RINDU SUAMI ORANG
Bab 2
Aku harap Mas Taka becanda, rasanya tidak rela suamiku direbut oleh wanita lain. Meskipun wajahnya tidak setampan Mas Reno, tapi ia sudah cukup mapan. Sedangkan Mas Reno, hanya mengandalkan ketampanannya. Namun, hatiku selalu berdebar ketika menatap paras lelaki belakang rumah.
Aku coba singkirkan prasangka buruk pada Mas Taka. Jangan sampai mulut ini mengakui perselingkuhanku dengan Mas Reno. Aku belum siap, sebab belum memiliki keturunan untuk mendapatkan hak hartanya Mas Taka.
"Kamu becanda, kan?" Aku membelai dagunya dengan lembut. Namun, ia membuang mukanya. "Mas, kok kamu sebut aku selingkuh? Aku sayang banget sama kamu, jadi nggak mungkin ngelakuin itu," lirihku sambil memeluk tubuhnya.
"Sudahlah, aku mau mandi," jawabnya sambil berlalu pergi.
Aku menunggunya keluar dari kamar mandi, dan duduk di depan televisi 32 inch yang dihadiahkan adiknya ketika aku menikah dulu. Sambil menunggu Mas Taka, aku coba menyusun pertanyaan apa yang tadi ia ucapkan.
Tidak lama kemudian, Mas Taka keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk dan kolor saja. Namun, ia dingin terhadapku. Tersiksa rasanya jika ia tak mau bicara. Khawatir uang belanja dan skincare dikurangi.
"Emm, Mas. Kamu kenapa sih? Kok dingin dan cuek?" tanyaku padanya. Ia pun melanjutkan gosok badannya dengan handuk.
Kemudian, ia memakai kaos berwarna hijau tua. Setelah selesai mengenakan baju, ia tak kunjung bicara juga. Aku pun terus menerus menyecarnya.
"Aku tahu, menurut artikel yang aku baca, jika suami berubah total seperti contohnya laki-laki yang ada di hadapanku ini, artinya ia sedang memikirkan wanita lain. Kamu selingkuh ya, Mas?" cecarku dengan mata penuh curiga. Sorotan mataku membuat Mas Taka menghela napas berat.
"Nggak salah tuduh?" tanyanya dingin. Apa maksudnya? Apa ia curiga padaku?
"Tadi kamu yang bilang sendiri, bahwa kamu abis dinner dengan wanita, kamu selingkuh dari aku, Mas? Apa kamu sudah bosan punya istri seperti aku? Hah!" sentakku kasar. Ia pun menggelengkan kepalanya sambil mendesah kesal, lalu duduk di sofa yang sengaja kami letakkan di depan ranjang tempat tidur.
Ia diam, lelaki yang penuh tanggung jawab ini kalau diam biasanya luluh jika aku goda dengan membuka kancing, pasti sudah langsung tersenyum. Namun, untuk kali ini, kucoba melakukannya dengan merebahkan kepala ini di pangkuannya. Setelah itu aku buka kancing baju satu, tapi ia tak menatapku. Kemudian, kubuka satu lagi, ia justru memasangnya kembali.
"Mas, aku kurang cantik, ya? Sampai kamu bosan bicara denganku?" Pertanyaan yang sebenarnya enggan kulontarkan, terpaksa kutanya, sebab perlakuannya sangat aneh. Aku hanya takut ia selingkuh dengan wanita lain.
"Sudah jam delapan, aku mau tidur, capek kerja hari ini." Akhirnya ia mengeluarkan suara juga.
Kemudian, aku mengikutinya dan menggandeng Mas Taka sampai ranjang.
"Besok mau ke luar kota, kan? Jadi sebelum ke luar kota kita ...."
"Aku ngantuk, mau tidur!" cetusnya membuatku mengernyitkan dahi. Masa iya Mas Taka tahu perselingkuhanku dengan Mas Reno? Kan tidak ada yang tahu. Kalau iya, itu artinya Mas Reno yang bocor. Lebih baik aku chat saja orangnya untuk meminta penjelasan.
[Mas, kok kelakuan Mas Taka aneh, apa ada yang melihat kita?] Pesan aku kirim dan langsung dibaca olehnya.
[Nggak, nggak mungkin ada yang tahu, kita ketemu nggak pernah sore, selalu tengah malam.] Balasannya biasa saja, tidak ada rasa takut sedikitpun.
[Amira gimana kelakuannya? Apa ia mau diajak berci*ta malam ini sama kamu?] tanyaku penasaran.
[Amira lagi lampu merah, udahlah kamu tenang aja, semua aman. Ini Amira lagi siap-siap untuk ke luar kota besok.] Jawaban Mas Reno membuatku sedikit lega.
[Mas, aku tidak mau ada yang tahu ya, aku memang nyaman berada di dekat kamu, tapi anggap untuk selingan. Obrolan chat tadi hanya becandaan.]
[Chat apa?] tanyanya.
[Chat tentang aku minta halalin.]
[Iya, aku tahu kok, aku pengangguran, jadi kamu nggak akan mau denganku.]
[Loh kok gitu bicaranya?] tanyaku gantian.
[Memang gitu, kan?] tanyanya balik.
Aku tidak membalas chatnya lagi. Balasannya pun langsung aku hapus agar Mas Taka tidak mengetahuinya.
Aku coba memejamkan mata, tapi yang terlintas hanyalah wajah Mas Reno di pikiranku. Astaga, ternyata rindu suami orang itu sangat menyiksa. Mungkin karena balasan terakhir tadi ia agak sensitif, jadi aku kepikiran. Kenapa ia sama sepertiku, kalau marah seperti itu. Jadi ini yang membuatku nyaman padanya.
***
Langit pagi ini cerah sekali, Mas Taka sudah bersiap untuk berangkat ke luar kota. Katanya lokasi kali ini dekat, jadi hanya semalaman perginya.
"Aku berangkat dulu, tolong jaga kepercayaan aku," pesannya. Rupanya ia sudah tidak ngambek lagi. Buktinya sudah mau pamit padaku. Mungkin semalam lelah bekerja jadi membuatnya hilang mood.
"Kamu hati-hati, tenang saja, istrimu yang cantik ini selalu setia," ucapku sambil mengecup punggung tangannya.
Mas Taka pun pergi, ia pergi dengan menggunakan mobil kesayangannya.
Tidak lama kemudian, selang beberapa menit keberangkatan Mas Taka, datanglah dua orang lelaki berpakaian seperti buruh.
"Permisi, Bu, saya ditugaskan Pak Taka untuk menutup pintu belakang dengan batako, saya sudah pesan batakonya sebentar lagi tiba. Boleh saya masuk, Bu untuk menyiapkan segala sesuatunya di belakang?" tanyanya membuat keheranan. Kenapa Mas Taka tidak bilang aku kalau mau tutup pintu belakang?
"Monggo, Pak. Masuk saja," suruhku mempersilakan. Lalu aku menghubungi Mas Taka untuk memastikan bahwa dua orang ini adalah suruhannya.
"Mas, ini ada dua orang, katanya disuruh kamu untuk nutup belakang?" tanyaku.
"Oh iya lupa. Itu loh aku sering mergokin tikus lewat pintu belakang. Kayaknya tetangga belakang rumah tuh pemalas, jadi sarang tikus di sana, makanya aku tutup saja," jawabnya.
"Oh ya sudah, kalau gitu, hati-hati ya, Mas," pesanku lalu mematikan sambungan teleponnya. Rupanya Mas Taka sering lihat tikus, kok aku nggak pernah ketemu, ya? Aneh kadang Mas Taka juga.
Selang beberapa menit, sebuah mobil pengangkut batako datang. Lalu meletakkannya di depan rumah.
Kemudian, mereka pun memulai pekerjaannya.
[Pintu belakang kamu, ditutup batako, kok bisa? Nanti malam bagaimana?] Mas Reno mengirimkan pesan padaku. Segera aku membalasnya.
[Iya, kata Mas Taka, ia sering lihat tikus muncul dari rumahmu, makanya rajin bersih-bersih, Mas.]
[Apa jangan-jangan Taka tahu, Sayang?] tanyanya.
[Entahlah, Mas. Aku bingung. Jujur saja, aku kangen terus pengen lihat kamu.]
Mas Reno langsung menghubungiku melalui video call.
"Hai, Diana. Mungkin Tuhan menakdirkan kita seperti ini. Cinta pasangan orang," candanya seperti biasa.
"Iya, rindu yang melelahkan itu merindukan pasangan orang," balasku dengan tawa.
Pintu sengaja aku buka, karena bunyi ketukan palu untuk menutup akses pintu belakang sangat keras sekali. Jadi, aku sengaja membuka pintu dengan lebar. Kami becanda sambil tertawa melalui video call. Namun, lagi asik becanda tiba-tiba muncul sosok dari belakangku. Ya, terlihat dari layar video call, dan Mas Reno yang menyadarinya pun mematikan sambungannya.
"Ehem, video call sama siapa tuh?"
Bersambung
Bab 3Aku terkejut melihat kedatangan adiknya Mas Taka, Nadifa Reinata. Ia muncul begitu saja, aku harap Difa tidak melihat sosok yang berada di layar ponsel tadi."Kamu kok nggak bilang ke sini?" tanyaku heran."Iya, Mbak. Tadi disuruh nganter ini sama Mas Taka. Nggak tahu nih apaan isinya," ucap Difa membuatku menghela napas lega. Aku pikir ia tadi lihat aku menghubungi siapa, ternyata Difa tidak membicarakan hal itu.Difa pun pamit dan pergi lagi. Aku membuka titipan yang masih tertutup rapat. Sebuah bingkisan kado, apa ini untukku?[Lingerie ini untukmu, simpan, nanti dipakai.] Aku terkejut, bukankah Mas Taka tidak pulang malam ini? Kenapa kirim bingkisan seperti ini? Nanti saja kubuka jika sudah ketahuan benar atau tidaknya Mas Taka yang kirim.Aku coba menghubungi Mas Ta
Bab 4Lebih baik aku ke rumah Mas Reno saja, memberikan informasi ini, bahwa istrinya ada main dengan suamiku.Akhirnya aku suruh taksi online untuk kembali ke lokasi penjemputan. Ya, aku akan labrak istrinya Mas Reno nanti. Begitu juga dengan Mas Taka, jika ia pulang nanti, akan kumarahi abis-abisan di rumah. Sudah lama mulut ini tidak memberikan ceramah panjang padanya.Aku duduk bersandar sambil melipat kedua tangan. Teringat masa-masa bersama Mas Taka, ia orang yang sabar, tidak pernah neko-neko, tiap kali aku memarahinya, pasti ia hanya diam, justru malah berbalik memelukku. Namun, bayang-bayang nama Amira kini tersemat di hatiku, otak ini tak berhenti berprasangka buruk padanya.Setibanya di rumah Mas Reno, aku pun segera masuk, khawatir ada tetangga depan atau samping yang melihat kedatanganku.
Bab 5Mas Reno menghentikan langkahnya, lalu beradu pandang denganku."Sebentar saja, tolong sembunyi di gudang," bisiknya."Iya, tapi siapa yang datang?" tanyaku penasaran."Mertuaku ada di depan, tidak ada pintu lain untuk kamu keluar dari sini, jalan satu-satunya bersembunyi, tolong jangan keluar sebelum aku panggil," pesannya sambil membawaku ke gudang kecil ukuran satu meter persegi.Gudang itu hanya cukup untuk aku berdiri, langit-langitnya pun dipenuhi sarang laba-laba. Mas Reno membuka pintunya sedikit untuk celah aku bernapas, sebab memang tidak ada lobang untuk sirkulasi udara.Mas Reno terlihat memakai kaos sambil bergegas membuka pintu, aku coba mengamati dari celah yang sengaja dibuka sedikit.Kulihat ia membuka pintu lebar
Bab 6Mas Reno memegang kalungku yang tidak sengaja terjatuh dengan tangan terlihat bergetar. Pasti ia bingung harus jawab apa. Sementara mertuanya tampak menyecarnya dengan mata penuh menyoroti wajah menantunya."Mah, ini kalung untuk Amira, aku mau kasih ia surprise, tapi kelihatannya tadi jatuh, aku lupa," jawab Mas Reno membuatku menghela napas lega. Akhirnya, aku selamat. Kulihat mulut mertuanya sedikit bulat membentuk huruf O seraya ia percaya dengan apa yang menjadi alibi Mas Reno."Oh, gitu. Ya sudah Mama pulang dulu, itu belanjaan Amira taro di kulkas, Mama pulang, ya, sopir sudah nunggu," ucapnya sambil melambaikan tangan.Kuperhatikan wanita tua itu hingga tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Setelah itu, barulah aku keluar menghampiri Mas Reno kembali. Sepatu high heels membuatku agak sedikit kesulitan melangkah dengan cepat.
Bab 7Kemudian, ia membuang ikat pinggangnya. Lalu bertanya padaku. "Sudah berapa tahun kita kenal?" tanyanya sinis.Aku tak kuat dengan tatapannya, takut bercampur gemetar, sebab ia tidak pernah marah terhadapku, ini kali pertamanya ia menyorotiku seperti itu.Kupeluk tubuh kekarnya, agar reda amarahnya. Meskipun ia belum cerita apa yang membuatnya marah."Kita sudah menikah sekitar dua tahun, tanpa pacaran, dan baru kali ini aku melihatmu marah tak terkendali, ada apa, Sayang?" Aku balik bertanya di pelukannya.Mas Taka melepaskan pelukan, lalu mengajakku duduk. Namun, tiba-tiba ada suara ketukan pintu terdengar."Assalamualaikum." Salam pun menyertai setelah ketukan pintu terdengar."Waalaikumsalam," jawab kami berdua."Sebentar, Mas. Aku buka pintu dulu," ucapku."Ya sudah, aku mandi dulu," jawabnya masih dengan nada datar, lalu aku bergegas membuka pintu.
Bab 8Rupanya kami dihadapkan di depan RT. Kulihat yang tegang hanya aku dan Mas Reno. Sedangkan Amira dan Mas Taka tampak biasa saja.Aku dijejerkan dengan Amira oleh Bu Sonia. Sementara Mas Taka, ia disuruh duduk di sebelah Mas Reno. Lalu pintu ditutup oleh Pak Riko, dan ia duduk di hadapan kami berempat. Ini seperti rapat keluarga, bukan rapat RT dan warga.Pak Riko menghela napas, lalu menoleh ke arah istrinya. Setelah itu, mereka berdua mengangguk secara berbarengan.Mataku melirik ke arah Mas Reno seraya mencuri pandangan, ia pun sedikit mendongak seraya kode bertanya apa yang akan dibahas Pak Riko?Tak lupa kulirik ke arah Mas Taka yang fokus ke arah Bu Sonia dan Pak Riko. Terlihat tidak ada beban di matanya.
Bab 9"Oh itu, iya memang itu saya, kalau benar Anda mau apa? Jangankan saya, kalian pun curiga kan pada suami saya dan Amira, iya kan?" tanyaku balik. Sebenarnya aku sudah menyusun kata-kata ini jika Mas Taka tahu keberadaanku di rumah Mas Reno. Sebab, tadi ia sangat berperilaku aneh. Jadi saat itulah sanggahan sudah terlintas di otakku ini."Maksudnya Bu Diana itu awalnya juga curiga pada Bu Amira dan Pak Taka? Jadi, Bu Diana berniat menanyakannya gitu?" tanya Bu Sonia sambil mengangguk seraya percaya dengan ucapanku."Ya, seperti itu, jadi kedatanganku ke rumah Amira, ya karena ingin menanyakan langsung padanya gosip itu, dan kebetulan mamanya tiba-tiba datang, saya nggak mungkin dong nunjukin wajah, yang ada malah mencurigai saya, jadi ketika mamanya Amira datang, ya saya sembunyi," jawabku membuat Pak Riko menutup rapat kali ini."Baiklah,
Bab 10"Tidur dulu, istirahatkan badan, aku juga lelah seharian ini, please kamu tidur, ya," suruhnya dengan lembut. Mataku berkaca-kaca ketika mendengar sosok lelaki yang kukhianati bertutur lembut."Mas, jangan ucapkan talak lagi ya, jadi jika emosimu sudah mereda, kita bisa balikan lagi," pintaku sambil menggenggam tangannya.Ia hanya diam, menatapku nanar, kemudian berbaring membelakangiku."Aku tidur di kamar ya, selamat malam," ucapku sambil turun dari ranjang. Ya, aku terpaksa bersikap lembut, khawatir ia mengucapkan talak satu kali lagi, bahkan talak tiga, astaga kalau sampai tiga kali dia berucap talak, maka kesempatan aku balik lagi harus merelakan ia menikah dengan wanita lain lebih dulu, dan aku nggak mau itu terjadi.Aku pindah ke kamar utama. Berbaring ke kanan, lalu balik ke kiri, tetap saja mata