Share

PART 2

Aku baru saja keluar dari kamar mandi saat ponsel yang kuletakkan di atas nakas samping tempat tidur berbunyi. 

 

"Ya, Mas?" sapaku dengan sedikit malas. 

 

"Sudah sampai rumah, Dek?" tanya mas Alvin dari seberang.

 

"Sudah, Mas. Ini baru selesai mandi."

 

"Mas masih di jalan. Bentar lagi juga nyampe rumah. Oya, tadi biaya periksa bapak habis berapa? Aku baru saja telpon ibu katanya kamu yang bayarin?" 

 

"Oh, itu. Iya, Mas. Nggak apa-apa kok. Ya udah, mas nyetir aja dulu jangan sambil telponan ah, bahaya lho," ujarku mengingatkan.

 

"Nggak apa-apa, bentar lagi nyampe rumah kok. Ini udah masuk perumahan. Jadi berapa tadi habisnya, biar sampai rumah nanti mas langsung transfer, Dek."

 

"Udah nggak usah, Mas. Cuma berapa sih. Ya udah mas buruan pulang trus istirahat gih. Nanti aja telponannya."

 

Sejenak suasana hening. Lalu kemudian terdengar mas Alvin bicara lagi. 

 

"Kamu nggak apa-apa kan, Dek?" tanyanya, yang terdengar di telingaku sedikit aneh. 

 

"Nggak apa-apa tuh, Mas. Kenapa emangnya?"

 

"Enggak. Tadi nggak terjadi sesuatu kan di rumahku?" tanyanya lagi. Membuatku semakin berpikiran aneh. 

 

"Enggak tuh, Mas. Memangnya ada apa sih?" tanyaku justru penasaran. 

 

"Bener?"

 

"Iya, bener."

 

"Ya udah kalau gitu. Mas udah nyampe nih. Dah dulu ya? Nanti mas telpon lagi," katanya.

 

"Iya, Mas. Aku juga mau istirahat kok, Mas. Capek banget," ujarku kemudian. 

 

Entah kenapa aku sedikit malas malam ini berbincang lama dengan mas Alvin. Mungkin karena masih memikirkan peristiwa yang terjadi di rumahnya tadi. 

.

.

.

"Kamu kenapa, Na? Makan kok sambil ngelamun gitu?"

 

Ibu menyodorkan sepiring kecil buah ke arahku, sambil duduk di kursi sebelah.

 

"Enggak, Bu. Nggak apa-apa," sahutku.

 

Lalu kami pun terdiam, aku fokus pada makananku walaupun sebenarnya tidak. Sementara ibu menuangkan segelas air putih untukku. 

 

"Bu," panggilku.

 

"Ya?"

 

"Mmm ... kalau misalnya pernikahanku sama mas Alvin dibatalkan, kira-kira gimana?" tanyaku tiba-tiba. Aku bahkan tak percaya bisa menanyakan itu pada ibu. 

 

"Dibatalkan? Memangnya kenapa, Na? Kalian lagi ada masalah?" Dahi ibu berkerut parah.

 

"Enggak sih. Nggak ada."

 

"Nggak ada masalah kok mau dibatalkan? Jangan aneh-aneh kamu, Na. Ini tuh pernikahan, bukan permainan. Lagipula undangan udah 80 persen tersebar lho. Apa nanti kata orang-orang kalau sampai pernikahanmu batal? Muka bapak sama ibu mau ditaruh dimana coba?" kata ibu menjelaskan dengan tenang. Sementara aku menghembuskan nafas panjang.

 

"Ada masalah apa sih sebenarnya, Na? Coba cerita sama ibu."

 

"Nggak ada apa-apa kok, Bu. Dah lupakan saja deh," kataku kemudian. 

 

"Na, ujian pra pernikahan itu terkadang memang berat. Semua orang yang akan melangsungkan pernikahan pasti pernah mengalaminya. Ibu sama bapak dulu juga begitu. Kata orang-orang, menjelang pernikahan memang akan ada saja masalah yang membuat kita jadi ragu. Tapi semua itu harus dilewati. Karena itulah ujiannya."

 

"Kalau seandainya sudah berhasil melewati itu tapi pernikahannya tidak bahagia, Bu. Bagaimana?"

 

"Kamu dan Alvin sudah mengenal cukup lama. Ibu dan bapak juga sedikit banyak sudah mengenal calon suamimu. Menurut kami Alvin itu lelaki yang baik, nggak neko-neko. Dia juga sayang kan sama keluarganya. Dari situ bapak sama ibu bisa melihat bagaimana dia nanti akan bertanggung jawab pada keluarga kalian nanti. Lalu apa lagi yang kamu ragukan, Na? Apa ada sesuatu dari sifat Alvin yang kamu tidak suka?"

 

"Nggak sih, Bu. Ini bukan tentang mas Alvin."

 

"Kalau bukan tentang Alvin, lalu tentang apa?"

 

"Tentang .... ah sudahlah. Tidak penting, Bu," kataku akhirnya.

 

"Na, ibu bukannya ingin memaksa kamu harus menikah dengan Alvin. Tapi coba kamu pikir, Nak. Usia kamu sekarang sudah 28 tahun. Teman-teman sebayamu rata-rata sudah pada punya anak. Bahkan anak mereka sudah ada yang gede-gede. Ibu sama bapak kan juga pengen menikmati hari tua dengan tenang. Tinggal kamu lho, Na, satu-satunya anak kami yang belum menikah. Jadi, pikirkan lagi kalau kamu berniat ingin membatalkan pernihakanmu. Kamu juga tidak mau kan ada yang bertanya lagi kapan nikah? Katanya kamu capek ditanya seperti itu terus. Nah, ini sudah ketemu jodoh lelaki baik, kalem. Trus mau yang gimana lagi?"

 

"Iya, iya bu. Ya sudah, lupakan saja. Tadi Nana cuma becanda aja kok."

 

Mendengar penjelasan ibu yang panjang lebar itu, aku pun jadi berpikir ulang, apa jadinya jika pernikahan yang sudah di tengah jalan ini batal?

 

"Ya sudah kalau gitu. Cepet habiskan makanannya, lalu istirahat. Capek kan kamu seharian kerja, Na. Besok kakak-kakakmu katanya mau pada mau ke sini. Ibu juga mau istirahat dulu."

 

"Ya, Bu."

 

Seperginya ibu, aku pun kembali melanjutkan makan malamku. Agak malas memang malam ini aku mengisi perut. Entah kenapa pikiran tentang kejadian di rumah calon mertua tadi begitu mengganggu. 

 

Saat akhirnya aku menyelesaikan makanku dan beranjak untuk mencuci peralatan makan, tiba-tiba ada pesan masuk ke aplikasi whatsappku. Perlahan aku pun membuka pesan itu.

 

"Mbak Nana, gimana? Apakah sudah ditransfer uangnya? Ibu tunggu lho ya."

 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wahyu Sudaryanti
gak pengen maksa nikah tp knp ngomongnya gt Bu??? sama ajaaaaa bnyk yg mikir itu ujian sebelum nikah,tp coba pikir lagi bs aja itu petunjuk klo dia bukan jodoh sebenarnya klpun tar ada apa2 gak perlu kaget ato ngeluh
goodnovel comment avatar
Anitha Yunitha
kenapa gk jujur sma ibunya kan yang jalanin anaknya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status