Bu Tiwel yang sedang menyapu halaman belakang rumahnya, dikejutkan oleh suara ketukan di pintu rumahnya. Tok ... Tok ... Tok ..."Ya, sebentar!" sahutnya dari dalam rumah.Tak mau menunggu Sang Tamu, Bu Tiwel berlari dari arah belakang menuju depan dan membukakan pintunya.Tampak seorang wanita paruh baya dengan kebaya berwarna putih dengan corak bunga mawar di setiap sudut bawah, bersanggul model ukel konde bak bangsawan keraton, membuat Bu Tiwel merasa heran. "Permisi, apa benar ini rumah Ibu Tiwel?" tanya wanita itu. "Ya, benar. Sampean(kamu) ini siapa?" tanya Bu Tiwel. "Perkenalkan, saya Maryati, panggil saja Mbok Mar. Kedatangan saya ke sini untuk menemani Ibu selama Nduk Alina pergi," jelas Mbok Mar."Mari masuk dahulu, Mbok."Mbok Mar mengikuti langkah kaki Ibu Tiwel.Ibu Tiwel pergi ke dapur untuk mengambil minuman dan beberapa cemilan untuk disuguhkan kepada Mbok Mar."Silahkan Mbok, seadanya saja tapi Mbok," ucap Bu Tiwel."Terimakasih banyak," jawab Mbok Mar.Bu Tiwel
Hosh ... Hosh ... Hosh ...Seorang gadis remaja terus berlari di dalam hutan.Tak peduli tubuhnya terkena semak berduri, atau kakinya yang harus menginjak semak belukar hingga menggores luka di beberapa bagian tubuhnya.Namun sekuat apa pun gadis itu berlari, tentu saja dia tak menemukan tempat untuk bebas."Lepasin, Aline!" teriak gadis yang bernama Aline itu."Diam! Ikuti saja kami!" bentak salah seorang dari empat manusia tersebut.Rosaline, gadis remaja berparas cantik memiliki hidung mancung dan kulit kuning langsat. Rambut lurus berwarna hitam dan memiliki bulu mata yang lentik.Membuat remaja berusia sembilan belas tahun itu semakin mempesona.Malam ini tepat malam rabu kliwon.Dimana malam ini, tepat pukul tengah malam gadis remaja itu bertambah usianya.Namun kejutan besar akan dia alami malam ini.Di sebuah gubug sederhana, jauh di dalam hutan.Beberapa orang berdiri mengelilingi sebuah ranjang dengan taburan bunga tujuh rupa."Lepasin! Aline gak mau ikut andil dalam kesesat
Damar dan pengikutnya merasa sangat senang karena telah memberikan "santapan" enak untuk Ndoro.Setiap bulan suro, Damar diwajibkan memberikan "santapan" lezat untuk Sang Junjungan.Itu pun tak sembarang "santapan" yang bisa di beri untuk Ndoro Ratih.Harus lah gadis berusia tujuh belas tahun dan memiliki weton legi.Malam ini adalah kali pertama Damar memberi Junjungannya santapan lezat.Damar merasa was-was mencari gadis belia dengan weton legi.Tanpa fikir panjang, Damar dan Sang Istri pun sepakat untuk mengorbankan anak semata wayangnya.Perjanjian dengan setan, dan ambisi akan kekayaan dan kedigjayaan yang Damar inginkan, telah membutakan nuraninya sebagai orang tua.******Saat itu, Damar merasa sangat kesulitan ekonomi.Sang Istri yang sebentar lagi akan lahiran, membutuhkan biaya yang tak sedikit.Damar kebingungan mencari biaya untuk persalinan nantinya.Dengan tak tahu malunya, Damar meminjam uang kepada Juragan Karta, orang terkaya dan terpandang di Desa Panca.Resiko yang
Ngelmu iku kalakone kanthi laku.Lekase lawan kas, tegese kas nyantosani.Setya budya pangekese dur angkara.Alina menembangkan "tembang pocung".Alina sangat menyukai tembang itu ketika Bu Tiwel mendendangkan itu setiap Alina akan tidur.Alina sangat menyukai tembang jawa.Baginya, tembang jawa menyimpan filosofi yang sangat menarik menurutnya."Hei, anak aneh!" teriak Yudi.Alina menghentikan mendendangkan tembangnya dan menoleh ke arah Yudi dan kawan-kawannya.Yudi menamai diri mereka dengan sebutan "ksatria pemberani".Entah ksatria pemberani dari mananya, sedangkan Yudi dan kawan-kawan merupakan anak penakut.mereka hanya berani menindas orang lemah. Salah satunya adalah, Alina.Mereka seringkali membully dan menindas Alina karena mereka menganggap Alina adalah gadis aneh.Alina sering kali berbicara seorang diri.Alina bahkan sering mengamuk dan kerasukan.Hal itu lah yang membuat Alina dijauhi oleh teman-temannya dan mendapat bully di sekolahnya.Saat usia tujuh tahun, Bu Tiwel
Alina tengah bermain di kebun penuh rumpun bambu dekat dengan kebun miliknya."Nduk, wis surup(sudah senja), ayo masuk.""Nggih(iya), Bu."Alina bangkit dari duduknya, menepuk pelan baju belakangnya menyingkirkan debu yang menempel.Srek ... Srek ... Srek ...Alina pun menghentikan aktifitasnya dan menoleh mencari sumber suara.Dilihatnya seorang gadis seusia dengannya tengah mengintip dibalik rimbunnya pohon bambu.Alina pun menghampiri gadis itu dan menyapanya."Hai, kamu kenapa mengintip? Apa kamu mau main sama aku?" tanya Alina, gadis itu pun mengangguk."Tapi maaf, aku hari ini harus pulang. Bagaimana kalau besok kita main bersama? Oh ya, nama aku Alina." Alina menyodorkan tangannya.Gadis itu pun menyambut uluran tangan Alina. Rasa dingin terasa saat Alina menjabat tangan gadis itu."Rose," jawabnya singkat."Nduk, ayo pulang!" teriakan Bu Tiwel menyadarkan Alina."Rose, aku pulang dulu ya, Ibu sudah nyariin."Tanpa mendengar jawaban dari Rose, Alina berlari menuju rumahnya."Ka
Pagi itu, salah seorang tetangga meminta izin untuk menimba air di sumur milik Bu Tiwel.Jaman itu, tak banyak warga yang mempunyai kamar mandi di dalam rumah, atau yang memiliki sumur.Hanya orang dengan harta berkecukupan, atau saudagar kaya yang mempunyai kamar mandi di dalam.Sedangkan kebanyakan warga yang memiliki kekurangan ekonomi, masih melakukan aktifitas mandi, mencuci bahkan mengambil air di sungai yang jarak tempuhnya cukup jauh dari desa.Sedangkan untuk masyarakat dengan strata sosial menengah seperti Bu Tiwel biasanya memiliki kamar mandi yang terletak di belakang rumah.Meksi terpisah, Bu Tiwel merasa bersyukur karena dirinya tak perlu jauh-jauh untuk melakukan aktifitas hariannya.Bahkan tak jarang, Bu Tiwel memperbolehkan warga yang berusia sepuh atau sakit dan memiliki banyak anak untuk menggunakan kamar mandinya.Bahkan Bu Tiwel tak memungut biaya sepeser pun untuk fasilitas yang dia berikan pada orang yang membutuhkan.Hal itu pula yang memantik kemarahan para s
Yuni pingsan setelah mengatakan hal itu kepada Ki Reksa-suaminya.Ki Reksa panik bukan kepalang, dengan sigap Ki Reksa mengangkat tubuh Yuni dan membaringkannga ke atas ranjang."Kamu ini kenapa bisa sampai seperti ini, Yun? Bikin aku khawatir aja!" Ki Reksa menggerutu sambil sesekali memberi aroma teraphi ke hidung Yuni.Perlahan mata Yuni bergerak, Yuni pun perlahan membuka matanya."Aduh!" ucapnya sambil memegang kepalanya."Kangmas? Saya kenapa?" tanya Yuni."Kamu pingsan, kecapekan kamu itu. Sudah, ayo kita makan bersama, saya lapar! Habis itu kita tidur."Yuni pun berusaha untuk bangkit lalu berjalan mengikuti Ki Reksa untuk makan bersama.Yuni mengambil nasi dan lauk pauknya lalu menyodorkannya kepada Ki Reksa.Seusai makan, Yuni membersihkan sisa makanan lalu menyusul suaminya ke dalam kamar."Kangmas kemana saja, toh? Belakangan ini sering sekali pergi saat malam hari?" ucap Yuni mencurigai suaminya."Pergi kemana? Ngaco saja kamu kalau bicara." kilah Ki Reksa."Saya gak ngac
Kriet ... Kriet ... Kriet ...Senandung tembang jawa terdengar lirih menggema di dalam kamar.Alina duduk menatap cermin di depannya sambil sesekali menyisir rambut panjangnya."Rose, aku penasaran sama kamu. Kamu kok masih di sini terus, aku takut orang tua kamu khawatir," ucap Alina masih dengan menyisir rambutnya."Belum saatnya kamu tahu, Alina." jawab Rose."Lalu, kapan?" tanya Alina.Rose hanya tersenyum sambil memainkan kakinya di atas ranjang Alina.Tok ... Tok ... Tok ..."Nduk, kamu belum tidur?" teriak Bu Tiwel dari depan kamar Alina."Iya, Bu. Ini Lina akan tidur sekarang." jawabnya.Alina menghentikan aktifitasnya menyisir dan berjalan mendekati tempat tidurnya."Aku tidur dulu, Rose. Kamu bisa tidur di sebelah aku." Rose pun hanya mengangguk menanggapi ucapan Alina.Alina memejamkan matanya, tak butuh waktu lama bagi Alina untuk tertidur.Setelah Alina tertidur, Rose bangun dan menjauh dari tempat Alina tertidur."Akan ada saatnya untukmu membantuku, Alina. Kamu anak yan