Share

PART 5

Author: Reinee
last update Huling Na-update: 2021-09-29 14:07:34

Dari sejak semalam setelah mentransfer uang yang dipinjem oleh ibunya mas Alvin, rasanya aku memang agak malas memegang ponselku lagi. Hingga sore itu saat mbak Dewi dan mbak Rida serta keluaraganya berpamitan, aku baru masuk kamar untuk melihat ponselku lagi. 

 

Ternyata sudah banyak sekali notifikasi di sana.  Teman-temanku yang tiba-tiba pada merasa kehilangan karena aku tak ikutan nimbrung di group chat, ucapan terima kasih dari calon mertuaku karena uang sudah kutransfer, mas Alvin yang menanyakan kabarku dan memberitahu bahwa dia sedang lembur masuk kerja hari ini, dan apa ini? Pesan dari adiknya mas Alvin? Dian bahkan ini padahal tak menyimpan nomer ponselku. Lalu Vita, adik ipar mas Alvin, yang tiba-tiba juga basa basi menanyakan aku sedang apa hari ini.

 

Rasanya agak aneh karena sebelumnya mereka tidak menyimpan nomerku dan tiba-tiba story mereka sudah ada di whatsappku hari ini. 

 

Mas Alvin memang dari awal sudah memintaku menyimpan nomer ponsel seluruh keluarganya. Dia bilang kalau nanti ada apa-apa aku akan gampang menghubungi siapa. Dan aku pun menurutinya sebagai bentuk penghargaanku karena sudah mendapat kepercayaan darinya. 

 

Saat sedang konsen membalas chat-chat itu, mendadak ada notifikasi dari sms-bankingku. Dana masuk sebesar 1 juta rupiah dari nomer rekening mas Alvin. Dahiku sontak berkerut. Lalu sejenak kemudian, pesan mas Alvin masuk.

 

[Kok baru online?]

[Dari mana aja, Dek?]

[Oya, mas udah transfer uang yang buat periksa bapak kemarin ya. Semoga gak kurang.]

 

Karena sudah terlanjut membaca pesan itu, akhirnya aku pun segera membalasnya.

 

[Maaf, Mas, hari ini sibuk banget di rumah. Mbak Dewi dan mbak Rida dateng.]

[Kenapa ditransfer sih, Mas? Kan aku udah bilang nggak usah.]

 

Lalu kuselipi emoticon sedih di bawahnya. Pesan itu terbaca tapi mas Alvin tak terlihat sedang mengetik. Danì seperti yang sudah kuduga, dia langsung menelponku.

 

"Capek ya?" tanyanya sebelum sempat membalas salamku. 

 

"Lumayan, Mas," jawabku sekenanya. 

 

"Nanti mas pulang kantor jam 5. Mas mampir ya? Mau dibawain apa?" tawarnya. 

 

"Enggak usah Mas, ngerepotin."

 

"Kamu kok masih itung-itungan gitu sih Dek sama calon suami?" protesnya.

 

"Mas sendiri juga masih itung-itungan gitu kok. Buktinya tadi ngapain pake transfer uang segala?" protesku balik. 

 

"Itu beda, Sayang. Uang buat periksa bapak kan bukan tanggung jawabmu, tapi tanggung jawabku. Lagipula kemarin aku sudah ngrepotin kamu minta tolong nganter bapak. Masa' iya minta dibayarin juga," katanya panjang lebar.

 

"Iya, tapi kebanyakan mas. Kemarin habisnya cuma 400 ribu kok."

 

"Ya sudah, sisanya anggap saja nafkah dari suami," kelakarnya.

 

"Hmm ... baru calon suami, belum jadi suami. Jadi belum wajib kasih nafkah," ucapku dengan nada meledek.

 

"Nah gitu dong, semangat ngobrolnya. Jangan males-malesan kayak kemarin." Mas Alvin pun terdengar terkekeh dari seberang.

 

Begitulah memang mas Alvin. Selalu tak membiarkanku dalam kesedihan. Ibu memang benar, lelaki ini memang baik. Tak seharusnya aku melukainya dengan membatalkan pernikahan kami. Kalau sampai iu terjadi, pasti tak akan adil buat dia. 

 

"Dah dulu ya, Dek. Aku selesaikan kerjaan. Habis ini aku mampir ke rumah," pamitnya kemudian. 

.

.

.

Hanya berselang satu setengah jam setelah panggilan teleponnya, mobil mas Alvin pun sudah terlihat memasuki rumah. 

 

Seperti biasa, bapak yang menyambutnya paling antusias. Bagi bapak, mas Alvin adalah pahlawan bagi putri bungsunya ini karena ternyata masih ada yang melamar di usianya ke 28 tahun. Dari dulu bapak yang sering khawatir bahwa aku takkan menikah dalam waktu dekat. Ternyata, calon suamiku justru yang yang fisiknya paling ganteng menurut bapak. Kerjaan mas Alvin juga paling mapan dibanding mas Ridwan dan mas Faris saat dulu melamar dua kakak perempuanku itu. Sebangga itu bapak sama mas Alvin. Apa aku akan sampai hati melukai perasaan bapak?

 

"Kamu itu beruntung, usia sudah tua, masih bisa dipersunting lelaki tampan dan mapan macam Alvin," ujar bapak berulang kali saat ingin mengingatkanku untuk selalu bersyukur. 

 

Usai menunaikan sholat maghrib berjamaah di masjid dekat rumah, terlihat keduanya nampak melanjutkan obrolan lagi di teras. Bapak baru meninggalkan mas Alvin untuk masuk rumah saat melihatku datang membawakan dua cangkir kopi untuk mereka. 

 

"Kopi bapak buat kamu aja, Na. Bapak dari tadi pagi udah kebanyakan kopi," katanya sambil melangkah perlahan memasuki rumah. 

 

"Kamu sehat kan ,Dek, hari ini?" tanyanya saat bapak sudah tak terlihat diantara kami.

 

"Sehat kok, Mas."

 

"Aku kira kamu lagi sakit. Soalnya dari kemarin ngomongnya irit banget," katanya sambil terkekeh.

 

"Nggak apa-apa kok. Itu mas, lagi ...." Aku ragu untuk melanjutkan kalimatku.

 

"Lagi apa? Dapet tamu bulanan?" tebaknya.

 

"Enggak. Bukan itu."

 

"Trus?" Mata mas Alvin memicing ke arahku.

 

"Itu Mas ... mmm ... aku mau ngomong agak serius sama Mas. Boleh?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 25

    Tak berapa lama setelah Vita bangkit untuk ke belakang, tiba tiba Nana memekik kaget saat seseorang sudah memeluknya sangat erat."Maafkan ibu, Na. Maafkan ibu ....""Ibu ...." Suara Nana tercekat. Matanya mendadak berkaca-kaca dalam dekapan ibu mertuanya.Tangannya hampir bergerak untuk balik memeluk ibu mertuanya, namun urung. Nana kembali teringat kejadian terakhir di rumahnya. Bagaimana menyakitkannya perlakuan dan kata-kata ibu mertuanya itu padanya.Nana juga teringat apa yang diceritakan suaminya tentang kebohongan sang ibu di rumah sakit."Mungkinkah wanita ini sedang berpura-pura lagi?" tanyanya dalam hati."Tolong maafkan ibu, Nak. Ibu telah salah menilaimu. Ibu memang bodoh, ibu tidak bisa melihat mana yang baik dan mana yang buruk. Ibu menyesal. Ibu benar-benar menyesal." Nita pun mulai terisak.Nana hanya terpaku menatap suaminya. Sementara ibu mertuanya masih mendekapnya erat.

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 24

    Tiga hari setelah peristiwa di rumah sakit, Alvin sudah kembali berkumpul dengan sang istri. Walau berat, lelaki itu tetap menceritakan peristiwa sebenarnya pada Nana.Dalam hati Nana memang marah. Tapi melihat betapa suaminya berusaha untuk selalu melindunginya, Nana pun rmencoba mengesampingkan perasaan buruknya itu pada keluarga mertuanya. Meskipun semakin lama Nana makin merasa tak mengerti kenapa ibu mertuanya bisa sangat tak menyukainya.Hingga pada suatu sore saat keduanya baru saja pulang dari kantor. Alvin bahkan belum sempat menutup pintu mobil. Tiba-tiba ponsel di dalam tas lelaki itu berbunyi."Mas, mas Alvin bisa ke sini kan? Tolong, Mas!"Suara Elman dari seberang telepon. Dahi Alvin pun berkerut penuh tanya."Ada apa, Man?" tanyanya serius. Sementara Nana yang sebelumnya telah melangkah duluan ke dalam rumah menghentikan langkahnya. Lalu kembali melangkah keluar dari rumah kontrakannya.Dahinya ikut ber

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 23

    Jam sudah menunjuk pukul 1 siang saat pesawat yang membawa Alvin mendarat. Sebenarnya lelaki itu sudah berniat untuk memesan taksi dan langsung menuju ke rumah orang tua Nana. Namun Alvin sedikit kaget karena ternyata Elman telah mrnunggunya di bandara.Pantas saja sepagian tadi adik lelakinya itu terus menghubungi dan menanyainya jam berapa dia pulang. Rupanya Elman memang berniat untuk menjemput kakaknya itu."Memangnya separah apa sih ibu, Man?" tanyanya kemudian saat akhirnya Elman mengatakan padanya untuk mengikutinya ke rumah sakit dulu sebelum pulang ke rumah."Nanti mas lihat sendiri deh. Dari jatuh itu ibu nyariin mas Alvin terus. Hari ini tadi ibu juga yang nyuruh aku jemput ke bandara," jelas adiknya."Ya sudah kalau gitu kita langsung ke rumah sakit. Kamu naik apa ke sini tadi?""Aku bawa mobil, Mas.""Mobil? Mobilnya siapa?""Temennya Dian. Kan disuruh bawa Dian dari kapan itu.""Mobil itu belum d

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 22

    Kejadian jatuhnya ibu mertua di rumah kontrakannya membuat Nana tidak tenang. Lalu malam itu pun dia langsung memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya."Benar nggak ada masalah apa-apa, Na? Ibu lihat wajah kamu murung gitu dari tadi datang."Mau disembunyikan seperti apapun, rupanya sang ibu tak pernah bisa dibohonginya. Nana tetap terlihat tak ceria selama berada di rumah orang tuanya itu."Nggak apa-apa kok, Bu. Bener.""Nggak ada masalah sama Alvin kan?" Ibunya berusaha mendesak."Mas Alvin kan belum pulang dari luar kota, Bu.""Ooh gitu? Ibu pikir Alvin sudah pulang dan kalian bertengkar.""Enggak kok.""Trus kenapa kok tiba-tiba kamu ke sini? Waktu itu katanya mau tinggal sendirian di kontrakan saja sambil belajar berani?"&nb

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 21

    Dua hari setelah pertengkaran kecil pasangan pengantin baru itu, Alvin sebenarnya selalu berusaha untuk membuat Nana melupakan apa yang terjadi. Namun rupanya kantor tempatnya bekerja justru membuat mereka harus terpisah jarak. Sore itu Alvin pulang dan mengatakan pada Nana bahwa dia ditugaskan mendadak ke luar kota untuk menggantikan salah seorang rekannya yang sakit.Nana yang belum sepenuhnya bisa melupakan peristiwa insiden chat Sinta dengan Alvin bertambah cemberut saja mendengar hal itu."Jadi mas beneran harus pergi? Berapa hari?" tanyanya dengan tak bergairah."Paling lama seminggu, Dek. Maaf ya aku nggak bisa menolak tugas kali ini. Karena ini penting banget dan nggak mungkin dilimpahin sama anak buah. Kamu nggak apa-apa kan?"Alvin menatap khawatir pada istrinya. Nana yang masih kesal dengan pemberitahuan mendadak itu nampak tak minat banyak bicara.&n

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 20

    Kekesalan Alvin rupanya terbawa sampai di rumah. Tak biasanya dia menjadi lebih banyak diam. Bahkan dia yang biasanya sangat bersemangat saat istrinya mengajaknya segera beristirahat, malam ini justru lebih memilih duduk sendirian di teras rumah."Kamu tidur dulu aja, Dek. Nanti mas susul," katanya dengan nada sedikit malas.Nana yang masih belum mau beranjak di kursi sebelahnya hanya menarik nafas berat."Mas masih mikirin Dian?" tanyanya ragu. "Dari sejak makan di kafe tadi mas nggak banyak bicara.""Aku agak curiga dengan teman Dian yang bernama Jeslin itu." Alvin menatap istrinya, berharap Nana memahami apa yang dia rasakan saat ini."Mas curiga kalau si Jeslin itu mau berbuat jahat sama Dian?" Dahi Nana berkerut."Persis.""Tapi mana mungkin, Mas?

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status