Share

002

002. HANDSOME MAN AGILITY

FRNR00150

Belum sempat aku menyelesaikan ucapan ku, Hendery langsung saja menubrukkan diri ku ke dada bidangnya. Tidak terlalu sakit, hanya saja ketika mendongak begini, wajah kami hampir tidak memiliki jarak.

"Bagaimana jika dirumah mu saja"

Plakk! 

"Awhh, astaga kekuatan mu benar-benar" kata lelaki itu sembari mengelus lengannya pelan, aku menatap kedua nata Hendery dalam. Ku rasa ia sedang menjilat ludah sendiri, setelah tadi mengejek ku bertindak mesum.

"Percepat jalan mu, aku tidak suka menunggu" ucap ku, kaki ku perlahan berjalan meninggalkan dirinya yang masih setia meredakan rasa panas di lengannya.

Perjalan kami dari hutan menuju desa tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya perlu berjalan tujuh menit sebelum menemukan sungai perbatasan hutan dan desa.

"Kita akan melewati jembatan kayu itu? Yang benar saja!"

"Dari kota menuju hutan aku hanya perlu melewati gerbang, apalagi jembatan itu terlihat rapuh, aku tidak bisa berenang asal kau tau!" lanjut Hendery, aku memutar bola mata ku malas. Lelaki ini terlalu banyak bicara.

"Kalau kau tidak mau melewatinya, kembalilah ke kota, lagi pula jembatan ini tidak benar-benar rapuh dan lagi sungai yang kita lewati kedalamannya hanya sebatas perut" ucap ku, langkah ku perlahan berjalan mendekati jembatan. Lalu aku memutar tubuh ku untuk melihat keberadaan Hendery.

"Oh kau mau kembali ke kota, ya? Selamat tinggal"

"Hey! Tidak begitu" aku menatap Hendery datar, salahkan lelaki itu yang berdiam diri di tempat yang sama. Berniat kabur tidak sih?

"Lelaki macam apa yang tidak berani melewati sungai ini?"

"Pikirkan saja! Aku tidak bisa berenang, air di sungai ini alirannya deras sekali, meskipun sebatas perut aku bisa saja terseret arus, lalu bagaimana jika aku hanyut sampai lautan???!!"

"Lautan? Bagaimana jika samudra?? Wah tidak bisa! Aku adalah pria tampan, tidak lucu bila masuk berita" astaga, lelaki ini tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Kalau memang kau pria tampan coba buktikan" kata ku, lelaki itu mulai tertarik dengan ucapan ku dan melangkahkan satu kakinya maju mendekat ke arah ku. Tidak mengapa, itu lebih baik karena ia telah mencoba.

"Maksud mu aku harus mengikuti kontes? Asal kau tau, aku selalu menjadi juara kontes-"

"Bukan itu, astaga"

"Yang ku maksud adalah dengan melewati jembatan ini, jika kau benar-benar seorang pria tampan, kau harus melewati jembatan ini, baru aku akan mengakui mu" jawab ku, gerah sekali menjelaskan secara rinci mengenai hal ini.

"Apa tidak ada yang lain?"

"Nanti akan ku pikirkan"

Seakan haus akan pujian, Hendery langsung tergerak melakukan ucapan ku. Entahlah, aku tidak menyangka saja, ku kira ia sama seperti bangsawan lain yang tidak menyukai hal kotor dan takut dengan arus sungai yang deras.

"Kau tidak ikut?" tanya Hendery pelan, lelaki itu menggiring tubuhnya untuk melihat ke arah ku yang berada di belakangnya.

"Aku akan menemani mu, tapi tidak di depan"

Lelaki itu kembali jalan menyusurin jembatan yang sudah tua sekali, aku ingat, jembatan ini adalah saksi bisu kegiatan keluarga ku selama di hutan. Ibu yang sedang berlari melewati jembatan sembari membawa bekal makanan karena aku lupa untuk membawanya sebelum mencari dedaunan.

tuk

"Aku sudah sampai!!" kata Hendery setelah ia loncat dari ujung jembatan.

"Sekarang aku tampan, kan? Aku sudah melewatinya" Hendery menatap ku riang, sama sekali tidak ada wajah ketakutan seperti tadi. Andai ada kamera disini, pasti aku sudah mengabadikan wajahnya yang cukup untuk membuat tikus keluar dari rumah.

"Ayah ku jauh lebih tampan, karena bisa melewati ini lebih dari satu kali" kata ku, Hendery mendengus tidak suka. Aku tidak menyangka ia menjadi sedikit cemburu.

"Mau aku lakukan berapa banyak agar kau mengakui ku?" tanyanya.

"Sudahlah, hari mulai gelap, kita harus sampai rumah sebelum malam" jawab ku, malas sekali menganggapi pertanyaannya tadi. Mungkin ia bercanda.

"Kenapa jika malam?"

"Tentu saja karena lebih ramai malam hari, aku tidak mau ada yang mengetahui diri mu selain aku" ucap ku, sepertinya aku tidak akan melanjutkan rencana untuk memberi tau Paman John. Beliau pasti akan melakukan sesuatu seperti saat kedatangan kekasih Channie dari kota. Sungguh, aku tidak akan melupakan kejadian yang membuat ku satu kasur dengan perempuan banyak mulut seperti Channie. Berisik sekali.

---

"Desa mu sunyi sekali"

"Hust!"

Aku menarik Hendery untuk terus di belakang ku saat aku mendapati Bibi Regina berjalan membawa sekantong sayuran, beliau pasti habis menutup tokonya. Sebenarnya saat ini adalah waktu makan malam, jadi masyarakat sedang bersiap mengisi perut untuk kegiatan pukul sepuluh nanti, saat lampu nyala.

Setelah memastikan Bibi Regina masuk ke dalam rumah, mata ku seketika melirik rumah Paman John. Dari jendela terlihat cahaya kecil, sepertinya keluarga Paman John sedang mempersiapkan makan malam. Ini adalah waktu yang pas untuk masuk ke dalam rumah.

"Berjagalah, jika ada yang melihat kau harus memberi tau ku atau setidaknya bersembunyi" kata ku di beri anggukan oleh Hendery. Tumben lelaki ini menjadi penurut.

Saat aku sedang berupaya membuka pintu rumah setelah kami melewati pagar rumah, aku sedikit sulit menemukan kunci. Padahal aku ingat sekali telah menyimpannya dengan baik di dalam saku.

"Hey-hey ada wanita di situ!" ucapan Hendery sontak membuat ku menengok sekitar dan jalan ataupun gang-gang bersudut.

"Aku hanya bercanda"

Aku mendengus kesal, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk bercanda. Apalagi pemadaman lampu yang selalu terjadi di desa pada saat jam segini, beruntung aku tidak sendiri.

"Cepat masuk!"

Hendery terdiam saat kami telah sampai di ruang tamu dalam rumah. Entahlah, aku tidak bisa menyebutnya ruang tamu juga, sebab meja besar di ruangan ini diisi banyak buah yang telah ku susun rapi. Dan lagi, ada kursi berjejer, ruangan ini juga tempat untuk ku makan. Jangan lupa ada dapur di sudut ruangan.

"Aku tau, ini tidak seperti rumah mu di kota, tapi aku harap kau bisa nyaman tinggal disini" kata ku, aku berjalan menuju atas nakas untuk meletakkan keranjang dan mengeluarkan isinya sebelum menata dedaunan itu di sebuah kotak yang selalu ku siapkan di atas nakas.

"Itu bukan masalah yang besar, jadi makan apa kita malam ini?" tidak sopan sekali, bangsawan yang satu ini. Tidak sama dengan gosip yang selalu di beritakan oleh Nyonya Rain.

Setelah menyalakan lilin, aku segera membawa lilin itu di tengah meja sebelum duduk di hadapan Hendery. Semakin jelas saja melihat wajah itu.

"Kau ingin makan ikan atau daging? Aku juga ada sayuran kalau kau ingin tau" tanya ku sembari beranjak dari kursi dan berjalan menuju dapur.

"Aku suka apa aja, oiya, ini apa?" aku menengok ke arah Hendery, lelaki itu sedang memegang sebuah roti yang ku buat beberapa hari ini.

"Jangan makan itu! Itu roti ada banyak campuran" kata ku, tapi lelaki itu sepertinya tidak mendengar ku. Aku hanya bisa membeberkan wajah datar ku sembari memberinya caci maki dalam hati.

"Jika ada sesuatu nanti malam, jangan menyalahkan ku, ya"

"Ini enak sekali, aku jadi ingin tau masakan mu" bahkan ia tidak mendengarkan ku.

Aku mengeryitkan dahi, hampir seminggu setiap pagi aku memakan itu dan rasanya benar-benar tidak enak. Lalu, ia memakan itu dengan hikmat, bahkan rotinya hampir habis.

"Kata mu tadi ini campuran, isinya apa? Sepertinya kau memberi ku obat pengenyang perut, ya? Aku merasa seperti kuat dan segar sekali hahaha" aku tersenyum kecut mendengar perkataan Hendery.

Lelaki ini sungguh tidak merasakan apapun sama sekali, ia seolah menikmati sentuhan dan sahutan dari lidahnya saat merasakan roti itu.

"Kau bersungguh-sungguh ingin mengetahuinya?"

"Eum, ini menggunakan tepung gandum jenis apa?" tanya lelaki itu, aku menggeleng pelan. Sembari membawa apel yang telah ku potong dan kupas, aku berjalan menuju kursi sampingnya.

Saat aku duduk, lelaki itu sama sekali tidak melepas pandangannya ke arah ku. Jantung ku gugup untuk menyatakan kebenaran ini, takut saja bila ia mengetahui hal itu.

"Itu dari gandum biasa, ada isian yang tidak begitu ku suka, aku menyebutnya obat karena banyak sekali kandungan kafein di situ, apalagi ada gandum yang meningkatkan energi, jadi wajar saja jika kau merasa tidak mengantuk" jelas ku, lelaki itu mengeryitkan. Aku memang sengaja membelitkan perkataan ku.

"Eum itu isinya.."

Kopi" jawab ku, aku tidak tega melihatnya dengan wajah penuh tanya begitu.

"Aaa kopi, pertama kali aku merasakan roti ini" kata Hendery, lelaki itu lagi-lagi memakan roti itu lagi setelah mengambilnya dari atas piring.

"Pertama kali juga aku melihat lelaki perjaka menyukai kopi, di desa hanya beberapa yang menyukai kopi, seperti paman John dan Tuan Jayden" jawab ku, aku jadi teringat kedekatan mereka saat melewati rumah ku hanya ingin meminta dibuatkan dua gelas kopi sembari duduk di ladang belakang desa.

"Padahal di kota sangat terkenal dengan kopi, tapi sepertinya ucapan mu benar, aku pernah mengajak Tuan Teil untuk ikut meminum kopi bersama ku, beliau langsung menolak keras hahaha"

Aku meringis kecil mendengarnya, Ayah memang terkenal membenci minuman itu. Mungkin karena tidak bisa tidur dua hari setelah ku buatkan.

"Jika di kota banyak yang meminun kopi, apa mereka sesibuk itu sampai tidak ada waktu untuk tidur?" tanya ku, Hendery memelankan kunyahan. Lalu ia meminun segelas air yang telah ku siapkan sejak tadi di atas meja.

"Tidak, kopi di kota bisa diatur kafeinnya agar tidak mempengaruhi kesehatan tubuh"

"Lagipula di kota meminun kopi hanya pagi hari, itu pun dibutuhkan untuk menyegarkan tubuh" lanjut Hendery, aku semakin mengerti ucapan Paman John. Beliau sering sekali menceritakan betapa modern sekali di kota, banyak ilmuwan yang menemukan berbagai cara yang mudah untuk hidup.

"Tunggu sebentar"

Hendery menatap ku dengan mata bulatnya, seakan terkejut dengan sesuatu yang datang tiba-tiba. Aku jadi ikut terkejut sendiri, padahal tadi aku hanya diam saja.

"Jangan bilang kau tidak menakar kafein di dalam kopi ini?" aku kira ia melupakan pertanyaan itu. Sepertinya ia begitu pintar dan tanggap.

"Maafkan aku, Hendery, kami tidak begitu menyukai kopi, karena kami belum sepaham itu dalam penggunaannya" jelas ku, Hendery langsung menjatuhkan roti itu ke atas meja. Entahlah, aku tidak tau apa ini kesalahan ku sepenuhnya atau tidak.

"Tapi ini salah mu juga, aku sudah bilang  untuk tidak memakannya tadi" lanjut ku, tentu saja aku harus membela diriku sendiri

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status