Home / Rumah Tangga / Rahasia Anak Kembar Sang CEO / Bab 2. Pendonor Darah (new)

Share

Bab 2. Pendonor Darah (new)

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2023-04-04 14:22:49

Wanita yang dipanggil Amanda itu terkejut. Bibirnya mengucapkan nama Henry meski ia tidak mengeluarkan suara.

 

"Manda, kenapa kamu ada di sini?" tanya Henry.

 

Henry melirik bergantian ke arah Alana dan Amanda, dua wanita berbeda usia yang wajahnya sangat mirip.

 

Amanda memasuki ruang gawat darurat. Air matanya meluap ketika melihat putrinya terbaring lemas dengan kepala dibalut perban.

"Kamu yang menabrak anakku?" Amanda bertanya kepada Henry. Meski kesal, ia tetap memelankan suaranya agar tidak mengganggu pasien lain.

 

"Anak?" Henry tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya atas pernyataan Amanda bahwa dia adalah ibu dari anak yang ditabraknya. "Apakah dia anak kamu?"

 

Amanda tidak menjawab pertanyaan Henry. Dia terus menatap putrinya dengan iba, terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

 

"Manda, katakan yang sebenarnya. Apa dia anakku?" tanya Henry, memaksa Amanda untuk menghadapnya. Namun, ibu muda itu menepis tangan pria yang telah menabrak anaknya.

 

"Jangan menggangguku lagi!" Amanda sangat marah namun tetap memelankan suaranya karena takut mengganggu pasien lain. "Lebih baik kamu keluar!"

 

Henry akhirnya keluar dari ruangan, tidak ingin membuat keributan di rumah sakit. Dia duduk di kursi tunggu di bagian depan ruangan sambil memegangi kepalanya.

 

William menghampiri bosnya setelah menyelesaikan administrasi Alana.

 

"Bos, ada apa denganmu?" tanya William, yang terdengar sedikit panik melihat bosnya terlihat frustrasi.

 

Bukan pria itu yang ia khawatirkan, tetapi anak kecil yang berada di ruang gawat darurat.

 

"Bagaimana keadaan anak itu?" William terlihat sangat khawatir. Dia khawatir sesuatu akan terjadi pada Alana. "Dia baik-baik saja kan?"

 

"Aku tidak bisa mengatakan bahwa dia baik-baik saja, tapi ...."

 

"Tapi apa, Bos?" William duduk di samping bosnya yang masih menunduk memegangi kepalanya.

 

"Alana adalah putri Amanda ... mantan istriku." Henry menegakkan badannya, lalu menoleh ke asistennya. "Apa ada kemungkinan Alana adalah putriku?"

 

"Maaf, Bos, saya tidak bisa menjawab pertanyaan Anda. Sebaiknya Anda tanyakan langsung kepada Nyonya Amanda."

 

"Aku sudah bertanya kepadanya, tapi dia bilang itu bukan anakku. Umurnya sekitar lima tahun dan kami sudah bercerai belum enam tahun. Ada kemungkinan dia itu anak kandungku kan?"

 

"Apakah Anda ingin saya menyelidikinya?" tanya William.

 

Henry menarik napas panjang, lalu mengembuskannya dengan kasar. "Tidak perlu William. Aku akan menyelidikinya sendiri. Mungkin anak itu adalah anak dari selingkuhannya ketika dia masih menjadi istriku."

 

William terdiam. Dia tidak membalas perkataan atasannya lagi. Jika ditugaskan untuk mencari tahu tentang anak itu, dia akan melakukannya sesuai perintah, meskipun dia sudah mengetahui segalanya. Dia akan berpura-pura tidak tahu apa-apa.

 

Alana telah dipindahkan ke ruang perawatan sambil menunggu donor darah. Gadis kecil itu terlihat masih lelap dalam tidurnya seakan enggan bangun. Amanda tampak sangat sedih. Ia berulang kali menepuk-nepuk pipi Alana, berharap putrinya akan bangun.

 

Stok darah di rumah sakit kosong, membuat Amanda panik menelepon teman-temannya yang bergolongan darah AB. Golongan darah Amanda tidak sama dengan putrinya. Hal itu membuatnya gugup. Putrinya membutuhkan darah, tetapi ia belum menemukan pendonor.

 

Air mata Amanda terus mengalir di pipinya. Ia merasa menjadi ibu yang gagal jika tidak bisa menyelamatkan anaknya.

 

Hanya Alana dan Alan yang ia miliki saat ini. Merekalah yang bisa membuat Amanda tidak lelah memperjuangkan hidupnya. Namun kini, salah satu anaknya terbaring tak berdaya dengan jarum infus menancap di lengan kirinya.

 

Henry menatap Amanda yang menangis di sudut ruangan. Pria itu tidak tega melihat mantan istrinya bersedih. Meski ia masih benci jika mengingat pengkhianatan Amanda terhadapnya, rasa cintanya tak kalah besar dari kebenciannya.

Namun, sekarang keadaannya berbeda. Dialah yang menyakiti Amanda. Bahkan ia merasakan sakitnya wanita itu ketika melihat Alana terbaring lemah tak berdaya.

 

"Manda, aku akan mendonorkan darahku untuk Alana," ujar Henry sambil berdiri dari tempat duduknya.

 

Amanda menatap tajam ke arah mantan suaminya. Sudah hampir enam tahun ia berpisah dengan pria itu, tapi Henry masih tetap sama, tetap tampan seperti dulu.

 

Namun, semua itu tidak ada artinya lagi bagi Amanda. Perpisahan yang menimbulkan rasa sakit hingga kini membuat Amanda tidak bisa bersikap normal kepada Henry. Rasa sakit itu kembali muncul ketika ia mengingat pria yang dicintainya telah mengkhianatinya bahkan memfitnahnya.

 

"Apa maksudmu?" tanyanya. Ia baru menyadari bahwa Henry adalah ayah biologis dari kedua anaknya. Tentu saja, kemungkinan besar, golongan darah mereka sama.

 

"Golongan darahku AB, sama seperti putrimu. Izinkan aku mendonorkan darah untuk Alana," pinta Henry dengan sedikit memaksa.

 

"Tapi-"

 

"Alana sangat membutuhkan darah. Jika kita tidak segera bertindak, aku khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi padanya," kata Henry.

 

"Tidak akan terjadi apa-apa pada putriku!" Amanda berkata dengan tegas.

 

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu, tapi tolong pertimbangkan tawaran ini baik-baik. Lupakan tentang kita untuk saat ini. Ingat, Alana membutuhkan darah secepatnya. Anggap saja ini sebagai bentuk tanggung jawabku karena telah membuatnya seperti ini," kata Henry. "Jangan egois, Manda! Alana sangat membutuhkan darahku."

 

"Oke," kata Amanda yang akhirnya setuju.

 

Amanda ingin menghindari melibatkan Henry dalam urusan anak, tapi Alana membutuhkan darah itu. Demi anaknya, Amanda sedikit menekan egonya.

 

Amanda dan Henry segera menemui dokter dan memeriksa kesehatan Henry agar bisa segera mendonorkan darahnya.

 

Henry melakukan serangkaian tes untuk memastikan darahnya sesuai dengan darah Alana. Untungnya, seluruh tubuh Henry sehat, sehingga ia dapat mendonorkan darahnya untuk gadis kecil yang ditabraknya.

 

Banyak pertanyaan berkecamuk di otak Henry, termasuk kenapa golongan darah Alana sama dengan darahnya. Sudah hampir enam tahun ia dan Amanda berpisah, tapi ia yakin bahwa Alana adalah anaknya.

 

Tidak mungkin semua yang terjadi adalah sebuah kebetulan. Pasti ada jalan takdir yang telah digariskan. Setelah sekian lama berpisah dengan Amanda, baru kali ini ia bertemu dengan wanita yang masih dicintainya itu.

 

Setelah proses pengambilan darah, Henry kembali ke ruang rawat Alana. Dokter menyarankannya untuk beristirahat sejenak, tapi Henry bersikeras untuk menemui Alana.

 

Darah yang telah didonorkan segera dimasukkan ke dalam tubuh Alana melalui selang infus. Gadis kecil yang malang itu harus merasakan sakit karena kecelakaan yang diakibatkan oleh mantan suami ibunya.

 

Henry duduk di sofa tak jauh dari tempat tidur Alana, mata pria itu tertuju pada gadis kecil yang sedang tertidur pulas.

 

Amanda, yang melihat anaknya telah menerima transfusi darah, bisa bernapas lega. Ia duduk di samping tempat tidur sang anak, dengan lembut ia membelai dengan penuh kasih sayang di puncak kepala putrinya.

 

"Lana, kamu pasti baik-baik saja," bisik ibunya.

 

Amanda melabuhkan ciuman tepat di puncak kepala putrinya. Segala sesuatu tentang wanita itu tidak luput dari perhatian Henry. Mantan istrinya itu masih sama seperti dulu. Terlihat cantik dan penuh kasih sayang.

 

Henry tidak mengerti mengapa wanita selembut Amanda bisa berselingkuh. Pria itu teringat kenangan masa lalu. Kemudian Henry mengembuskan napas dengan kasar dan memberanikan diri untuk mendekat ke arah mantan istrinya.

 

"Amanda," Henry memanggil lirih.

 

Amanda menoleh. Wanita itu menatap mantan suaminya. Air matanya ingin keluar, tapi dia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Dia tidak pantas menangisi pria yang telah menyakitinya.

 

"Ya," jawab Amanda dengan suara yang serak.

 

"Aku ingin berbicara serius denganmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Syarumni Wance
ceritaya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rahasia Anak Kembar Sang CEO    Bab 115. Menikah

    Nyonya Vena malah bersimpuh di hadapan Amanda. Ia berbicara dengan suara yang serak sambil menunduk. "Amanda, tolong maafkan aku. Aku menyesal telah berencana mengambil Alan dan Alana darimu. Aku menyadari betapa pentingnya hubunganmu dengan cucuku, yang tak pernah kurasakan sebelumnya."Amanda tercengang mendengar permintaan maaf dari Nyonya Vena. Ia tidak pernah menduga bahwa Nyonya Vena akan bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf dengan begitu tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa haru dan mulai melunak."Aku telah melihat betapa besar pengaruhmu dalam hidup cucuku. Aku menyadari kesalahanku dan berjanji untuk tidak memisahkanmu dari mereka. Kamu adalah seorang ibu yang hebat dan cucuku membutuhkanmu. Aku minta agar kamu mengampuniku."Amanda merasa terharu dan ingin memberikan kesempatan kedua kepada Nyonya Vena. Ia dapat melihat perubahan yang tulus dalam hati wanita itu. "Nyonya Vena," ucap Amanda dengan penuh pengertian, "aku sangat menghargai permintaan maafmu. Aku juga berhara

  • Rahasia Anak Kembar Sang CEO    Bab 114. Ancaman Pandu

    Di sebuah ruang keluarga yang terasa sunyi, Pandu duduk di sofa dengan wajah tegang dan pandangan tajam yang menatap ibunya. Di sampingnya juga ada Amanda."Kenapa kalian tidak membawa cucu-cucuku?" tanya Nyonya Vena berpura-pura baik."Bu, kami memutuskan untuk kembali menikah." Amanda langsung berbicara pada intinya. "Aku harap Ibu merestui kami."Nyonya Vena hanya diam, ia tidak bisa berkata-kata. Walaupun Amanda sudah melahirkan dua orang cucu untuknya, tapi ia tidak mau Amanda menjadi menantunya untuk yang kedua kali karena ia tidak mau mempunyai menantu miskin.Pandu tersenyum sinis melihat ibunya hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. "Sudah kuduga, Ibu baik kepada Amanda hanya ingin membuatnya sengsara.""Mas ...." Amanda menggenggam tangan Pandu supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya."Amanda, kita sudah dibodohi oleh wanita tua ini, apa kamu masih memercayainya?" Pandu memulai percakapan dengan nada tegas."Mas, aku yakin Ibu sudah berubah, apalagi saat ini

  • Rahasia Anak Kembar Sang CEO    Bab 113. Kesempatan Kedua

    Pandu berdiri di hadapan Amanda. Tatapan penuh harap mengarah pada Amanda yang duduk di hadapannya. Suasana sunyi seketika menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar di telinga mereka bertiga."Sudah cukup lama kita hidup terpisah, Amanda," ucap Pandu dengan suara bergetar, mencoba menekan perasaan gugupnya. "Kita telah melewati banyak hal bersama, dan jujur, aku tak bisa hidup tanpamu."Walau merasa gugup, tapi Pandu memberanikan diri untuk kembali melamar mantan istrinya di hadapan asisten dan sekretarisnya."Sekian lama kita berpisah, tapi cintaku padamu tidak pernah berubah. Walaupun dulu aku sempat sakit hati padamu karena kesalahpahaman, tapi cinta di hatiku tidak pernah pudar."Amanda menatap Pandu dengan wajah yang penuh keraguan, pikiran dan hatinya berkecamuk. Mengingat alasan di balik keputusan mereka berpisah membuat hati Amanda tersayat seperti belati. Dia tahu, kesalahan dan kesalahpahaman telah merusak cinta yang pernah mereka miliki."Tapi, Ma

  • Rahasia Anak Kembar Sang CEO    Bab 112. Calon Istri Tama

    Tama sampai di rumahnya setelah Mahawira pulang. Ia berpapasan dengan Pandu yang akan pulang ke rumahnya."Bos, kapan kalian sampai?" tanya Tama."Kamu dari mana?" Bukannya menjawab, tapi Pandu malah balik bertanya kepada asistennya itu."Saya ...." Tama menghentikan ucapannya saat ponsel dalam sakunya berdering tanpa henti. Tama merogohnya dan melihat layar ponselnya. "Pak Jo. Sepertinya ada informasi penting," ucap Tama pada Pandu.Tama menjawab panggilan dari kepala pelayan di rumah sang bos."Tuan, ada informasi penting tentang Nyonya besar," ucap Pak Jo dari balik telepon."Kami akan ke sana sekarang. Kita bicarakan di rumah saja.""Apa Anda sudah kembali, Tuan?""Saya dan Bos sudah pulang," jawab Tama, "kami akan segera ke sana."Tama menutup teleponnya segera. "Bos, saya ganti pakaian dulu. Kita akan ke rumah Anda sekarang.""Baju kamu basah, memangnya kamu dari mana?" Pandu keheranan melihat baju asistennya basah."Tadi di sana hujan, saya kehujanan saat kembali ke mobil," jaw

  • Rahasia Anak Kembar Sang CEO    Bab 111. Memaafkan

    "Terima kasih, Sayang." Tama mencium tangan Tiara berkali-kali."Sayang?" Tiara terkejut. "Kita belum menikah.""Kita bisa mulai membiasakan diri dari sekarang." Tama menatap Tiara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka pilihan terakhir jatuh pada sekretaris sang bos. "Saya berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."Tiara tersenyum sambil bergumam dalam hati. 'Semoga keputusan saya tidak salah.'Sementara di rumah Tama, Amanda dan anak-anaknya baru saja sampai di rumah setelah pulang dari luar negeri."Bu, kenapa Ayah baik tidak pulang bersama kita?" tanya Alana sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Ayah baik. Jadi, dia harus kembali lebih awal dari kita." Pandu mencoba memberi pengertian kepada anaknya. Padahal ia sendiri tidak tahu urusan penting apa yang membuat Tama begitu terburu-buru untuk segera kembali."Ayah baik itu banyak pekerjaan, lagi pula sekarang kita selalu ditemani Ayah Pandu. Jadi tidak kesepian lagi walaupun

  • Rahasia Anak Kembar Sang CEO    Bab 110. Yakin

    "Saya ambilkan air minum dulu, pasti Bos haus." Tiara semakin gugup. "Silakan masuk!"Tiara membuka pintunya lebar-lebar dan bergegas ke ruang tamu. Tama mengikuti Tiara masuk ke dalam rumahnya.“Silakan duduk, Bos! Saya ambilkan minum dulu.”Tiara segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum. Sesampainya di dapur, Tiara terkulai lemas dan duduk di lantai.“Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Tiara memegangi dadanya sambil duduk berselonjor di lantai.Beberapa menit kemudian, ia bangun dan berdiri setelah lebih tenang. Kemudian, Tiara membawa segelas air putih untuk Tama.“Silakan di minum, Bos!”‘Dia berada di dapur selama sepuluh menit, tapi hanya membawakan air putih untuk saya. Aya yang dia lakukan di dapur selama itu?’ batin Tama.Tama mengambil gelas minum yang disediakan oleh Tiara. Ia meminum sampai habis air itu karena ia juga sedang gugup.“Airnya mau lagi, Bos?” tanya Tiara saat Tama menaruh gelas kosong di meja.“Boleh, tapi akan lebih bagus lagi kalau ada perasa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status