Pintu kamar tak terkunci. Bahkan sudah terbuka sejengkal jari. Pertanda sang pemilik sudah bangun. Jadi Rosa tak sungkan untuk masuk tanpa mengetuk pintu seperti biasa. Karena dia harus merapikan kamar dan menyiapkan makan serta vitamin untuk Zevanya.“Nyonya pagi ini …” kalimat Rosa terjeda ketika mendapati Zevanya yang sedang fokus melukis.Wanita itu menoleh ke arah sumber berasal. “Rosa …”TING!Mereka berdua sama-sama mendengar suara yang sama. Ya, itu suara bel, pertanda ada tamu yang datang.“Saya akan membuka pintu, Nyonya,” pungkas Rosa.Zevanya hanya mengedikkan bahunya selepas Rosa pergi. Siapa pagi-pagi ke sini? Tak mungkin Alejandro. Karena dia bilang akan sibuk beberapa hari. Batin Zevanya. Ibu hamil itu kembali fokus pada lukisan yang ada di depannya.Karena saking fokusnya memilih cat warna. Sampai-sampai Zevanya tak menyadari siapa yang kini berdiri di belakangnya.“Zeva ….”“ASTAGA!” pekik Zevanya karena saking kagetnya.Wajah panik dan imut sangat nampak jelas. Sehi
Sebelumnya ia tak pernah merasa sekecewa ini pada Tessa. Ternyata sesakit ini dikhianati orang yang kita percaya. Apalagi dalam ikatan suci yang diucapkan pada Tuhan di altar pernikahannya dulu dengan Tessa.Bagi Alejandro pernikahan itu janji suci yang tak dapat diingkari. Sedari dulu dia menjungjung tinggi komitmen. Ia tak pernah sedikit pun mengkhianati Tessa. Maka dari itu semua orang bilang dia bodoh.Itu semua bukan cinta, melainkan sebuah kedunguan yang pernah ia lakukan seumur hidup menyangkut Tessa. Jika saja dulu dia mendengarkan apa yang dikatakan Victor, Alexandra dan juga Bianca-mamanya. Mungkin kehidupan pernikahannya tak akan seperti ini.Dia sampai rela menjadikan oranng lain sebagai korban atas keinginan ia dan keluarganya. Ya, Zevanya adalah korban atas keinginan keluarganya untuk memiliki keturunan. Bahkan ini semua ide Tessa. Meski mereka disatukan oleh kontrak yang sama-sama menguntungkan. Namun tak bisa mengubah jika kenyataannya Alejandro mendapat kecurangan ata
Perasaan Bianca dan Ronald tak setenang har-hari kemarin. Ada banyak kejutan akhir-akhir ini. Mulai dari Lidya yang ternyata Ibu dari wanita yang menjual Rahim pada putra satu-satunya itu. Ada rasa senang karena ternyata anaknya dan anak sahabatnya bisa bersatu. Apalagi dengan kehamilan Zevanya. Mbuat Bianca dan Ronald merasa lengkap. Meski penyatuan mereka karena kontrak yang mereka buat.Tetapi tak selang beberapa waktu saja. Bianca dan Ronald mendapat kabar kalau Alejandro membuat wanita cantik itu sedang terbaring di rumah sakit ini.PLAK!!Sebuah tamparan mendarat dipipi Alejandro.“Apa yang kau lakukan pada Zeva, Ale!” pekik Bianca.Tak butuh waktu lama Bianca sudah menghamburkan tubuhnya pada Zevanya yang sudah ada di brankar rumah sakit. Belum juga ada tanda-tanda siuman dari wanita malang itu. belaian lembut tak henti Bianca ulurkan pada kepala Zevanya. Pelupuk matanya pun banjir dipenuhi linangan air mata.Bagaimana dia akan menjelaskan pada sahabatnya, Lidya. Bahwa putranya
Apa yang akan dilakukan wanita ini. Patah arah. Tak tau harus memulai dari mana. Suaminya sudah tak peduli lagi dan bahkan sudah mengusirnya dari kediaman yang sudah mereka singgahi selama beberapa tahun belakangan.“Siapa yang berani-beraninya mengirimkan itu pada Ale!”“AAAA!” jerit Tessa, tangan menjambak rambut yang biasanya terawat. Namun nyatanya kini jika ada orang yang melihat kondisinya, sudah pantas dijuluki orang gila seperti pada umumnya.“Hai, calon janda ….” sapa seseorang yang paling dia benci di dunia ini.Victor menyapanya seperti tanpa dosa.“W-Wait, belum ketuk palu kau sudah jadi gila begini. Ahahahaha …” tawa Victor renyah.“Bajingan kau! Ini semua ulahmu!” teriak Tessa menghadap layar ponsel yang di sana jelas terpampang wajah Victor pula.“Untuk kali ini bukan aku baby.” wajah serius Victor sejenak mengelabui Tessa.“Ahahaha tapi aku senang dengar kabar yang fantastis ini. Aku menunggu ini semua jadi viral. Tapi kalau ini semua viral kau akan banyak job atau …?”
Mulut mulai terbuka menerima suapan dari pria yang telah membuat dirinya hampir saja kehilangan nyawa. Makanan yang tersaji di atas sendok berhasil dilahap habis oleh Zevanya. Sedang ia mengunyah, sentuhan lembut yang mengusap luka dibibirnya.“Maafkan aku. Aku tak bisa mengontrol emosi.” Alejandro menghela napas saat maniknya menatap lekat pada sudut bibir Zevanya yang terluka.Ia juga melihat jelas bekas kemerahan yang hampir pudar. Bekas itu melingkar di leher wanita cantik itu. Ya, luka memar bekas cekik yang dilakukan Alejandro di luar kesadarannya. Akibat dari amarah yang membabi buta.Zevanya hanya diam tak membalas tatapan yang mengarah wajahnya. Ibu hamil itu tak juga masih kecewa terhadap Alejandro. Setiap mereka bertemu hanya penyiksaan yang diterimanya. Apakah ini memang takdir hidupnya? Menjalani kehidupan dengan perlakuan keras, hina dan cacian juga sudah biasa ia dengar dari mulut buas Alejandro.“Aku sudah bilang. Aku bisa makan sendiri. Kalau kau hanya bisa menyuapi s
“Hei kenapa bengong, Zeva? Apa omonganku ada yang buat kau tersinggung?” Anastasia tak enak hati karena Zevanya diam tak menanggapi ucapannya.Entah apa yang dipikirkan Zevanya. wanita itu takut ibu hamil ini berpikiran yang tidak-tidak. Karena yang Anastasia tau ibu hamil mempunyai mood swing yangtak bisa diprediksi seperti apa.“Ee … Zeva abaikan saja omonganku yang tadi. Toh kau tahu sendiri aku asal nyeplos kalau bicara.” Anastasia berusaha mencairkan suasana agar Zevanya juga tak memikirkan hal-hal yang membuatnya kepikiran.“Oh, ya. Kau tahu? Hari ini adalah hari tersialku.” Hembusan napas kasar Anastasia sampai terdengar.Zevanya penasaran kenapa sahabatnya berubah sesebal dan semasam ini wajahnya.“Kenapa?” tanya Zevanya.“Kau tahu? Di café karyawan dan pelanggan sama-sama membuatku naik pitam. Kau tahu kan seberapa sabarnya aku? Sampai-sampai ingin rasanya merobek mulut mereka. Hah …”Zevanya masih diam menyimak dan menahan tawanya. Sudah lama mereka tak saling bertukar cerit
“Kau bisa turunkan aku sekarang. Apa segitu tak percayanya kau denganku? Aku akan menjaga anak kalian, Ale.” Zevanya yang masih dalam gendongan Alejandro akhirnya jengah.Zevanya seakan tak dipercaya oleh pria itu. Itu mengapa dia merasa kesal. Toh yang membuatnya jadi masuk rumah sakit juga karena siapa? Jika tak karena perlakuan kasar Alejandro juga dia tak akan jadi seperti ini.Kesalnya lagi Zevanya merasa seperti ini semua karena ulahnya. Harus minum obat penguat kandungan dan bedrest. Alejandro ini sangat mengganggu mood ibu hamil. Beruntung Zevanya tak sampai mengamuk padanya. Sebenarnya dia sangat ingin sekali melempari wajah Alejandro dengan batu karena saking geramnya.“Eh, jangan nanti wajahnya tak tampan lagi.” Gumam Zevanya.Alejandro yang mendengarnya pun jadi tak bisa mengalihkan pandangannya dari Zevanya. dia baru saja merebahkan tubuh wanita itu di atas ranjang.“Kau bilang apa?” sungut Alejandro.“E-eh apa?” Zevanya sok polos. “Alamak, ternyata dia dengar. Matilah ka
Koper terakhir sudah ada di depan pintu mobil. Semua barang-barang Tessa sudah siap bawa pergi.“Boleh aku memelukmu untuk yang terakhir, Ale?” wajah bengkak karena terlalu sering menangis itu membuat Alejandro menganggukkan kepalanya. Menyetujui keinginan Tessa. bukan hal yang berat jika hanya memberikan sebubah pelukan perpisahan.Mereka berpelukan beberapa saat. Tessa enggan untuk melepas. Wanita itu masih belum rela berpisah dengan Alejandro.Memang penyesalan datang di akhir. Hal ini tak pernah terpikirkan oleh Tessa. Karena sejatinya dia hanya memikirkan karir dan kesenangan semata. Yang ternyata itu hanya sementara.Beberapa hari sebelum kejadian hari ini. Hari Alejandro meminta dia untuk menandatangani berkas perceraian. Tessa merenungi semua. Andai saja dia tak seceroboh itu. Mungkin saat ini dia masih menjadi bagian dari Ricardho.Menjalin hubungan dengan James juga bukan tujuan akhirnya. Tetapi Alejandrolah tempat ia kembali pulang. karena dia merasakan cinta yang sesungguh