Share

PART 7

Rian menyandarkan tubuhnya di tembok depan kelas Raina. Cowok itu menunggu Raina keluar dari kelasnya.

Tak lama kemudian, Raina pun keluar dari kelasnya bersama Luna dan Risa.

"Na, lo jadi temenin gue ke mall, kan?" tanya Luna.

"Ja---"

"Raina sama gue," potong Rian membuat ketiganya langsung menoleh pada cowok itu.

"Enak aja lo. Gue duluan yang udah janjian sama Raina. Iya kan Rain?"

Raina melirik Rian yang tampaknya tidak ingin dibantah.

"Sorry, Lun, bukannya gue gak mau nemenin lo, tapi gue gak bisa. Soalnya Rian udah duluan ngajak gue pergi."

Wajah Luna tampak kecewa. "Terus gue pergi sama siapa dong?"

"Sama Risa aja. Sa, mau temenin Luna, kan?"

Risa menggeleng cepat. "Gak. Malas gue ke mall. Mendingan gue tidur di rumah."

"Sa, jangan gitu lah sama Luna. Sekali-kali temenin Luna. Lagian kalau gue bisa aja pasti gue udah temenin Luna."

"Ya udah oke. Gue mau." Raina dan Luna tersenyum lebar karena Risa mau menemani Luna.

"Makasih Risa. Kalau gitu gue sama Risa pergi dulu, ya. Bye, Rain."

"Bye."

"Yan."

"Hm."

"Kenapa lo tiba-tiba datang ke kelas gue? Rian yang gue kenal gak mungkin nunggu gue di depan kelas." Raina cukup heran karena Rian yang menunggunya di depan kelas. Apalagi cowok itu tidak pernah menunggunya. Mereka tidak pernah pulang bersama. Katanya, Rian malas mengantar Raina pulang karena jarak rumah Raina dan rumah cowok itu cukup jauh. Jadi ia tidak mau membuang terlalu banyak tenaga hanya demi cewek itu. Rian tidak seperti cowok lain yang perhatian pada pacarnya. Apalagi pacar yang tidak ia cinta.

"Gue mau ngajak lo pergi."

"Pergi? Ke mana? Rumah lo? Mau nyuruh gue bersihin rumah lo lagi? Duh, Yan, please deh gue itu capek baru selesai belajar masa lo udah nyuruh gue buat bersihin rumah lo? Gak ada hati nurani banget ya lo."

"Bawel banget sih lo." Rian memilih berjalan duluan meninggalkan Raina.

"Eh, Yan. Tunggu!"

*****

Raina mengernyitkan keningnya saat Rian memberhentikan motornya di dekat sebuah toko mainan.

"Yan, lo udah gede. Ngapain sih pakai beli mainan segala? Masa kecil lo kurang bahagia?"

"Mau diam atau gue gunting mulut lo?"

"Kayak lo berani aja." Raina tersenyum mengejek.

"Lo pikir gue gak berani?" Rian membuka tasnya membuat Raina sedikit ketakutan.

"Eh, jangan. Gue cuma bercanda kok. Lo mau beli mainan apa? Gue bantu cariin deh."

Tanpa menjawab pertanyaan Raina, cowok itu berjalan masuk ke dalam toko mainan tersebut.

Raina berdecak. Merasa kesal karena Rian yang meninggalkannya. Ia pun segera masuk ke dalam toko menyusul Rian.

"Sebenarnya lo mau cari mainan buat siapa? Cewek lo, ya?" Rian yang sedang menatap beberapa mainan yang dipajang di rak pun menoleh pada Raina ketika mendengar pertanyaan cewek itu. Wajahnya tampak datar.

"Ngapain gue cari mainan buat lo? Emang masa kecil lo kurang bahagia?"

"Bukan. Maksud gue cewek lo yang lain."

Rian melayangkan tatapan tajamnya pada Raina. "Lo pikir gue cowok macam apa yang pacarin banyak cewek?" sinis Rian.

"Sorry, gue pikir lo punya cewek gitu selain gue. Gue tahu lo pacarin gue biar supaya ada yang bisa lo suruh-suruh, kan? Kalau emang niat lo pengin bikin gue jadi babu lo, harusnya lo itu suruh gue jadi babu bukan cewek lo."

"Bacot mulu lo daritadi. Mendingan lo bantuin gue cari mainan buat keponakan gue."

"Iya, iya."

"Keponakan lo umur berapa?" tanya Raina.

"Kenapa nanya-nanya?"

"Biar bisa cocokin seleranya kayak gimana."

"Empat," jawab Rian singkat.

"Empat apaan? Jawab yang jelas. Empat itu ada banyak. Ada empat detik, empat menit, empat jam, empat hari, empat minggu, empat---"

"Empat tahun."

"Oh oke."

Rian menyesal telah mengajak Raina menemaninya membeli mainan untuk keponakannya. Cewek itu sangat cerewet. Dan Rian tidak menyukai cewek yang cerewet seperti Raina. Kalau saja ia tidak membutuhkan Raina sebagai pesuruhnya, Rian pasti tidak akan mau menjadikan Raina sebagai pacarnya.

Karena cewek cerewet seperti Raina bukanlah tipenya.

"Yan, mainannya boneka teddy bear aja, ya. Gue yakin keponakan lo pasti suka."

"Oke." Rian mengambil alih boneka teddy bear berwarna merah mudah tersebut dari tangan Raina. Lalu ia berjalan ke kasir untuk membayarnya.

Setelah selesai, mereka pun keluar dari toko.

Raina mengusap perutnya yang berbunyi. Cewek itu lapar.

"Lo kenapa?" tanya Rian menyadari ada yang tidak biasa dengan Raina.

"Gak papa. Ayo pulang."

Rian memilih tidak bertanya lagi. Ia melempar helm pada Raina yang langsung ditangkap oleh cewek itu. Selesai memakai helm dan menaiki motor barulah mereka beranjak dari sana.

*****

"Loh, Yan, rumah gue masih jauh kali. Ngapain lo berhenti di warung makan?"

Raina mengusap perutnya. Kenapa Rian harus memberhentikan motornya di depan warung makan? Kalau begini, yang ada Raina tidak bisa menahan rasa laparnya.

"Gak usah banyak nanya. Ikut gue aja." Rian melepas helmnya lalu turun dari motor. Begitu pun dengan Raina. Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam warung makan tersebut.

"Eh, Den Rian. Makan yang biasa, kan?" tanya seorang pria paruh baya yang Raina yakini adalah pemilik warung tersebut.

"Iya Pak Anto. Dua ya."

Pria bernama Pak Anto tersebut melirik Raina sejenak lalu tersenyum.

"Pacarnya Den Rian, ya? Gak nyangka ternyata Den Rian punya pacar juga."

"Minumnya es teh sama es jeruk, ya, Pak."

"Oke Den."

"Lo kenal pemilik warungnya?" tanya Raina.

"Iya."

"Btw, kenapa tiba-tiba lo ngajak gue makan?"

"Karena gue lapar."

"Oh gitu." Raina merutuki kebodohannya karena telah salah menduga. Ia pikir Rian mengajaknya ke warung makan karena cowok itu tahu kalau ia lapar, ternyata ia yang terlalu percaya diri.

"Ini Den makanannya. Selamat menikmati."

"Makasih Pak Anto."

Rian melahap makanannya. Namun, Raina tidak melahap makanannya. Cewek itu hanya menatap makanannya membuat Rian menatap bingung cewek itu.

"Makan. Jangan diliatin aja."

"Tapi gue udah gak ada uang lagi buat bayar makanannya." Uang jajan Raina memang tinggal sedikit. Itu pun tidak akan cukup untuk membayar satu porsi nasi ayam.

"Emang gue ada suruh lo bayar?"

"Enggak sih."

"Ya udah dimakan."

"Tapi kan gak enak sama lo. Masa gue makan dibayarin sama lo?"

"Terserah lo. Mau makan atau enggak gue gak peduli."

Raina mengerucutkan bibirnya. Rian memang benar-benar cowok yang sangat cuek.

Raina kembali menatap nasi ayam yang berada di hadapannya. Kalau ia tidak makan dan hanya menonton Rian makan, yang ada ia bisa mati kelaparan. Lagipula, Rian juga mau membayar makanannya, jadi lebih baik ia makan saja. Untuk saat ini, biarlah ia menghilangkan rasa gengsinya daripada rasa laparnya.

*****

Selesai makan, Raina menunggu Rian di motor. Rian masih berada di dalam warung untuk membayar makanan mereka tadi.

Raina mengusap perutnya. Sekarang perutnya sudah tidak berbunyi lagi. Karena ia sudah kenyang. Bahkan sangat kenyang.

Tak butuh waktu lama, Rian pun sudah keluar dari warung makan.

"Makasih, ya, Yan udah bayarin gue makan."

"Lo pikir makasih aja cukup?"

"Besok gue ganti uang lo."

"Gue gak butuh uang."

"Terus lo mau apa?"

"Gue mau nanti malam lo temenin gue ke rumah Tante gue."

"Kalau gue gak mau?"

"Kalau lo gak mau berarti lo udah siap buat terima akibatnya."

Raina menghembuskan napasnya. Untuk pertama kalinya ia menyesal ditraktir makan oleh orang lain.

Mau menolak pun tidak bisa. Terpaksa ia harus menuruti cowok itu.

******************************

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ivannadrn._
rian ngeselin anj
goodnovel comment avatar
devi ta
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status