Home / Rumah Tangga / RAHASIA SUAMIKU / Tulang Rusuk Yang Patah

Share

Tulang Rusuk Yang Patah

last update Last Updated: 2022-08-02 20:36:56

Kinan melanjutkan pertanyaannya. Berharap rasa penasarannya akan terjawab. Mungkin sekarang ini saatnya untuk meluapkan emosi yang selama ini terlah bergumul di dadanya.

"Iya ... Kalau cukup uangnya, Abang berencana ingin berkebun sawit. Lumayanlah pengisi hari Sabtu dan Minggu. Lagi pula itu bentuk investasi keluarga kita. Abang selalu berpikir untuk jangka panjang. Bukan hanya sekarang saja."

Ardi merasa tak ada yang salah dengan rencananya. Dia bertanggung jawab pada masa depan keluarganya. Bahkan sejak saat ini, semua itu telah dipersiapkannya. Toh dia juga menggunakan uang tabungannya sendiri, tak meminta pada Kinan. Hasil biji sawit yang terjual nanti dapat ditabung kembali untuk masa depan mereka. Dimana letak salahnya?

"Abang hebat ya! Abang punya tabungan, tapi aku sebagai istri menghabiskan seluruh uang yang kudapat untuk kebutuhan rumah tangga kita. Aku ini tulang rusuk, Bang. Bukan tulang punggung. Bukan kepala keluarga yang harus menafkahi keluarga kita. Menanggung semua beban dan kebutuhan rumah tangga kita."

Akhirnya isakan tangis itu tak dapat lagi ditahan Kinan. Hatinya merasa terluka dengan kejujuran yang diungkapkan Ardi, suaminya. Laki-laki ini sungguh luar biasa.

"Tabungan Abang kan buat keluarga kita juga, Dek. Kamu tahu sendiri, Abang tak pernah nongkrong bareng teman-teman. Apa yang Abang lakukan, pasti untuk masa depan kita. Kamu harus percaya itu!"

Kinan tak mengerti pola pikir suaminya itu. Menganggap urusan memenuhi kebutuhan rumah tangga sebagai bagian kewajiban istri tentunya bukan cara berpikir yang benar. Cara berpikir yang teramat sangat salah bagi Kinan. Sungguh bertolak belakang dengannya.

"Lantas apakah memenuhi segala kebutuhan rumah tangga adalah tanggung jawabku, Bang?"

Lirih pertanyaan itu Kinan utarakan. Bahkan seluruh sendinya terasa lunglai, tak mampu lagi digerakkan.

"Bukan masalah tanggung jawab, Dek! Kita hanya berbagi urusan. Gajimu untuk kebutuhan hidup dan gaji Abang untuk kebutuhan masa depan. Bukankah pembelian rumah ini adalah salah satu contohnya? Abang tak pernah mengungkit-ungkit tentang pinjaman yang harus Abang tanggung karena membeli rumah ini kan? Maksud Abang, kamu juga seperti itu, Dek."

Ardi menyampaikan cara berpikirnya dengan tenang, tak ada beban. Kinan yang justru merasa emosinya sedang berkumpul di ubun-ubun. Berusaha tak marah, tapi tak bisa. Bagaimana bisa seorang suami dengan santainya berkata seperti itu? Ardi sepertinya harus dirukyah. Ada yang salah dengan susunan sel-sel sarafnya. 

"Jadi Abang berpikir seorang istri juga harus bertanggung jawab dengan segala kebutuhan rumah tangga?"

Kalimat itu terucap dengan nada tinggi. Kinan tak mampu lagi mengendalikan emosinya. Semoga Rafif tak terbangun karena mendengar lengkingan suaranya.

"Ya iyalah, Dek! Menikah itu ibadah yang dilakukan bersama. Maka segala tanggung jawab rumah tangga itu dipikul bersama. Karena itu, Abang tak pernah melarangmu bekerja. Kenapa? Karena Abang tahu hasil yang kamu peroleh juga untuk membantu kebutuhan rumah tangga kita. Kamu juga kan tahu, Dek ... Abang yang membantu kamu agar dapat pekerjaan yang sekarang? Belum tentu kamu diterima di sekolah itu kalau bukan karena rekomendasi Paman Imam kan?"

Kinan meringis dalam hati. Semudah itu Ardi mengungkit jasanya, walau itu sebenarnya tak pernah ada. 

"Jadi Abang sengaja menyuruhku bekerja agar uangnya dapat untuk belanja kebutuhan rumah tangga?"

Kinan tak peduli lagi jika suaranya harus terdengar tetangga sebelah rumah. 

"Asal Abang tahu, aku diterima di sekolah itu karena aku memang layak untuk lulus. Bukan karena rekomendasi. Camkan itu, Bang!"

Ardi tersentak saat mendengar ucapan Kinan. 

"Siapa bilang? Kamu tahu sendiri, banyak orang yang mengajukan lamaran. Tapi hanya sedikit saja yang diterima kan? Kenapa? Karena gaji di sana lebih besar dibandingkan sekolah lain. Karena itu orang akan berebut dengan lowongan yang ada di sana. Jika tak ada rekomendasi paman, kamu tak akan pernah diterima di sana."

Kinan mengepalkan telapak kanannya. Jika tak ingat dosa, rasanya ingin menampar wajah laki-laki yang sungguh tak waras otaknya ini.

"Pihak yayasan tak pernah menerima orang bekerja di sana karena sebuah rekomendasi, Bang! Camkan itu! Jadi, jika aku bekerja di sana, itu karena kemampuanku yang memang layak untuk diterima. Ingat itu, Bang! Jangan selalu merendahkanku! Berhenti membuatku selalu seperti merasa berhutang budi dengan keluarga Abang!"

Kinan menatap tajam pada Ardi. Tak sedikit pun matanya mengedip saat melepaskan perkataan yang pedas kepada suaminya itu.

"Satu lagi, Bang! Abang harus banyak belajar lagi tentang makna sebuah pernikahan! Tentang tanggung jawab suami kepada istrinya! Jangan jadikan aku sebagai tulang rusukmu, Bang ... jika harus kamu patahkan seperti ini!'

Tangisan menutup ungkapan hati Kinan. Wanita itu memilih pergi, beranjak dari hadapan suaminya yang masih tak mengerti dengan kesalahan yang diperbuatnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RAHASIA SUAMIKU   Rahasia Yang Akhirnya Terungkap (ENDING)

    "Bang,dimana kau!" pekik Kinan dengan langkah yang tergesa. Mengabaikan tatapan heran dia lelaki yang memandangnya sejak mematikan mesin motor tadi. Tak peduli tanah yang sedikit becek akibat hujan sesaat barusan, Kinan tak dapat lagi menahan lama-lama emosi yang menggelegak di dadanya. Pernyataan yang disampaikan Fauzan tadi benar-benar membuatnya naik pitam. Mengapa sosok itu harus dia? Bukankah selama ini lelaki itu yang seolah menjadi sahabat dekat mendiang suaminya? Hanya berpura-pura ternyata. Lelaki itu tak lebih dari manusia munafik. Berpura-pura baik, menikam dari belakang. Kinan sempat tercengang saat mendengar nama yang disebutkan Fauzan itu. Menggelengkan kepala menunjukkan ketidakpercayaannya. Bahkan Kinan sempat meminta Fauzan mengulanginya kembali. Memastikan agar lelaki itu tak salah mengeja nama yang akhirnya akan menjadi fitnah. Namun Fauzan mempertegas semuanya. Gendang telinganya tak salah menangkap gelombang suara. Sosok i

  • RAHASIA SUAMIKU   Pengakuan

    Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Fauzan. Lelaki itu tampak merasa serba salah. "Mengapa Abang tak menjawab pertanyaanku? Jangan bilang Abang menyesal telah mengatakan semua ini kepadaku!" tukas Kinan dengan tegas. Tatapan mata Kinan semakin menghujam. Membuat Fauzan semakin gelisah. Helaan napas panjang Fauzan terdengar jelas di tengah pemakaman yang sepi tanpa peziarah lainnya. Tampak beban berat seolah menggurat di wajah lelaki itu. "Abang tak bilang begitu. Hanya saja, Abang pikir semua kisah itu telah terungkap tanpa sisa. Ternyata Abang salah. Harusnya Ardi pergi tanpa belenggu rasa bersalah yang selalu membebaninya."Kinan mengernyitkan dahinya. Tak lama kemudian tangan kanannya bergerak ke arah pelipis. Memijatnya perlahan untuk menghalau rasa sakit yang mulai mendera. "Aku tak paham apa yang Abang katakan. Mungkin lebih baik Abang katakan saja langsung. Tak perlu berbelit-belit. Lagi pula aku tak ingin berlama-

  • RAHASIA SUAMIKU   Siapa Pelakunya?

    Fauzan tampak tersentak. Sepertinya tak menduga jika Kinan akan menanyakan hal ini kepadanya. "Mengapa Abang terlihat terkejut? Abang pikir … aku tak tahu semua itu? Aku tahu, bukan tak tahu apa-apa seperti yang Abang pikirkan."Kinan mencoba menepis keraguan di hati Fauzan. Dirinya tahu tentang masa lalu suaminya. Pun dirinya mencoba berdamai dengan semua itu. Walaupun perceraian yang semoga menjadi penyelesaiannya saat itu. "Setelah Ardi pergi? Atau justru saat awal kalian menikah dulu?"Kinan menggelengkan kepalanya. Perlahan namun pasti. "Bukan keduanya. Aku tahu beberapa waktu sebelum kepergian almarhum. Dan itu pun secara tak sengaja. Berawal dari banyak hal yang memang almarhum coba sembunyikan.  Namun Allah punya kehendak, yang mungkin tak sama seperti yang kita harapkan."Kembali Fauzan tertegun. Tak mampu lagi berkata apa-apa. "Aku tak akan dan tak sedang ingin membicarakan hal itu lagi. Aku hanya ingin mem

  • RAHASIA SUAMIKU   Teman Lama

    Beranjak dari posisi berjongkok, Kinan masih tertegun. Tak mengenal sosok yang ada di belakangnya. Bahkan setelah Kinan membalikkan tubuhnya, tetap saja tak ada ingatan yang tersisa tentang lelaki ini. "Maaf … Abang siapa? Mengenal almarhum suami saya?" tanya Kinan sembari menunjukkan raut wajah bingungnya. Dahinya mengernyit mencoba menguatkan kerja memori otaknya. "Ini makam Ardi kan? Soalnya petunjuk yang aku dapatkan tadi menunjukkan arah ini."Seolah tak peduli dengan pertanyaan Kinan, lelaki itu memajukan tubuh dan menajamkan netranya. Kacamata hitam yang tadi dikenakannya berpindah tempat. Tak lagi menempel di hidung, melainkan menggantung di kancing kemeja kotak-kotak yang dikenakannya."Tak salah lagi. Benar, ini makam Ardi."Lirih lelaki itu berkata sembari menurunkan tubuhnya. Mengambil posisi berjongkok di tempat yang tadinya ditempati oleh Kinan. Bibir lelaki itu berkomat-kamit. Kedua telapak tangannya menengadah.

  • RAHASIA SUAMIKU   Siapa Dia?

    Kinan menatap pilu nisan yang masih terbuat dari sebilah papan. Nama suaminya tertulis di sana. Tanah kuning di hadapannya belum sempurna mengering. Masih membasah, sama seperti hatinya yang belum juga mampu menerima kepergian lelaki ini sepenuhnya. Kepergian lelaki ini masih meninggalkan duka di hatinya. Tak pernah disangka jika mereka sedang dalam situasi tak baik ketika lelaki ini harus pergi selamanya. Itu yang paling menimbulkan penyesalan terbesar di hati Kinan hingga saat ini. Perceraian mereka memang urung terjadi. Namun kenyataan pahit ini jauh lebih menyesakkan dadanya. "Bang … bantu aku! Berikan petunjuk padaku! Aku sedang berjuang membuktikan jika dirimu tak salah kala itu. Sesuai apa yang kamu tuliskan dalam surat itu. Tapi apalagi yang dapat aku lakukan saat ini, Bang? Aku tak tahu bagaimana lagi harus mencari petunjuknya. Aku gagal, Bang."Tak hanya isakan tangis, Kinan juga menumpahkan air matanya. Area pemakaman yang sepi membuat Kinan m

  • RAHASIA SUAMIKU   Mengulang Cerita

    Arman tercengang. Sepasang mata lelaki itu tampak terbelalak. Rahangnya mengeras. Bahkan ekor netra Kinan masih mampu menangkap gerakan terkepalnya telapak kedua tangan lelaki itu. "Abang terkejut aku tahu semuanya? Abang salah jika berpikir akan dapat menutupi bangkai selamanya."Kinan tersenyum sinis. Bentuk penguatan pada diri sendiri agar tak terlihat lemah di hadapan Arman. Kedok lelaki ini harus terbuka sekarang juga. "Pasti Hanif yang mengatakan kepadamu. Benar kan, Nan?" tanya Arman dengan lirih sembari mengacak rambutnya dengan kasar. Kinan diam. Satu hal yang dapat ditangkap dirinya atas ucapan Arman itu. Lelaki ini hanya mengatakan semua itu pada Hanif dan keluarganya. Tidak pada orang lain. "Setidaknya lelaki itu lebih jujur dibandingkan Abang."Kalimat yang singkat itu mengalir dari bibir Kinan. Namun mampu meluluhlantakkan hati Arman seketika. Sebegitu rendahkah dirinya di mata Kinan sekarang? "Kamu ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status