Share

Alina.

Ngelmu iku kalakone kanthi laku.

Lekase lawan kas, tegese kas nyantosani.

Setya budya pangekese dur angkara.

Alina menembangkan "tembang pocung".

Alina sangat menyukai tembang itu ketika Bu Tiwel mendendangkan itu setiap Alina akan tidur.

Alina sangat menyukai tembang jawa.

Baginya, tembang jawa menyimpan filosofi yang sangat menarik menurutnya.

"Hei, anak aneh!" teriak Yudi.

Alina menghentikan mendendangkan tembangnya dan menoleh ke arah Yudi dan kawan-kawannya.

Yudi menamai diri mereka dengan sebutan "ksatria pemberani".

Entah ksatria pemberani dari mananya, sedangkan Yudi dan kawan-kawan merupakan anak penakut.

mereka hanya berani menindas orang lemah. Salah satunya adalah, Alina.

Mereka seringkali membully dan menindas Alina karena mereka menganggap Alina adalah gadis aneh.

Alina sering kali berbicara seorang diri.

Alina bahkan sering mengamuk dan kerasukan.

Hal itu lah yang membuat Alina dijauhi oleh teman-temannya dan mendapat bully di sekolahnya.

Saat usia tujuh tahun, Bu Tiwel sudah membawa Alina ke orang pintar, bahkan ke ustad terkenal untuk menyembuhkan putrinya itu.

Namun tak kunjung membaik.

Alina adalah salah satu anak dengan kemampuan "spesial" yang menurut orang awam hal itu merupakan sebuah kutukan.

Alina dapat berinteraksi dengan mereka yang "tak terlihat".

Puncaknya adalah hari itu, hari dimana sebuah tragedi menimpa Desa Rejoseno.

Alina terlihat gelisah malam itu, bunyi suara binatang malam pun mengusik malam Alina.

"Minggir! Pergi, kamu!" teriaknya.

Bu Tiwel yang mendengar jeritan Sang Anak pun menghampirinya.

"Nduk, bangun!" Bu Tiwel menepuk lembut pipi Alina.

Namun nihil, tak ada pergerakan bahwa Alina akan terbangun.

Alina terus menjerit dan mengucapkan kalimat larangan.

Bu Tiwel yang khawatir pun berlari ke rumah Ustad Ahmad.

"Assalamu'alaikum, Pak! Saya butuh bantuan, Pak!"

Lama mengetuk, akhirnya pintu pun terbuka. Seorang pria berusia tiga puluh tahun dengan jambang dan kumis tipis berwajah teduh itu pun berdiri di ambang pintu.

"Waalaikumsallam, ada apa, Bu Tiwel?" tanya Ustad Ahmad.

"Tolong Lina, Ustad!"

Tanpa banyak bertanya, ustad Ahmad yang faham kondisi Alina pun segera mengikuti Bu Tiwel.

"Hi-hi-hi, ada orang sok suci datang."

Suara Alina berubah menjadi suara nenek-nenek. Entah siapa yang sedang mendiami raga Alina.

"Astaghfirullah," ucap ustad Ahmad mengelus dadanya.

"Alina kenapa, ustad? Kenapa dia seperti ini?" tanya Bu Tiwel khawatir.

"Tenang, Bu. Dia bukan Alina, dia adalah jin yang mendiami raga anak Ibu, Alina." jelas ustad Ahmad.

Ustad Ahmad mengambil posisi duduk bersila dan mulai memutar tasbihnya.

Ayat suci al-qur'an di bacanya dengan fasih.

"Argh, panas! Hentikan, dasar manusia bodoh! Kamu mau buat aku mati, hah!" pekik makhluk yang mendiami raga Alina itu.

Pekikan dan jeritan terdengar nyaring memenuhi seisi rumah.

Sumpah serapah bahkan di lontarkan makhluk itu untuk ustad Ahmad.

Namun ustad Ahmad tak gentar. Baginya, kedudukan manusia lebih tinggi daripada jin sepertinya itu.

"Awas kamu, tunggu pembalasanku! Akan aku buat anak turunmu menderita! Camkan itu, hi-hi-hi."

Alina tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri.

Ustad Ahmad mengucap kalimat hamdalah untuk mengakhiri do'anya tadi.

Tak lupa, ustad Ahmad berusaha memberi perlindungan berupa pagar diri pada Alina.

"Bu, saya sudah memberi pagar gaib untuk melindungi anak sampean(kamu), tapi pagar gaib ini akan hilang seiring pertumbuhan Alina. Kalau bisa diimbangi dengan Sholat dan berdo'a memohon perlindungan kepada Allah ya, Bu." papar ustad Ahmad.

Bu Tiwel terlihat gelisah. Ustad Ahmad yang faham akan kondisi warga desa pun tersenyum.

"Saya akan mengajarkan Ibu dan Alina caranya sholat dan berdo'a kepada Allah, Bu."

Bu Tiwel menghela nafas lega.

"Saya pernah di ajari sholat sama suami saya dulu, namun saat suami saya telah tiada, saya melalaikan sholat berpuluh tahun lamanya hingga saya lupa bagaimana caranya menyembah Allah." jelas Bu Tiwel.

"Saya akan ajarkan perlahan-lahan. Sekarang biarkan Alina tidur dahulu, saya pamit pulang ya, Bu. Permisi."

Keesoka. harinya, Alina terbangun dengan tubuh yang terasa sangat sakit.

"Aduh!" rintih Alina memegang kepalanya yang masih terasa berdenyut.

"Nduk, kamu sudah bangun? Gimana, apa ada yang masih sakit?" tanya Bu Tiwel.

"Kepala Lina sakit, Bu. Badan Lina juga kaya habis di pukulin." keluh Alina.

"Sudah nanti Ibu pijatkan, sekarang makan dulu biar ada tenaganya."

Alina pun menuruti perintah Ibunya itu.

******

Bu Tiwel adalah seorang janda dan tidak memiliki anak.

Saat sedang mencuci pakaian di pinggir sungai, seorang perempuan tak dikenal berjalan dengan tertatih sambil menggendong bayi mungil.

"Bu, tolong saya." ucapnya terbata.

"Ya Allah, kenapa, Nduk? Sini duduk, istirahat dulu."

Wanita itu duduk di samping Bu Tiwel.

Wajahnya sudah sangat kuyu dan terlihat pucat.

"Bu, tolongin saya. Selamatkan bayi saya, mereka akan mengejar bayi ini. Sembunyikan, Alina." ucap wanita itu tersendat.

"Nduk, siapa yang mencelakakan bayi kamu? Ikut saya ke rumah saya saja, yuk. Kamu butuh perawatan."

"Jangan! Jangan pedulikan saya, saya mohon rawat dan bawa bayi saya." pintanya memohon.

Dengan gemetar Bu Tiwel menggendong bayi perempuan yang sangat cantik itu.

Wanita itu tersenyum, tak lama kemudian nafasnya terasa tersendat.

Wanita tak di kenal itu pun menemui ajalnya.

Bu Tiwel yang khawatir pun, memanggil warga sekitar untuk mengurus jasad wanita malang itu.

Semenjak saat itu lah Bu Tiwel merawat Alina dengan penuh kasih sayang, layaknya putri sendiri.

Namun yang selalu membuat Bu Tiwel risau adalah, kemampuan "spesial" yang di kecam di desa itu.

Ya, desa Rejoseno menganggap bahwa orang yang memiliki kemampuan khusus adalah orang yang membawa kesialan.

Warga desa Rejoseno sempat mengusir Bu Tiwel dan anaknya.

Namun tetua desa tersebut berhasil mencegah warga.

******

Alina pun selesai makan, lalu membersihkan dirinya yang terasa sangat lengket.

"Bu, Alina kok semalem seperti melihat wanita di rumah ini, ya?" tanyanya.

"Wanita siapa? Cuma ada kira berdua di rumah, Nduk." jelas Bu Tiwel.

"Ada, Bu. Wanita cantik, tapi lama-lama wajahnya terlihat menyeramkan, Bu. Baunya busuk juga."

Bu Tiwel pun mengernyitkan dahi bingung.

Padahal tak ada siapa pun orang lain selain dirinya dan Alina di sini.

"Ah, kamu cuma mimpi kali, Nduk. Semalem Ibu lihat kamu tidur pulas, kok. Udah jangan di fikirkan, mungkin kamu juga kecapekan. Bantu Ibu aja, yuk." ucap Bu Tiwel tak ingin membuat Sang Anak terus mengingat kejadian semalam.

Alina mengangguk dan mengekor di belakang Bu Tiwel.

Alina membantu membersihkan rumput liar di kebun yang cukup luas milik mereka yang terletak di belakang rumah.

Alina juga memetik beberapa sayur mayur untuk diolah menjadi makanan, juga memetik tomat dan cabai untuk di masak.

Selain sayur, Bu Tiwel pun menanam singkong dan ubi.

Pohon pisang yang tumbuh dengan liar pun dimanfaatkan Bu Tiwel untuk di jual bersama dengan sayur mayurnya. Barulah sisanya mereka buat makan sehari-hari.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status