Bab 18
Sekarang aku mau berkelit seperti apa? Saksi sudah memojokkan aku, meskipun bukti tidak ada di tangan. Namun, jika aku mengaku, maka tamatlah riwayatku."Bohong, ini fitnah," ucapku sambil menggelengkan kepala."Bu Diana, ikut kami ke kantor, silakan jelaskan di kantor," ujar Pak Polisi."Nggak, saya nggak mau ditahan!" teriakku. Namun, mereka memaksaku sampai akhirnya aku tidak bisa lagi menghindar. "Asri, Mas Arya, aku tidak salah, kalian kan tahu sendiri Amira telah mengambil Mas Taka dariku, ia yang salah!" teriakku ketika petugas membawaku ke mobil. Namun, Asri hanya menatapku nanar, tanpa berkata-kata sedikit pun kepadaku.Aku menghela napas berat, rasanya ingin memaki Amira yang selalu menang, kenapa aku selalu kalah? Apakah tidak ada sedikit pun kebahagiaan yang singgah dalam hidupku?Kemudian setelah tiba di lokasi, aku diinterogasi oleh petugas yang berwajib. Semua ia tanyakan dari hal kecBab 19"Pak Tristan Adrian?" Aku terperanjat melihat foto yang ia tunjukkan. Seorang pengusaha ternama. Ada apa dengannya hingga rela membantuku? Apa lelaki tersebut naksir terhadapku? Aku hempas jauh-jauh pikiran itu. Mana mungkin ia naksir dengan ibu rumah tangga sepertiku?"Ya, itu beliau yang meminta saya untuk meringankan hukuman Anda." Pengacara berkata seperti itu, berati aku akan mendekam di penjara, hanya saja hukuman akan lebih ringan."Untuk apa orang asing membantu saya, adakah embel-embel?"tanyaku menyelidiki."Setiap perbuatan tentu ada balasan, begitu juga dengan perbuatan Pak Tristan, ia pasti mengharapkan balasan," sahutnya membuatku menyandarkan tubuh ini di sandaran kursi."Sudah kutebak, pengusaha sepertinya tak mungkin membantu jika tidak ada keinginan," jawabku tertawa kecil.Aku diam sejenak, kalau aku tidak terima tawarannya, bisa membuatku semakin menyiksa. Jika terbukti aku
Bab 20Aku tinggalkan mereka, tapi Mas Taka berusaha meneriakiku."Diana! Tunggu!" teriaknya. Aku pun berhenti. Sedari tadi aku menunggu Mas Taka bicara, tapi ia justru cuek. Sekarang setelah aku hendak meninggalkannya, ia baru menyapaku."Apa, Mas? Bukankah Amira sudah cukup membuatmu nyaman? Bukankah kamu tidak membutuhkanku lagi?" tuturku."Aku cuma mau bilang, besok tidak dapat hadir dalam persidanganmu, karena harus menghadiri persidangan cerai kita," terangnya sangat menyakitkan.Aku menghela napas panjang, lalu menyodorkan tangan ini padanya. "Selamat, Mas. Kamu menang, selamat menempuh hidup baru dengan Amira," ucapku kemudian meninggalkan mereka berdua.Rasa gengsi ini masih menjadi-jadi, gengsi untuk meminta maaf pada mereka berdua membuatku terkurung di balik
Bab 21"Uang? Rasanya kebahagiaanku sudah hilang, jadi meskipun disodorkan dengan gepokan uang sekalipun takkan membuatku bahagia," jawabku menolak ajakannya. "Sadarlah Reno, jangan terus menerus mengikuti egomu, sekarang kamu sudah mapan, tunjukkan pada dunia, bahwa kamu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Amira," tambahku.Kemudian, Mas Reno termenung, lalu aku bangkit hendak kembali ke sel tahanan. Namun, tanganku ditarik olehnya."Ya, wanita itu adalah kamu, Diana. Aku akan tunggu kamu sampai keluar dari bui ini," ucap Mas Reno membuatku tertawa kecil. Bisa-bisanya ia mengeluarkan senjata itu lagi. Aku tahu betul seberapa buayanya Mas Reno."Sudahlah, jangan becanda. Aku tahu siapa kamu," tepisku sambil balik badan dan meninggalkan Mas Reno. Namun, lagi-lagi ia menghentikan langkah kaki ini.
Bab 22Aku menghampiri pengunjung yang datang, dan ternyata mantan mertuaku dan Diva yang datang. Aku meraih punggung tangan mantan mertuaku. Begitu juga dengan Diva ia sangat sopan terhadapku.Kemudian, mereka duduk bersebelahan. Sedangkan aku berada di depannya. Sudah lama aku tidaj bertemu dengannya, terakhir ketika putusan sidang, tapi sekalinya bertemu, mereka mengunjungiku di penjara.Mama menggenggam tanganku. "Kamu hamil, Diana? Apa itu anak Taka?" tanyanya. Aku tahu pasti ia menanyakan hal itu, pasti dikarenakan perselingkuhan itu."Aku yakin ini anak Mas Taka, tapi bukan berarti aku minta balik lagi kok, Mah," ucapku sambil mengembangkan senyuman."Ya, Mama tahu itu, Mama ke sini hanya untuk memastikan bahwa kandunganmu baik-baik saja," ucap mama sambil bangkit. Ia menghampiriku lalu duduk di sebelahku. Setelah itu
Bab 23"Cukup!" teriakku. Kemudian perlahan kaki ini menghampiri mereka. "Kalau aku tidak mendekam di penjara, anak itu aku yang rawat dan takkan kubiarkan siapa pun memilikinya," ucapku pada mereka."Diana, kamu baru saja melahirkan, lebih baik berbaring," suruh Mas Taka sambil coba menuntunku."Nggak usah nuntun aku, Mas. Kamu bukan suamiku lagi, kamu suami orang, Mas," sanggahku sambil menepis tangannya."Biarkan aku saja yang menuntunnya," susul Mas Reno."Aku ingin bayi itu dirawat mantan mertuaku. Lagian aku heran sama kamu, Mas, sewaktu aku berkhianat dan dibenci suamiku sendiri, kamu pun ikut meninggalkan aku, kamu lebih rela mempertahankan dengan Amira. Kau anggap apa aku saat itu, Mas? Hah!" sentakku pada Mas Reno."Aku tahu saat itu aku salah, maaf, beribu kata maaf
Bab 24Aku baca hasil dari Mas Reno, dan ternyata hasilnya mereka tidak cocok. Aku senyum semringah, itu artinya Dika adalah anak Mas Taka, dan aku tidak salah pilih orang tua yang merawatnya sampai aku keluar dari penjara."Mas, kamu bukan ayah biologisnya Dika," terangku pada Mas Reno. Ia pun hanya mengangguk, terpancar kesedihan di matanya."Aku ayah kandung Dika, jadi setelah kamu keluar dari penjara, kita akan sidang hak asuh," tutur Mas Taka membuatku geram. Maksudnya apa? Kenapa ia bicara seperti itu?Aku menggelengkan kepala, kemudian menggebrak meja. "Mas, kamu benar-benar sudah berubah! Dia anakku, setelah aku keluar dari penjara, takkan kubiarkan ia tinggal bersamamu!" sentakku kesal.Manusia memang tidak ada yang sempurna, di sela-sela kebaikannya, pasti ada saja celah keburukan. Kupikir Mas Taka ba
Bab 25"Ayo kita bawa ke rumah Pak RT!" teriak salah seorang warga."Stop! Saya bilang stop! Kami bukan penculik, anak ini anak kami, namanya Redika, panggilannya Dika," ucap Mas Reno."Ah bisa saja kalian mengintai Dika, makanya tahu namanya," tutur orang itu lagi.Mamanya Amira terus mendekap erat tubuh Dika, ia seperti tak mau kehilangan sosok anak yang kukandung itu. Padahal awalnya hanya menitipkan, tapi kenyataannya, tidak ada manusia yang benar-benar baik, di sisi baiknya pasti ada sedikit celah keburukan.Aku menghela napas berat. Sepertinya harus pasrah pergi dari rumah ini dengan tangan kosong. Ya, aku akan kembali lagi dengan membawa bukti agar mereka tidak bisa mengelak lagi.Aku menatap wajah Dika. Sejak lahir ia tidak mengenali mamanya. Memang salahnya di sini. Y
Bab 26Aku mengernyitkan dahi, sepertinya memang pernah ketemu dengan orang yang kini berada di hadapanku."Oh ya, Anda bukankah orang yang berada di butik Mbak Amira saat itu, Anda yang coba mempermalukan Mbak Amira, dan ternyata Anda si pelakor," tuturnya membuatku menghela napas dalam-dalam. Kemudian, menoleh ke arah Mas Reno, pria yang membawa wanita ini di hadapanku."Maaf Intan, tidak seperti itu ceritanya, waktu itu hanya salah paham saja," jelas Mas Reno."Emm, maaf, kamu cari saja pengacara lain, saya tidak mau ambil resiko membela wanita yang jelas-jelas bersalah," hardik wanita yang bernama Intan. Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Meski dada ini sesak, aku berusaha untuk tenang. Mungkin ini yang dinamakan sanksi sosial, sudah mendapatkan hukuman pun masih harus dicaci oleh segelintir orang.&n