Share

3. Sepakat

Author: Rafli123
last update Last Updated: 2025-07-21 10:22:35

Sinar matahari berlahan menerobos cela jendela, Hana yang sejak pagi sudah bersiap dengan seragam salah satu restoran ternama di kotanya. Sita yang sejak semalam menginap, kini tengah menikmati nasi goreng buatannya.

"Hana sarapan dulu, ingat menghadapi kenyataan butuh tenaga juga kan!" selorohnya garing.

"Apa sih! Kamu makan aja yang banyak. Aku belum lapar." Sahutnya, memilih duduk di kursi teras.

Ya, bener di katakan oleh Fadya semalam. Juragan Broto dan anak buahnya tidak menampakkan diri di hadapannya. "Ayok, berangkat! Jangan mikirin hal yang belum terjadi, berfikir yang indah aja ya. Semangat Hana!!" Sita merangkul pundak Hana, wanita berkerudung hitam segi empat itu menggelengkan kepala melihat tingkah random sahabatnya.

Terbebas dari kejaran hutang jurangan Broto membuatnya tenang, namun ketenangan itu entah sampai kapan. Mengingat satu minggu waktu untuk bebas dirinya, setelah itu takdir apa yang akan menghampirinya nanti.

Pengunjung restoran semakin ramai, membuat semua karyawan sibuk termasuk Hana. "Hana antar pesanan ini di meja nomer lima belas!"

Dengan cekatan Hana mendorong troli berisi berbagai menu istimewa. Terlihat seorang pria tatapan dingin menelisik penampilannya, Hana tanpa mempedulikan siapa pengunjung di depannya. "Selamat menikmati makan siang tuan, permisi." Ucap Hana lirih, wajahnya tertunduk berlahan mundur melangkah meninggalkan meja.

"Hana sebaiknya kamu makan siang dulu. Sejak semalam kamu belum makan, tidak perlu pikirkan masalah yang belum tentu terjadi," Sita menyodorkan makan siang pada Hana.

Hana tersenyum getir, tidak menampik jika perutnya terasa lapar. Akan tetapi beban di atas pundaknya begitu berat, seakan semakin menghimpit nya. "Nanti aku makan, aku rapikan meja dulu."

"Hana!" Sita berdecak, kesal sekaligus khawatir akan kondisi Hana. Tubuhnya semakin kurus wajahnya putihnya kini semakin pucat.

"Hana, tunggu! Tolong bawakan just meja yang ujung." Hana mengangguk, mengerjakan semua tugas sampai tidak sadar jika jam pulang telah tiba.

Sita yang malam ini pulang ke rumah mengingat sejak kemarin menginap di rumah Hana, merasa khawatir tentang keselamatan temannya. "Kamu tidak apa-apa, aku tinggal pulang?" ujar Sita, suaranya penuh kekhawatiran.

Hana tersenyum lembut, mencoba meyakinkan Sita. "Ini rumahku, Sita. Semua akan aman, pulanglah salam untuk ibumu," katanya dengan nada yang tenang.

Sita masih terlihat khawatir, tapi dia tahu bahwa Hana adalah orang yang kuat dan mandiri. "Ya sudah, aku pulang. Hubungi aku segera jika ada hal yang terjadi padamu," katanya sebelum memeluk Hana.

Hana membalas pelukan Sita, merasa bersyukur memiliki teman seperti Sita. "Hum, Sita!" katanya sebelum Sita pergi meninggalkan Hana.

Dua gadis berpisah, Hana melanjutkan langkahnya menuju rumahnya. Baru saja kakinya menapak pagar rumahnya, mobil hitam berhenti di belakangnya. Seorang pria berbadan tegap keluar dari mobil, mata tajamnya menatap Hana.

"Nona Hana, tuan Arsa ingin bicara denganmu. Masuklah ke dalam mobil, jangan menunggu kekerasan dariku," ucapnya tegas, suaranya tidak meninggalkan ruang untuk diskusi.

Hana merasa takut, matanya membulat ketika melihat pria itu. "T–tuan kamu?" tanyanya dengan suara yang gemetar, dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hana memilih masuk ke dalam mobil mewah itu, meskipun ada rasa takut dan ketidaknyamanan dalam dirinya. Mobil yang melaju dengan kecepatan sedang menuju salah satu apartemen mewah di kota, membuat Hana semakin penasaran tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Walau ia tahu setelah ini hidupnya tidak lagi bebas.

Ketika mereka tiba di apartemen mewah itu, pria berkaca mata hitam keluar dari mobil dan memimpin Hana ke dalam apartemen yang luas dan elegan. Hana semakin tidak nyaman terlebih lingkungan yang begitu mewah dan asing.

"Jadi kau yang mama ku pilih? Murahan!" ucap Arsa sinis, menatap Hana dengan mata yang tajam. "Kau tidak seperti yang mama ku gambarkan. Lebih seperti... perempuan desa yang tidak tahu diri," tambahnya, suaranya penuh dengan ejekan.

Hana merasa tersinggung dengan kata Arsa, tapi dia mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya. "Saya tidak tahu apa yang Anda maksud, tuan," katanya dengan nada yang tenang, meskipun di dalam hatinya dia merasa marah dan sakit.

Arsa menelisik penampilan Hana yang sederhana, kerudung hitam dan celana hitam. "Kau tidak seperti yang aku bayangkan," katanya, suaranya penuh dengan cemooh. "Tapi, mama ku sudah memilihmu, jadi aku harus menerima keputusan itu," tambahnya, matanya masih menatap Hana dengan sinis.

Tanpa sepengetahuan ibunya, Arsa memberikan peraturan yang rumit untuk Hana dan surat perjanjian. "Kamu harus menandatangani surat perjanjian ini, dan kamu harus mematuhi semua peraturan yang aku buat. Jika kamu tidak mematuhi, maka perjanjian ini akan batal, dan kamu akan kehilangan semua yang aku tawarkan, tentu dengan uang yang mamaku janjikan," kata Arsa dengan nada yang dingin.

Hana ragu-ragu sejenak, tapi dia tahu bahwa dia tidak memiliki pilihan lain. "Baiklah, saya akan menandatangani surat perjanjian ini," katanya dengan suara yang lembut.

Arsa tersenyum mengejek. "Bagus, sekarang kamu harus mematuhi peraturan pertama: kamu tidak boleh mengakui anak itu, dan kamu tidak boleh mencoba untuk mengetahui apa pun tentangnya kelak. Kamu hanya fokus pada tugasmu, tidak ada kontak fisik atau apapun itu mengenai aku. Ingat aku tidak pernah menganggap kamu sebagai istriku. Paham? Dua milyar akan masuk ke rekening kamu, begitu anak itu lahir." Katanya dengan nada yang tegas.

Hana mengangguk, tapi dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran tentang wanita yang menjadi istri pertama pria di depannya. Begitu beruntungnya wanita itu yang di cintai segitu dalam oleh suami. Kesadarannya kembali, siapapun itu tidak ada hubungan dengannya. Tugasnya hanya satu dan itu tidak terbantahkan. "Siapa istri pertama Anda?" Hana memejamkan mata, kecerobohan dirinya yang bertanya.

Arsa tersenyum dingin. "Itu tidak penting. Yang penting adalah kamu fokus pada tugasmu, dan jangan mencoba untuk mengetahui apa pun tentang istri pertama. Jika kamu melanggar peraturan ini, maka perjanjian ini akan batal," katanya dengan nada yang mengancam.

"Pergilah. Jangan lupa bersihkan tempatmu duduk, aku tidak ingin kuman di tubuhmu tertinggal di sana!" Arsa berdiri, meninggalkan Hana yang berdiri terpaku. Tak lama terdengar suara pintu di banting, Hana menghela napas kesabarannya semakin terkikis. Hari pertama bertemu pria yang akan menjadi suami membayangkan tinggal satu atas membuat Hana bergidik nyeri.

__

Hana merasa seperti dihantam badai ketika mendengar kata-kata Fadya. "Mulai hari ini kamu tinggal di sini, pernikahanmu tinggal berapa jam lagi, bersiaplah Hana," kata Fadya dengan nada yang tegas, tanpa memberikan kesempatan bagi Hana untuk membantah.

"Tapi nyonya ..." Hana mencoba untuk berbicara, tapi Fadya langsung memotongnya.

"Tidak ada kata tapi, Hana. Kamu lupa surat perjanjian itu? Di sini aku yang menentukan. Kamu sudah sepakat, tidak ada kata untuk mundur Hana." Kata Fadya dengan mata yang tajam, menatap Hana dengan sinis. "Kamu sudah setuju untuk menikah dengan anakku, dan sekarang saatnya untuk memenuhi perjanjian itu."

Hana merasa seperti terjebak, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. "Tapi... bagaimana dengan putra Anda, nyonya? Saya juga tidak bisa meninggalkan pekerjaan saya begitu saja," kata Hana, mencoba untuk mencari jalan keluar.

"Masalah pekerjaan kamu jangan khawatir, orangku yang akan mengurusnya," kata Fadya dengan senyum yang dingin. "Kamu tidak perlu memikirkan hal-hal yang tidak penting, kamu hanya perlu fokus pada pernikahan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   5. Istri Persinggahan

    Davina tersenyum manis, tapi di balik senyum itu, dia menyembunyikan sakit hati yang mendalam. Sakit hati? Tentu, siapa yang rela suaminya memiliki wanita lain. Tetapi semua demi masa depan, Davina rela dimadu. Dia tahu bahwa pernikahan Arsa dengan Hana adalah keputusan ibunya, dan dia tidak bisa berbuat apa-apa."Vin, aku denger keluarga suamimu mengadakan acara? Tidak biasanya acara di rumah, secara keluarga suamimu orang terkaya di sini. Kenapa kamu di sini?" Anggel mengambil minuman soda dari lemari pendingin."Tidak ada acara, hanya makan siang, kebetulan sepupu suamiku berkunjung dari luar negeri. Kenapa aku ada di sini, kamu tahu alasannya kan?" kata Davina, dia mencoba untuk terlihat santai. Angel, sahabatnya, memberikan minuman dingin padanya, dan Davina menerima dengan seulas senyum.Angel menatap Davina dengan mata yang tajam, dia tahu bahwa Davina menyembunyikan sesuatu. "Bagaimana ibu mertuamu? Apa mereka tahu jika kamu..." Angel menjeda ucapannya, menelisik sahabatnya ya

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   4. Sah

    Arsa merasa seperti dihantam badai ketika ibunya, Fadya, memberitahu bahwa pernikahan dengan Hana akan dipercepat. "Mama, kenapa acaranya dipercepat? Bukankah mama bilang empat hari lagi?" Arsa menolak tegas permintaan Fadya, suaranya penuh dengan kemarahan dan kekecewaan.Fadya tersenyum manis, tapi mata Arsa melihat ada sesuatu yang dingin di balik senyum itu. "Mama tidak perlu memberitahu kamu, Arsa," kata Fadya dengan nada yang tegas. "Setiap keputusan tentang kamu akan mama ambil, katakan pada istrimu jangan membuat ulah."Arsa menggelengkan kepala, tidak percaya bahwa ibunya lagi-lagi mengambil keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan perasaannya. "Aku seperti boneka mu, mama," kata Arsa dengan suara yang lirih. "Aku tidak ada harganya, terlebih istriku, Davina."Fadya menatap Arsa dengan mata yang tajam, seolah-olah dia tidak suka dengan kata-kata Arsa. "Boneka? Kamu berfikir mama menjadikan kamu boneka?" kata Fadya dengan nada yang mengejek. "Tidak salah kamu, Arsa? Justru kam

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   3. Sepakat

    Sinar matahari berlahan menerobos cela jendela, Hana yang sejak pagi sudah bersiap dengan seragam salah satu restoran ternama di kotanya. Sita yang sejak semalam menginap, kini tengah menikmati nasi goreng buatannya."Hana sarapan dulu, ingat menghadapi kenyataan butuh tenaga juga kan!" selorohnya garing. "Apa sih! Kamu makan aja yang banyak. Aku belum lapar." Sahutnya, memilih duduk di kursi teras. Ya, bener di katakan oleh Fadya semalam. Juragan Broto dan anak buahnya tidak menampakkan diri di hadapannya. "Ayok, berangkat! Jangan mikirin hal yang belum terjadi, berfikir yang indah aja ya. Semangat Hana!!" Sita merangkul pundak Hana, wanita berkerudung hitam segi empat itu menggelengkan kepala melihat tingkah random sahabatnya.Terbebas dari kejaran hutang jurangan Broto membuatnya tenang, namun ketenangan itu entah sampai kapan. Mengingat satu minggu waktu untuk bebas dirinya, setelah itu takdir apa yang akan menghampirinya nanti.Pengunjung restoran semakin ramai, membuat semua k

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   2. Tawaran

    "Kenapa diam? Ini tawaran yang datang hanya sekali. Kenapa aku memilih kamu, itu karena aku ingin cucuku terlahir dari wanita bersih. Dan kamu wanita yang beruntung itu. Aku memilih kamu untuk menikah dengan anakku! Ingat waktu kamu tidak banyak. Jadi jangan banyak berfikir." Ucap wanita itu, penuh penekanan."Nyonya, bagaimana dengan istri pertama putra anda? Apakah ...""Kamu jangan pikirkan yang lain. Tugas kamu cuma satu, menikah dan mengandung penerus keluarga Prasaja, kamu tidak lupa kan juragan Broto akan datang besok pagi dan kamu akan menjadi istri keempat tua bangka itu.""T-tapi, nyonya ...""Kamu sudah membuang waktuku. Persiapkan dirimu, besok aku akan menjemputmu! Sebelum itu kamu hubungi nomer ini, pastikan jawabannya sesuai keinginan ku."Suara sepatu high heels beradu dengan lantai yang semakin menjauh dari Hana, tubuh yang sejak tadi menunduk kini luruh ke lantai. Air mata mengalir deras tanpa bisa di bendung lagi. Tangis Hana pecah, lelah dan sesak mengingat kejadi

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   1. Ancaman

    "Hana! Cepat kamu bayar hutang kamu, kalau tidak bersiaplah menjadi istri ke empat ku." Ucap Broto, seorang rentenir yang kejam."P–pak, Broto. Aku akan bayar semua hutang orang tuaku, tapi aku mohon berikan waktu makam ayahku masih basah, mana mungkin ..." Ucapan Hana terhenti, suara lantang dan sorot mata tajam itu kembali terdengar."Kamu pikir uang ku itu uang ibumu, hah! Cepat bayar hutang kamu, aku kasih waktu satu minggu kalau tidak, gaun pengantin dan penghulu yang akan ke sini. Paham kamu!" Tegas Broto.Pria berbadan tambun itu, menyeringai melihat wajah cantik alami Hana. Ya, Broto pria yang terkenal dengan kekejian, seorang rentenir sekaligus juragan tanah. Sifatnya yang semena-mena terhadap orang di sekitarnya, terlebih mereka yang memiliki utang piutang dengan Broto. "Tolong, berikan aku waktu lagi pak. Aku janji akan melunasinya," Hana memohon dengan suara yang bergetar. Entah cara apa ia mampu melunasi hutang orang tuanya, mengingat jumlah yang tidak sedikit sedangkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status