Share

7

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-08-27 08:36:43

Sampai pagi ketika aku membuka mata, pikiranku masih terus teringat kepada kejadian malam tadi, aku masih tidak percaya bahwa tadi malam perasaan telah mempermainkan diriku.

Kupikir Kak Gerald sungguh menyukaiku, tapi ternyata dia hanya mempermainkan. Jika memang dari awal dia tidak menyukaiku, lalu untuk apa semua sikap manis dan kebaikannya. Aku tidak mengerti, mungkin aku hanya mainan untuknya.

Lama termenung di atas tempat tidur hingga aku bangkit pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri

Selesai salat subuh, aku kembali duduk di depan meja belajar sambil mengemasi beberapa tugas kuliah. Tapi pikiranku kini terbagi kepada Yusuf Akbar yang malam tadi rela berada ada di tengah hujan dan cuaca dingin demi menerangi jalanku. Aku bahkan lupa berterima kasih padanya karena sibuk oleh kesedihan sendiri.

Jika aku bertemu dengannya aku akan mengucapkan terima kasih, tapi di sisi lain aku juga berharap tidak bertemu lagi karena rasa takut kepadanya.

Pukul 7.30 aku turun dan bergabung sarapan bersama anggota keluargaku, mengucapkan salam kepada ayah lalu mencium pucuk kepalanya dan duduk menikmati nasi goreng buatan Bunda.

Tiba-tiba dari pintu depan terdengar ucapan salam, Bunda bangkit dan pergi membukakan pintu, ternyata seseorang terdengar familiar suaranya, dan tak lama kemudian Gerald menyusul ke ruang makan.

"Assalamualaikum,Om, Tante, saya Gerald, saya Kakak angkatan Hassa, saya datang untuk menjemputnya ke kampus."

Pria itu terlihat rapi, senyumannya manis,. Dan sikapnya seolah tidak bersalah apapun padaku.

Kedua orang tuaku saling melirik dan tersenyum sedang aku masih menahan kesal didalam hatiku.

"Maaf tadi malam, saya membawa bersama teman dan tidak menemukanmu lagi, jadi saya gelisah dan buru-buru bangun lalu bersiap untuk datang memastikan ke sini."

"Apakah semalam kamu tidak mengantar Hassa?" tanya Ayah.

"Maafkan saya Om, saya terlalu bersama hiruk-pikuk teman-teman dan meninggalkan di kursi, tanpa saya sadari ternyata dia sudah pulang. Maafkan saya ya, Hassa." Iya terlihat meminta maaf dengan tulus.

"Tidak masalah saya sudah melupakannya." Aku menjawabnya dengan dingin.

"Lho jangan gitu Sayang, kasihan ini temannya bela-belain datang ke rumah untuk memastikan keadaan kamu."

"Saya berterima kasih untuk itu," balasku masih dengan hati jengkel.

Setelah berpamitan kepada kedua orang tuaku Kami naik ke mobil dan langsung meluncur menuju kampus. Sepanjang perjalanan aku hanya diam dan Kak Gerald terus berusaha untuk mengajakku bicara.

"Hassa tolong maafkan kesalahanku, aku berjanji tidak akan mengulanginya."

"Apa kesalahanmu Kak?"

"Jangan bersikap sedingin itu. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu terluka, hanya saja malam tadi kami mengadakan sebuah game dan seru-seruan di mana orang yang kalah harus berdansa."

"Berdansa dengan mesra?" Tanyaku sarkas.

"Aku sangat merasa bersalah dan tidak bisa tidur, aku terus memikirkan wajahmu dan bagaimana kau pulang malam tadi."

"Aku bukan anak kecil. Aku bisa mengurus diriku sendiri, tolong hentikan mobilmu karena aku mau turun."

Mendengar ketegasanku, pria itu tercengang, tanpa menunggu lama,

mobil itu berhenti seketika namun ketika aku hendak turun Kak Gerald menahan lenganku.

"Hassa tunggu, aku sungguh ingin minta maaf tolong jangan lakukan ini padaku," pintanya dengan nada memelas.

Dia menatap mataku dengan tatapan penuh cinta dan menggenggam kedua tangan ini, aku berusaha menghindar namun dia kembali membingkai wajahku dengan kedua tangannya sampai mengatakan bahwa dia menyukaiku.

"Kau tahu bahwa hatiku bergetar ketika menatapmu, kupikir itu hanya perasaan biasa tapi ternyata ketika kau mengabaikanku hati ini sangat sakit."

"Lalu bagaimana dengan perasaanku malam tadi?"

"Tolong lupakan itu dan kita mulai dari awal, aku mohon ya, aku mohon," bujuknya dengan nada rendah, membuat hatiku mau tak mau meleleh jadinya, iba tapi masih menyisakan kesal.

"Kamu mau kan maafin aku?"bisiknya sambil mendekatkan wajah kami.

"Iya."

"Terima kasih."

Tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan di keningku, membuatku terkejut bukan kepalang. Aku tidak tahu harus memberi respon seperti apa, bahagia atau syok, karena seumur hidup tidak pernah diperlakukan demikian oleh pemuda. Rasanya perutku dipenuhi oleh kupu-kupu yang membuatku ingin tertawa lepas namun di sisi lain aku harus menahan perasaan itu karena masih merasa ragu. Aku juga masih kesal padanya.

Mobil kembali berjalan dan memasuki area kampus, aku turun dari sana dan mengambil buku dan tasku. Setelah berpencar dengan Gerald aku menuju gedung kelasku, namun tanpa sengaja aku melihat Yusuf dari celah pagar tembok universitas, dia menatapku dengan tajam sambil mencengkram jemarinya.

Perlahan perasaanku menjadi ciut dan ketakutan, aku khawatir dia terobsesi padaku dan merencanakan niat jahat, aku sungguh gemetar menahan ketakutan itu.

Sepanjang mengikuti mata kuliah fokusku terus terpecah antara perasaan jatuh cinta pada Gerald, merasa beruntung bersamanya atau takut kepada Yusuf, aku khawatir pria itu akan mengikuti dan memberiku pelajaran, terlebih aku belum diganjar hukuman karena sudah menabrak kakinya.

*

Jam kuliah berakhir, aku berharap bisa bertemu dengan Kak Gerald lagi sebelum kembali ke rumah namun ternyata dia tidak ada di kampus dan mobilnya juga tidak berada di area parkir.

Kenapa hatiku berdebar dan mudah sekali rindu kepada pemuda itu padahal ini jelas-jelas adalah perasaan yang tidak boleh dipupuk lebih banyak lagi.

Karena tidak menemukan Kak Gerald dan tidak tidak punya kegiatan lagi, akhirnya kuputuskan untuk pulang dan menaiki angkot ke rumah. Sengaja tidak membawa sepeda karena bannya pecah dan stangnya bengkok akibat tabrakan kemarin.

Baru saja angkot itu berjalan sejauh 100 meter tiba-tiba sopirnya menghentikan mobil lalu memintaku untuk turun.

"Ada apa Mang?" tanyaku pada supir yang terlihat ketakutan itu.

"Mbaknya yang jilbab ungu tolong turun, karena ada yang ingin bertemu," ujarnya gemetar.

Aku turun dari sana dengan penuh pertanyaan dan terkejut seketika karena ternyata motor Yusuf sudah memalang laju angkot yang aku tumpangi. Motornya melintang di jalan dan dia mau mendesak supir itu untuk menurunkanku di tengah jalan.

Setelah angkot pergi, Yusuf menghampiriku, wajahnya terlihat penuh amarah dan tegas.

"Ayo naik."

"A-aku tidak mau, a-aku ...." Saking takutnya aku lupa berterima kasih atas perlakuannya semalam.

"Kalau aku menamparmu maka kau akan pingsan di atas trotoar, naik dan akan kuantar kau pulang!" Dia memintaku dengan sedikit teriakan membuat orang-orang yang ada di sekitar situ menoleh kepada kami. Ingin naik tapi aku tidak berkenan, ingin menolak namun tidak punya pilihan lain.

Setelah aku naik, dia menggeber gas dengan kencang lalu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, memaksaku untuk berpegangan di pinggangnya.

"Kita mau kemana?"

Pria itu tidak menjawabku namun berbelok ke arah lorong yang pernah aku lewati dan masuk ke dalam garasi besar yang berupa gudang tempat memperbaiki motor. Pintu ditutup lalu dikunci menggunakan linggis.

Tentu saja aku ketakutan buka main sambil memeluk tas, aku berjalan mundur dan menjauhinya yang berusaha menghampiriku.

"Jadi kau bersama dengan pemuda itu lagi?"

"Me-memangnya kenapa?"

"Kau tidak punya otak, atau kalau sudah terlalu diperbudak oleh perasaan sukamu?!' ia meraih sebuah palu besar dan menyeretnya ke hadapanku, tentu aku makin gemetar bukan main. Suara palu bergesekan dengan lantai membuatku ketakutan luar biasa.

"Jangan sok tahu, emangnya kenapa kalau aku bersamanya?"

"Kau tidak sadar bahwa pria itu mempermainkanmu?"

"Lalu apa bedanya dia denganmu? ia mendekatiku dan mengatakan rasa sukanya. Sedang kamu, terus mengikuti dan mengawasiku seperti hantu, apa yang kau inginkan?" tanyaku sambil menangis tersedu-sedu.

"Aku hanya tidak ingin kau terluka, tapi kau ...."

Dia tidak melanjutkan kata-katanya namun mengayunkan palu tersebut dan memecahkan

kursi dan sebuah pintu mobil yang teronggok di sana.

Aku terkejut melihat kemarahan yang membabi buta.

Prak!

Prang!

Ketika kemarahan itu reda, aku memberanikan diri bertanya

"Tapi apa, kenapa ucapanmu menggantung?" tanyaku pada pria yang sudah menjatuhkan diri di kursi karena lelah mengamuk sendiri.

"Aku hanya tidak ingin melihatmu menangis lagi, tapi sekarang lakukan saja apa yang kau inginkan, pergi dari sini!" Teriaknya membuatku kaget dan langsung berlari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ROMAN CINTA YUSUF DAN HASSA   32

    "Perbaiki dirimu, posisikan menatapku, peluk aku erat dan fotografer akan menjepret kita," bisiknya ketika momen pre wedding untuk undangan digital dalam amplop pernikahan kami."Aku malu, Bang," ungkapku Pelan."Mana mungkin kau malu pada calon suaminya sendiri, jangan pergi kau dan ganggu karena aku bisa menciummu di depan semua orang," godanya tertawa."Sudahlah, Abang ...." Aku merajuk dan cemberut sedang ia tertawa."Apa hari ini orang tuamu akan datang dan bergabung membuat foto keluarga?""Iya tentu saja, berikut juga orang tuamu," jawabnya."Bagaimana kamu menyakinkannya Bang?""Menikah denganmu adalah kehendakku mereka tidak akan menentang, apalagi kau adalah wanita baik-baik yang melindungi harga diri dan kehormatan.""Aku masih takut Bang," jawabku lirih."Kamu tidak perlu memikirkan itu kita tidak akan tinggal serumah dengan mereka hanya kau dan aku dan kebahagiaan kita saja. Jadi pejabat acara pernikahan agar kita bisa segera bulan madu," godanya sambil menyenggol bahu

  • ROMAN CINTA YUSUF DAN HASSA   31

    "Alhamdulillah Abang, akhirnya ayah merestui hubungan kita," ucapku dalam pelukan Abang."Iya, Alhamdulillah, betapa senangnya aku hari ini, aku sangat bersyukur balasnya dengan bola mata yang berkaca-kaca karena bahagia."Terima ayah," ucapku melepas pelukan Abang lalu beralih kepada ayah dan mencium tangannya."Iya, anakku, aku tahu bahwa kau akan bahagia dengan pilihan hidupmu sendiri," jawab ayah dengan menahan perasaan dan air matanya."Aku tahu ini berat untuk ayah, tapi aku akan menjaga amanah dan kepercayaan aku juga akan mencoba melindungi martabat Ayah meski nantinya suamiku adalah ....""Tidak perlu disebutkan Hassa, Ayah percaya bahwa kalian akan berubah menjadi manusia yang lebih baik." Lalu Ayah berani kepada Abang dan berbicara padanya."Aku percaya padamu bahwa kau akan menghentikan semua perbuatan tidak baik dan berubah menjadi manusia yang akan menjaga kehormatan istri dan keluargamu.""Insya Allah, Pak, hidup saya saat ini akan didedikasikan untuk membantu orang

  • ROMAN CINTA YUSUF DAN HASSA   30

    Di lain waktu, ayah mengantarku ke kampus, dengan motor matic milik adikku, ayah menurunkanku tepat di depan gerbang dan menyuruhku segera masuk."Ayah akan jemput, jadi jangan pulang sendiri.""Hanya ada dua blok dari sini ayah," sanggahku."Dua blok itu mendekatkan kamu dengan apa yang seharusnya tak kamu dekati.""Yah, apa ayah tidak mau menerima sisi baik orang lain?"Pria berkaca mata yang sebenarnya sangat menyayangiku itu hanya bisa menggeleng."Ayah tahu yang terbaik, Nak. Ayah tak ingin menjatuhkan kamu dalam kehancuran," jawabnya."Hassa enggak akan hancur ayah....""Ayah tahu yang paling benar, jangan sok pintar, ayah tak mau kamu salah pilih orang! Tunggu Ayah di depan gerbang sore nanti." Ayah menarik gas lalu pergi begitu saja dari hadapanku.*Sore hari ketika pelajaran dan kelas tambahan sudah selesai aku menunggu ayah di depan gerbang kampus. Di saat yang bersamaan Abang datang dan menyapaku, dia membawakan sekotak pisang coklat dan menawariku."Enggak usah, Bang, aku

  • ROMAN CINTA YUSUF DAN HASSA   29

    "Apa?""Iya aku telah memergoki perbuatan kekasihmu yang mengendap-ngendap masuk kedalam kamar wanita yang notabene sangat religius. Ternyata jilbab yang kau kenakan hanya kamuflase agar orang lain tidak menghujatmu," ejeknya.Gubrak!Tanpa banyak bicara lagi dan seolah diberikan kekuatan, aku langsung menghantam muka si Gerald dengan tas yang kubawa."Kalaupun semua itu terungkap dengan jelas, maka akan ada orang yang juga ikut dipermalukan, yaitu orang yang menguntit kehidupan orang lain," jawabku."Kamu jangan coba-coba mengancam ya, kamu hanya gadis kecil yang lemah," ucapnya sembari mendorong tubuhku dengan keras.Namun seorang diberi kekuatan untuk berani dan kokoh, meski kuat dorongannya aku tidak terjatuh, malah kali ini aku menarik pergelangan tangannya dan memutarnya. Hingga pria itu kaget dan menjerit kesakitan."Kemarin aku lemah dan bodoh, iya. Tapi sekarang aku tidak akan tinggal diam pada orang-orang yang jahat padaku. Masih ingat bahwa kau ingin memperkosa diri ini? S

  • ROMAN CINTA YUSUF DAN HASSA   28

    Pletak!Suara batu kecil menghampiri jendela rumahku, aku terbangun dan langsung mengintip pelakunya dari balik jendela.Ternyata Abang di sana, mengendap endap lewat sisi pagar dan memanggilku menggunakan kerikil. Perlahan kugeser kaca jendela dan bertanya ada apa."Apa yang Abang lakukan di situ?""Menemuimu?""Tapi ayah akan melihat?" bisikku."Tidak akan," balasnya. Wajah dan tubuhnya tidak terlihat, kecuali siluet kelabu yang tertutupi oleh bayangan rumahku yang berlantai dua."Abang, aku pun ingin melihatmu," ucapku."Apa ayahmu sudah tidur?""Sudah," balasku.Perlahan ia naik ke sisi tembok lalu memanjat genteng, untungnya material itu kuat sehingga mampu menopang tubuh Abang, perlahan pria itu merangkak menuju jendela tempatku berdiri, sementara aku menunggu dengan napas tertahan."Apa yang Abang lakukan, tolong, ayah akan tahu," bisikku panik."Diam dulu kamu, kalo kamu seribut itu maka ayahku pasti akan tahu," balasnya memberi isyarat jari di bibir.Dia masuk ke dalam

  • ROMAN CINTA YUSUF DAN HASSA   27

    "Mari masuk, silakan duduk, Pak, Bu," ucap Ibu dengan sopannya.Keluarga Abang terlihat mengedarkan pandangan pada interior rumah kami, ibunya terlihat tersenyum tipis sedang ayahnya hanya nampak sinis sambil 1, kelihatannya dia meremehkan keadaan keluargaku."Silakan duduk, saya agak terkejut karena Bapak dan Ibu datang tanpa pemberitahuan, saya jadi tidak menyiapkan apa apa," ucap ibu berusaha ramah."Tidak apa, Kami tidak akan menyita waktu keluarga ibu, kami hanya ingin bicara sebentar saja."Aku dan abang yang duduk berhadapan saling memandang dan kembali diam. Sementara Ibu memanggil Rizal dan ayah untuk menemani keluarga Abang."Ayah, tolong masukklah," bisik ibu.Ayah yang terlihat malas dan sedikit tidak suka dengan keluarga Reinaldi, hanya mendecak kecil lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan orang tua Abang.Melihat gelagat ayah yang terlihat menunggu pria itu membuka pembicaraan akhirnya Bapak pengacara yang cukup terkenal itu membuka suaranya."Kami sekeluarga datang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status