Share

6. Singgah

Penulis: Rafli123
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-25 06:07:12

Davina dan Angel terus membahas rencana mereka, mencari celah kelemahan Arsa dan ibunya yang bisa mereka manfaatkan. "Aku punya ide, Vin," kata Angel, suaranya penuh dengan semangat. "Bagaimana jika kita mencari bukti tentang kebohongan Arsa dan ibunya? Jika kita bisa membuktikan bahwa mereka berbohong, maka kita bisa menggunakan itu sebagai senjata untuk melawan mereka."

Davina tersenyum, dia suka dengan ide Angel. "Aku suka idemu, Angel," kata Davina, suaranya penuh dengan antusiasme. "Tapi kita harus berhati-hati, Arsa dan ibunya tidak akan menyerah begitu saja. Mereka akan melakukan apa saja untuk menyembunyikan kebenaran."

Angel mengangguk, dia tahu bahwa Davina benar. "Aku tahu, Vin," kata Angel, suaranya penuh dengan kesabaran. "Tapi kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan."

Davina tersenyum lagi, dia tahu bahwa Angel adalah sahabat yang setia. "Aku percaya padamu, Angel," kata Davina, suaranya penuh dengan keyakinan. "Kita akan berhasil, aku yakin."

Dengan itu, Davina dan Angel pun mulai mencari bukti tentang kebohongan Arsa dan ibunya. Mereka tahu bahwa ini tidak akan mudah, tapi mereka siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi.

"Kamu sudah siap, Vin? Kamu cinta kan sama Arsa? Setidaknya kamu akan tetap menjadi nyonya Prasaja tanpa harus menjatuhkan keringat hanya untuk mencari sesuap nasi. Maaf tapi, aku rasa ada cara lain." Tiba-tiba keraguan menyelinap dalam hati Angel, mereka adalah sahabat sejak sekolah dulu.

"Seperti rencana kita, aku percaya semua akan berjalan lancar. Aku berharap kamu tetap pada pendirian mu, kamu tahu siapa aku dan keluarga suamiku, Angel. Aku menggenggam rahasia terbesar mereka," ujar Davina yakin.

Menghabiskan waktu bersama Angel, membuat rasa penat hilang seketika. Lelah dan sakit seakan menghilang begitu saja. Walau setelah ia kembali ke dalam istana suaminya kecemburuan kembali menyentuhnya. Tanpa di sadari ibu mertuanya, wanita paruh baya itu begitu perhatian pada Hana. Davina kembali duduk mengirup aroma parfum yang baru saja di belinya.

Davina tersenyum. "Aku percaya padamu, Angel," kata Davina, suaranya penuh dengan keyakinan. "Kita akan berhasil, aku yakin."

Angel mengangguk, dia tahu bahwa Davina benar. "Aku juga yakin, Vin," kata Angel, suaranya penuh dengan semangat. "Kita akan membuat Arsa dan ibunya menyesali keputusan mereka."

Davina tersenyum lagi, dia tahu bahwa Angel adalah sahabat yang tangguh. Mengikuti apapun yang di katakan. "Aku tidak sabar untuk melihat hasilnya," kata Davina, suaranya penuh dengan antisipasi. Segelintir rasa tidak yakin, mengumpulkan bukti? Menjatuhkan nama baik suami dan keluarga besarnya apakah mampu?

Sementara itu, di dalam istana, Hana semakin merasa tidak nyaman. Dia tahu bahwa ibu mertuanya memperhatikan dirinya, tapi dia tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh wanita paruh baya itu.

"Mama, apa yang mama inginkan dari Hana?" tanya Arsa, dia merasa curiga dengan perhatian ibunya terhadap Hana. Sejak kehadiran Hana, Ibunya kerap kali di rumah, menghabiskan waktu di taman atau pun di ruang khusus.

Fadya tersenyum, dia tahu bahwa Arsa curiga. "Aku hanya ingin memastikan bahwa Hana nyaman di sini," kata Fadya, suaranya penuh dengan penuh arti. "Aku ingin dia menjadi bagian dari keluarga ini. Sampai anak kalian lahir, bukankah Hana tidak boleh stres? Mama takut akan memengaruhi proses kehamilannya nanti. Arsa, mama minta temui Hana bukan cuma sekali buat berapa kali biar cepat hamil."

Arsa menggeleng, dia tidak yakin dengan jawaban ibunya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia tahu bahwa ibunya memiliki rencana tersendiri. "Sudah cukup mam, ini yang mama mau. Jangan lagi menghancurkan hati Davina, aku tidak suka. Mengenai kehamilan itu di luar kuasa ku, mam. Aku tidak akan mendatangi kamarnya lagi, hanya satu kali dan itu sudah." Tegas Arsa, menolak keinginannya ibunya. Mana mungkin Arsa menyakiti hati Davina, mendatangi istri keduanya untuk kedua kali.

"Cinta memang buta, membutakan seorang Arsa kelulusan universitas ternama luar negeri. Apa selama ini ada pelajaran yang ..." Ucapan Fadya terhenti. Derap langkah memasuki rumah.

"Davina dari mana kamu? Lupa punya suami?" tanya Fadya, menelisik penampilan menantunya.

"Jika mama lupa, hari ini adalah jadwal ke dokter. Sedang apa mama di sini?" Davina melanjutkan langkahnya menaiki tangga, baru berapa langkahnya terhenti. "Mama menginginkan menantu yang mengerti suami dan ibu mertua. Tapi mama lupa jika anak mama selalu berada di jalur yang mama siapkan. Mas Arsa tahu hari ini jadwalku ke dokter." Lanjutnya meninggalkan Fadya.

Fadya terkejut dengan jawaban Davina, dia tidak menyangka bahwa menantunya akan membalas dengan begitu tajam. "Davina, kamu sebaiknya ingat tempatmu," kata Fadya, suaranya mulai meninggi.

Davina tersenyum sinis, dia tahu bahwa ibu mertuanya tidak suka dirinya berbicara seperti itu. Tubuhnya berbalik, di tengah tangga Davina menatap ibu mertuanya dan berucap. "Mama tidak perlu mengingatkan tempatku, karena aku tahu apa yang aku lakukan," kata Davina, suaranya tetap tenang.

Fadya semakin marah, dia tidak suka dengan sikap Davina yang semakin berani. "Kamu sebaiknya ingat bahwa kamu adalah menantu keluarga Prasaja, dan kamu harus menghormati aku sebagai ibu mertuamu," kata Fadya, suaranya penuh dengan ancaman. "Aku tahu apa yang kamu sembunyikan Davina. Sampai waktunya tiba maka semua akan kembali sesuai tempat dan porsinya."

Davina tersenyum lagi, dia tahu bahwa ibu mertuanya hanya ingin menguasai dirinya. "Mama tidak perlu mengingatkanku tentang itu, karena aku sudah tahu apa yang aku harus lakukan," kata Davina, sebelum melanjutkan langkahnya meninggalkan Fadya.

Sementara itu, Arsa yang mendengar percakapan antara Davina dan ibunya merasa tidak nyaman. Dia tahu bahwa ibunya tidak suka dengan sikap Davina yang semakin berani, tapi dia juga tahu bahwa Davina memiliki alasan untuk bersikap seperti itu. Arsa memutuskan untuk tidak campur tangan, dan membiarkan Davina dan ibunya menyelesaikan masalah mereka sendiri.

Arsa terusik kata yang terucap dari ibunya. Rahasia? Apa ada yang tidak di ketahui tentang istrinya? Arsa menepis praduganya.

Davina, istrinya wanita yang lembut meski hatinya terluka olehnya. Wanita yang berjuang dengan segala obat yang di berikan dokter padanya.

"Arsa, kamu pulang cepat? Mama akan pergi, Mama minta kamu melakukan yang seharusnya di lakukan. Keluarga Prasaja butuh penerus!" Tekan Fadya.

Arsa mengangguk, "aku tahu mama. Biarkan aku istirahat. Kapan mama pulang?"

"Lusa, mama harap kamu adil pada mereka berdua. Hana wanita yang akan melahirkan penerus, Davina istrimu. Jaga keduanya jika tidak ingin kehilangan jabatan mu." Ancam Fadya.

Arsa berbalik, menatap seseorang yang berada di balik tembok pembatas. "Keluarlah. Selain murahan, kau juga merangkap menjadi mata-mata? Ingat, kau hanya singgah di sini. Bersikap sesuai kesepakatan."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Azzurra
Hanna kasian banget kamu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   57. Ayok, kita nikah!

    Devan ingin buru-buru mendekat, tapi langkahnya tertahan oleh suara ibunya Sita.“Jangan membuatnya terluka lebih dari ini. Jika itu terjadi, aku bersumpah akan membuat hidupmu menderita seumur hidup. Kamu tahu kan sumpah wanita teraniaya tidak akan pernah melesat?"Devan menahan napas. Matanya hanya fokus pada Sita yang memalingkan wajah, enggan untuk menatapnya.“Sita, maafkan aku. Maaf sudah membuatmu seperti ini. Aku tahu aku salah, izinkan aku..,Dan saat itu, wajah Sita semakin pucat dan keringat dingin membasahi pelipis dan tubuhnya.Perawat yang lewat spontan masuk ke dalam ruang perawatan begitu Devan keluar dari ruang perawatan.“Tolong keluar dulu! Kondisi ibu dan janinnya turun naik! Cepat panggil dokter Erna!" Devan membeku, melihat keadaan Sita yang semakin memperihatinkan. Pintu ditutup tepat di depan wajah Devan oleh perawat.Ia berdiri di koridor, napas tersengal, seluruh jiwanya remuk. Begitu jahat dirinya yang meminta Sita minum obat pencegah kehamilan, bahkan tid

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   56. Anakku Juga

    Berbekal alamat yang bahkan tidak bisa disebut secara detail oleh Arsa. Alamat hanya nama kota kecil di Jawa Tengah, Devan tetap memaksakan diri berangkat. Tidak ada petunjuk rumah, tidak ada nomor, tidak ada siapa pun yang bisa ia hubungi. Hanya sebuah kota, dan penyesalan yang menyesakkannya setiap detik.Di dalam mobil, tangan Devan terus menggenggam ponselnya erat. Berkali-kali ia membuka kembali pesan singkat dari Arsa, padahal isinya sama. “Kotanya di sana. Sisanya kamu cari sendiri.”Meski samar, tekadnya tidak gentar. Wanita yang bersedia menjadi pelampiasan tanpa menuntut apapun. Bahkan, lebih kejam lagi ia tega memberikan obat pencegah kehamilan. "Maafkan aku Sita, maafkan." Gumamnya lirih. Tatapannya nanar keluar jendela, sang sopir pribadi hanya bisa melihatnya tanpa berani menganggu. “Aku harus ketemu dia,” gumamnya lirih, nyaris seperti janji pada diri sendiri.Perjalanan panjang membuat kepalanya berdenyut. Mual itu datang lagi, gejala yang seharusnya tidak ia rasakan,

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   55. Kemarahan Arsa

    Sepulangnya Hana dari kota kecil yang kini menjadi tempat tinggal Sita. Hana mencoba untuk memahami keadaan sang sahabat meski banyak pertanyaan yang tidak ada satu pun ada jawabannya. Hana berkali-kali melamun, gelisah, dan mudah tersentak. Arsa memperhatikan semua tanpa perlu ditanya, ia tahu Hana sedang memikul sesuatu yang berat.Malam itu, Hana duduk termenung di ruang tengah, memegang cangkir teh yang sudah dingin. Arsa datang mendekat, meraih cangkir itu dan meletakkannya di meja.“Kamu nggak bisa begini terus, sayang." ucap Arsa pelan. “Kamu kepikiran Sita, kan?”Hana mengangguk kecil, matanya berkaca-kaca. “Dia sendirian, Mas. Hamil, nggak ada suami, kamu tahu kan mas, ibunya sakit. Aku nggak ngerti gimana dia bisa sekuat ini."Arsa menghela napas panjang. Ada sesuatu yang menggeram di dalam dirinya, campuran marah, iba, dan rasa tanggung jawab sebagai seseorang yang suaminya alam melindungi seorang istri yang tengah hamil.“Kamu tunggu di rumah,” katanya akhirnya. “Biar aku

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   54. Anakku

    Dania membeku. Kata-kata Devan bergema di kepalanya, menusuk jauh lebih dalam daripada yang sanggup ia bayangkan.“A-apa yang kamu bilang?” suaranya serak, nyaris tak keluar. “Kamu merusak anak gadis orang, Dev?”Devan menunduk, bahunya bergetar kecil. “Aku nggak sengaja, Ma. Aku mabuk, aku nggak sadar melakukannya, tapi..,” ia menelan ludah, wajahnya pucat. “Kemungkinan dia hamil itu besar. Karena tubuhku juga bereaksi aneh. Mual, muntah dokter bilang bisa jadi aku kena Sindrom Couvade. Karena dalam pemeriksaan tidak di temukan penyakit apapun,"Dania menutup mulutnya, napasnya tercekat. “Astaga, Devan!"Ia menatap putranya antara marah, takut, dan panik memenuhi dadanya.“Siapa gadis itu?” Dania memaksa. “Kamu harus bilang sama Mama. Kamu kira ini permainan? Kamu kira Mama bisa diam saja kalau ada anak perempuan yang kamu hancurkan masa depannya?”Devan menggigit bibir, jelas tidak ingin mengucapkannya. Namun dorongan rasa bersalah dan desakan Dania membuatnya berfikir ulang.“Siapa

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   53. Kejujuran Devan

    “Han!” panggilnya begitu gerbang terbuka, napasnya memburu.Hana yang sedang menyiram tanaman menoleh kaget. “Devan? Ada apa? Kok wajahmu, pucat sekali?”“Di mana Sita?” tanya Devan langsung, tanpa basa-basi. Suaranya tegang, hampir putus.Hana mengerutkan kening. “Loh, bukannya Sita sudah pulang ke kampung? Dia pamit sama aku, Dev.”“Pulang?” Devan mendekat, matanya membesar. “Ke kampung mana, Han?”“Tentu saja ke kampung orang tuanya, di Jawa.”Hana tampak bingung. “Dev, kamu kenapa? Sita beneran pamit. Keluarganya nolak bantuanku juga. Katanya pengin hidup tenang dan nggak mau merepotkan.”Devan menelan ludah. “Kamu, benar-benar nggak tahu alamat pastinya?”Hana menggeleng perlahan. “Nggak, Dev. Dia cuma bilang mau jauh sebentar. Ada apa sebenarnya?”Devan memalingkan wajahnya. Napasnya terasa berat, sesak, seperti ada batu besar yang menekan dadanya.“Dev…?” panggil Hana hati-hati.Tenggorokan Devan bergeser. “Aku, aku cuma..,"Kata itu keluar lirih, namun Hana bisa merasakan geta

  • RAHIM PENGGANTI (Antara Janji Dan Air Mata)   52. Tanpa Jejak

    Mereka kembali terdiam, begitu Sita menceritakan tujuannya menemui sahabat sekaligus pemilik daycare tempatnya bekerja.“Kamu yakin hanya itu? Kamu nggak ada bohong sama aku kan?” Hana menatap sahabatnya lekat-lekat. Nada suaranya lembut, tapi penuh kecurigaan. Sita menghindari tatapan itu terlalu sulit baginya.“Aku, beneran, Han. Orang tua mau balik kampung. Mereka butuh aku. Kamu tahu kan, aku punya tanggung jawab besar itu."Sita mencoba tersenyum, namun suaranya bergetar.Hana mengangguk pelan, meski jelas ia tidak sepenuhnya percaya. “Kalau memang itu alasannya, aku nggak bisa tahan kamu. Tapi, kamu yakin keputusan ini nggak mendadak banget?”Sita menelan ludah. “Aku sudah mikir lama.”Hana menggenggam tangannya tiba-tiba. “Sita, kamu sahabat aku. Kalau ada apa–apa, kamu bisa cerita. Aku nggak akan nge-judge.”Dada Sita sesak. Bohong itu menekan seperti batu besar di tenggorokan. Tapi mengatakan yang sebenarnya, itu artinya kepalanya akan pecah, hidupnya berubah total. Apa yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status