Share

7. Penyebab Kalvin

“Apa Kalvin tidak pernah menceritakan masalah tersebut padamu?” tanya Om Yuda yang langsung dibalas Oceana dengan kepala menggeleng.

“Suami-istri macam apa kalian berdua. Masa masalah keuangan suami sendiri nggak tahu?”

“Kalvin tidak menceritakan apapun padaku. Emangnya ada apa?”

“Suami brengsekmu itu telah jadi korban penipuan tiga bulan yang lalu. Hal itu memberi dampak buruk pada studio fotonya yang sedang terancam gulung tikar. Meskipun ia masih punya klien, tapi itu tidak mampu menutupi kerugian yang begitu banyak,” terang OmYuda.

“Seberapa banyak kerugiannya?”

Om Yuda melipat kedua tangannya di dada. Keningnya mengkerut sambil menatap langit. Mencoba mengingat angka-angka yang hendak menelan Kalvin. “Kira-kira ada sekitar 500-an juta.”

“Apa?!” seru Oceana yang langsung beranjak dari kursi yang baru saja ia duduki. Ice creamnya telah meleleh di tangan kanannya sedari tadi. Matanya melotot dan mulut menganga. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia mempertanyakan tentang mengapa Kalvin tidak pernah menceritakan masalah ini padanya.

Kini, Oceana mengerti mengapa suaminya semakin gila meneguk minuman beralkohol. Biasanya dalam sehari Kalvin minum alkohol hanya satu gelas untuk menghilangkan stresnya setelah pulang bekerja. Namun, beberapa bulan belakangan ini ada sekitar dua botol minuman alkohol yang ia minum dalam sehari.

Hal tersebut membuat Oceana dan Bimo merasa berada di neraka paling bawah setiap berada di rumah. Benar apa yang dikatakan Om Yuda bahwa sikap tamperamen Kalvin akan semakin memburuk jika suaminya dalam keadaan seperti itu. 'Suamiku sedang tidak baik-baik saja dan aku tidak tahu apapun. Istri macam apa aku ini.'

“Aku harus menolongnya,” ungkap Oceana dengan penuh keyakinan. Meskipun dirinya sendiri tidak tahu harus berbuat apa untuk menolong suaminya. Hanya saja, ia yakin pasti ada cara lain. Itu bisa dipikirkan nanti, yang terpenting sekarang adalah niat.

“Menolong dirimu sendiri saja tidak bisa, bagaimana cara kamu akan menolong suamimu itu?”

“Huh?” ucap Oceana dengan penuh tanda tanya. Pertanyaan Om Yuda sangat tepat pada sasarannya. Menyakitkan tapi benar adanya apa yang dikatakan oleh beliau. “Jadi, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin diam saja setelah mengetahui hal ini. Mungkin saja jika aku berhasil menolongnya keluar dari masalah ini, mungkin ... suamiku akan berubah.”

Om Yuda langsung tertawa remeh. Pria yang sudah kepala empat itu sangat sulit mempercayai perkataan Oceana. Terdengar seperti tong kosong yang nyaring bunyinya.

“Percuma mulutku berbusa jika berbicara sama orang yang keras kepala. Mau masalah itu terselesaikan atau tidak, suamimu tidak akan berubah. Cukur kumisku yang sudah 20 tahun aku pertahankan ini, kalau suamimu berubah suatu hari nanti.”

“Wah, beneran nih? Kalau suamiku berubah suatu hari nanti, aku akan mencukur kumis Om Yuda? Janji?”

“Ya, yah. Aku jamin dia tidak akan berubah. Udah, pergi sana! Capek aku bicara sama kamu. Masalahnya itu-itu saja,” racau Om Yuda sambil memberi isyarat melambai di udara untuk menyuruh Oceana dan Bimo pergi. Ia pun langsung berdiri ke gerobaknya untuk melayani pelangan ice cream dan mengabaikan Oceana yang tidak terima diusir olehnya.

“Bimo, yuk, kita main ke sana!” ajak Oceana sambil meraih tangan Bimo yang masih sibuk dengan teman barunya itu.

“Bimo nggak mau. Bimo masih mau main dengan Candra.”

“Candra siapa?”

Bimo langsung menunjuk burung putih yang masih setia berdiri di batang pohon. Oceana sempat memejamkan mata sekilas dan menghembus napasnya.

“Kalau gitu bawa saja dia pulang?”

“TIDAK MAU!” teriak Bimo yang tiba-tiba berteriak. Hal itu sempat mengundang perhatian orang-orang sekitar. Hanya sebentar, lalu mereka kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing.

“Nggak usah teriak gitu dong! Biasa aja, aku kan cuman nawarin doang,” bisik Oceana dengan keningnya yang mengkerut. “Kan kamu sendiri ingin main sama Candra.”

Mata Bimo terus melihat ke arah bawah, lebih tepatnya menatap rumput pendek hijau di bawah kakinya. Kadang, matanya ke sana ke mari, sulit mengatur pergerakan matanya pada satu titik yang diinginkan.

“Bimo ... Bimo tidak mau Candra seperti kita. Dia ingin terbang di langit dengan kebebasannya. Ji-jika Bimo bawa dia pulang ke rumah, ia akan terkurung bersama kita. Bimo tidak mau.”

Hari ini Oceana sudah dua kali ditamparkan oleh kata-kata yang diucapkan oleh orang terdekatnya. Meskipun begitu, ia tidak mau menyerah begitu saja. Tidak akan. “Kalau begitu, kenapa kamu tidak pergi jika kamu merasa terpenjara di rumah?”

“Menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan,’ ujar Bimo berulang kali sambil berputar badan.

“Kenapa?”

“Oceana benar-benar menyebalkan.” Bimo langsung pergi meninggalkan Oceana dengan menepuk-nepuk telinganya. “Wanita bodoh!”

“Oceana hanya tertegun sambil melihat punggung Bimo. Ia sama sekali tidak mengerti pada teman masa kecilnya itu. Mengapa Bimo tetap bersamanya padahal sudah lama ingin kabur dari rumah. Oceana bertanya-tanya dan berspekulasi bahwa Bimo mungkin seperti dirinya yang tidak mampu hidup sendirian di luar.

Ia merasa Bimo dan dirinya sama-sama takut melangkah ke luar tanpa Kalvin.

***

Setelah bermain berbagai macam hal di taman, Oceana pun mengajak Bimo untuk segera pulang ke rumah. Jangan sampai kesalahan kemarin terulang lagi. Biarkan tubuh ini istirahat dari pelampiasan kemarahan Kalvin.

Oceana berusaha mungkin untuk tidak melakukan kesalahan apapun agar terhindar pukulan-pukulan itu. Walau kadang dirinya merasa tidak melakukan kesalahan, Kalvin tetap memukulnya setiap pulang kerja. Namun, Oceana percaya bahwa pasti ada faktor lain yang tidak disadarinya. Ada sebab dan akibat.

Mereka berdua masih canda gurau setelah balik dari rumah. Ada begitu banyak hal lucu yang mereka tertawakan. Dimulai dari mentertawakan ibu-ibu yang berpakaian warna-warni, suara bersin bapak-bapak, orang yang sedang mengendarai motor ingin menggaruk kepala tapi sedang pakai helm dan mereka juga mentertawakan diri mereka sendiri yang melakukan hal yang konyol.

Hal-hal kecil semacam itu mampu menghilangkan rasa lelah, pedih dan masalah yang setiap hari mereka pikul. Melepas sejenak beban adalah cara terbaik untuk tetap bertahan hidup di dunia yang keras ini.

Mereka masih tertawa saat masuk ke dalam rumah. Namun, tawa itu tiba-tiba berhenti disaat mereka melihat ruang tamu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status