kuat, dan tak berhasil. Ia kalah tenaga dengan lelaki ini. Tangannya mendorong dan memukul sebisanya. Tapi tangan itu begitu erat memeganginya. Menahannya dalam pelukannya. Air matanya merebak. Ia tidak pernah merasa sehina hari ini. Ia tidak pernah merasa terhina seperti sekarang. Saat orang yang tidak dikenalnya dengan mudahnnya mencium dan memeluknya, Ia kehabisan napas dan mendapat kesempatan. Ia membuka bibirnya dan menggigit bibir lelaki yang masih rakus melahap bibirnya. Berhasil. Lyara langsung berdiri dengan kedua kakinya, saat lelaki itu mengaduh dan melepaskan punggung dan kepalanya, karena bibirnya yang digigit Lyara. Tangan Lyara mendorong jauh-jauh seraya mundur beberapa langkah. Punggung tangannya mengusap bibirnya yang basah. Napasnnya memburu, bahunya naik turun dalam emosi yang menguasainya, dan Lyara marah. Plak! Tamparan tangannya mendarat di pipi kiri lelaki itu. “Mesum!” Lelaki itu mematung dengan bibir bengkak dan berdarah, Tangan kanannya berdenyut perih. “Kamu pikir aku murahan? Kamu pikir aku jual diri? Kamu pikir kamu bisa beli aku gitu aja?!” Lyara merasakan kemarahannya memuncak. Diantara napasnya yang memburu. Lyara menahan air matanya. Setelah dilecehkan begitu saja di kamar mandi. Ia juga harus mendapat hal serupa di luar. “Kalian pikir karena kalian punya uang kalian bisa melakukan segalanya?” jeritnya sekali lagi. Lyara berbalik melangkah beberapa langkah tapi kemudian kembali berbalik mendekati lelaki itu. Merebut tasnya yang masih berada di genggaman lelaki itu. “Kamu memang sudah membantuku tadi. Tapi dua kali menciumku dalam semalam itu keterlaluan!” Lyara berbalik lagi, tapi berhenti sebelum melangkah. Bahunya naik turun karena napasnya yang memburu. Sungguh penghinaan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja! Ia berbalik lagi, dengan tatapan tajam, Lyara mendekati lelaki yang masih berdiri dengan jempol mengusap bibirnya yang berdarah. “Uangmu tadi bukan untuk membayar apapun dari tubuhku!” Matanya menatap dengan permusuhan yang terang-terangan. Dan lelaki itu mengaduh dalam sekejap. Lyara nenurunkan kakinya yang menendang tulang kering lelaki di depannya. Lalu mengangkat jari tengah dan berbalik. Kali ini ia tidak berbalik kembali. -o0o-Lagi-lagi. Lyara tidak bisa tidur. Padahal ia sudah mengabari Leora dan Mama bahwa mereka bisa pergi jalan-jalan hari minggu nanti. Ia juga sudah berbaikan dengan Raja tadi pagi. Ia juga tidak melupakan apapun dan tidak melakukan kesalahan apa-apa hari ini. Tapi kepalanya berisik. Ia tidak bisa tidur jika kepalanya terus berisik seperti itu.Sekali lagi, Lyara menutup matanya dan menarik napas dengan tenang. Tapi tetap saja. Ia tidak bisa. Ia—“Yara?”Tubuh Lyara tersentak saat tangan Raja menyentuh pundaknya. Saat Raja memanggil namanya. Seperti reaksinya yang sudah-sudah, Lyara akan langsung bangun duduk, mengepalkan tangan dan menahannya menjadi pelindung di depan dadanya. Jantungnya beredebar, ketakutan menguasainya lagi. Matanya mengerjap. Itu Raja. Itu lelakinya. Itu suaminya. Bukan siapa-siapa. Bukan orang kurang ajar yang sudah menyentuhnya.Kepala Lyara mengangguk saat suara di kepalanya menyadarkannya kembali.Pandangannya kembali fokus dan ia bisa melihat bagaimana Raja me
Benar saja. Sampai alarm berbunyi pukul empat, Lyara membuka mata yang tidak bisa terlelap. Sedangkan Raja yang baru tiga jam lalu masuk ke kamar dan berbaring di sampingnya terdengar tidur dengan pulas. Bangun tidurnya kali ini bertambah berat, karena lagi-lagi hari ini ia tidak punya kegiatan apa-apa. Hari ini ia sudah tidak bertemu dengan Kamara. Juga dengan Raja yang marah padanya, rasanya melelahkan.Lyara menghela napas, ia baru akan melepaskan selimut saat tangan Raja melingkar di perutnya dan menariknya dengan mudah ke dalam pelukan lelaki itu. Lyara tidak berdaya menolak, karena selain kaget dengan aksi tiba-tiba itu, tangan kekar Raja benar-benar kuat dan tidak bisa ditolak dengan tubuh mungilnya.“Karena kamu aku gak bisa tidur,” kata lelaki itu dengan suara serak.Lyara mengerjap, “Mas pulas, kok,” sanggahnya,“Aku hanya berusaha bernapas dengan tenang,” jawab Raja, “Kamu yang cemas semalaman,” lanjutnya.Tidak bisa membantah, karena memang itu nyatanya, Lyara menutup mulu
Tangan Raja mengulur pada Lyara yang masih duduk di sampingnya dan disambut Lyara dengan riang. Keduanya kembali berjalan sambil bergandengan tangan. Setelah magrib tadi, Raja menawarkan jalan-jalan malam dengannya. Tanpa ragu, Lyara segera mengiyakan ajakan itu. Sekarang, setelah makan malam bersama di salah satu omakase favorit Rania yang direkomendasikan pada mereka, mereka berjalan bersama mengelilingi taman di rooftop mall. “Apakah Dinda yang melakukannya?” Lyara mencoba mencari tahu. “Apa?” Tanya Raja sambil menoleh pada Lyara. “Yang Mas bicarakan dengan Kakek tadi sore,” jawab Lyara. Raja mengangguk setelah mencari maksud pertanyaan Lyara, “Kami terlibat beberapa proyek bersama. Tapi karena pernikahan itu gagal, Dinda membalasnya dengan sangat baik,” jawab Raja. “Bukankah Dinda yang selingkuh?” “Tidak peduli siapa yang lebih dulu, Dinda tetap dendam karena kita menikah,” jawab Raja.“Mas yakin aku tidak perlu melakukan apapun untuk bisa membantu? Aku mungkin bisa minta to
“Ada Kamara,” ucap Lyara pelan, melerai kedua lelaki dewasa yang sekarang sedang saling serang itu. Tangan Lyara terulur, meminta Kamara, “Karena udah ada Mas Raja, Kak Satria juga masuk dulu, yuk?” ajaknya sambil menggendong Kamara yang menurut.“Aku masih ada jadwal lain dengan Kamara, Ra,” tolak Satria pelan.Lyara manyun dan menatap Kamara di gendongannya. “Gak ada waktu tambahan main, Amara.”“Anti kita bisa main agi, Tate Yaya,” jawab Kamara dengan tangan menepuk-nepuk pundak Lyara.Sambil tertawa dengan jawaban Kamara, Lyara membawanya ke dalam pelukannya sekali lagi. “Kalau gitu, sampai ketemu lagi nanti ya?”Kamara mengangguk.Satria mengulurkan tangan dan meraih tubuh mungil Kamara, Lyara sekali lagi mengusap kepala Kamara. Raja melihat Lyara dengan senyuman kecil. Satria menoleh pada Raja dan berpamitan, “Gue pamit,” katanya, ia menambahkan sebelum berbalik ke mobilnya, “Kayaknya nanti Kamara yang akan lebih sering kesini.”Anggukan Lyara menjawab Satria, “Aku akan nunggu Ka
Satria terkekeh dengan ekspresi Lyara yang jelas-jelas curiga padanya.“Bisa kasih aku penjelasan, Pak Satria?” tanya Lyara mendadak formal.“Kamu tau kau kenal Raja, Ra. Dia sedikit keras kepala, kan?” tanya Satria.Bibir Lyara mau tidak mau mencebik kesal, kepala mengangguk setuju mengingat bagaimana Raja melarangnya bekerja. Tapi Lyara kemudian menggeleng, suaminya itu sudah memberi izin dan membiarkan Lyara bersama dengan Kamara dua minggu ini. “Kalian deket banget?” tanyanya. Ia melirik Kamara yang meraih botol minumnya, membantunya memegangi botol pink itu.“Kami teman sejak lama. Kamu tau Kakekku dan Kakeknya sahabat dekat, jadi aku dan Raja sedikit lebih dekat daripada teman biasa,” Satria menjawab ambigu, “kami rival juga buat rebutan siapa yang jadi kapten tim waktu itu,” lanjutnya dengan sedikit senyum.Lyara mengangguk-angguk. Ia kembali menyimpan botol pink di depan Kamara.“Aku kenal dia udah dari lama. Aku juga tau apa yang sedang dia kejar sekarang.”Mata Lyara menatap
Kamara benar-benar anak yang manis!Dalam dua minggu, selain sabtu dan minggu, menemaninya selama dua jam di rumahnya membuat Lyara merasa ada semangat baru saat ia memulai hari. Sebenarnya pekerjaannya bukan menjadi guru les seperti yang diberitahukan Kakek. Lebih ke menjadi teman bermain juga teman bicara. Melihat bagaimana Lyara bisa ngobrol seru dengan Kakek, Kakek jadi ingat dengan Kamara yang mengalami speech delay.Dalam seminggu terakhir juga, Raja sedang dinas ke luar negeri. Jadi, Lyara menghabiskan waktu lebih banyak di rumah keluarga Ragasa. Meskipun Kakek sering misuh-misuh karena Lyara telat pulang. Tapi Kakek langsung tidak berkutik saat Lyara bilang ia sudah izin pada suaminya.Kamara juga bukan tidak punya pengasuh. Tapi saat itu pengasuh Kamara sedang cuti karena harus pulang untuk mengurus pernikahan. Jadi, Kamara tidak punya teman di siang hari. Kebetulan sekali Lyara sudah pernah bekerja di banyak bidang juga bisa cepat beradaptasi. Jadi Lyara bisa dengan cepat me