Kevin segera membopong Vyolin kembali masuk ke dalam mobil, tanpa basa-basi langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.
Setibanya di rumah sakit, Vyolin pun segera dibawa ke UGD. Kevin terduduk di depan pintu UGD, merasa kembali sangat terkejut hingga kedua kakinya menjadi lemas."Maaf, anda suaminya?" Selang berapa lama, seorang dokter keluar dari UGD dan menemui Kevin. "Iya, Dok. Saya suaminya, bagaimana keadaan istri saya?" Sambar Kevin langsung."Apa istri anda baru saja makan sesuatu?" tanya Dokter."Iya, Dokter. Istri saya baru saja makan rujak Nanas. Porsinya memang luar biasa. Dan tiba-tiba saja dia muntah-muntah langsung pingsan, Dok," jawab Kevin."Baik, kalau begitu dugaan saya benar. Alhamduillah, istri anda sudah tidak apa-apa, janinnya juga tidak bermasalah. Lambung istri anda hanya tidak bisa menerima makanan terlalu pedas dan banyak. Karena sudah muntah, kandungan enzim bromelain dari buah nanasnya jadi tidak terlalu terserap banyak dan tidak membahayakan janinnya," jelas Dokter."Syukurlah kalau begitu, Dok," ucap Kevin lalu mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya."Istri anda harus menunggu sampai kondisinya benar-benar kembali pulih, baru nanti boleh pulang, ya," lanjut Dokter.Kevin mengangguk, lalu perawat datang memintanya mengurus administrasi. Vyolin pun langsung dipindahkan ke ruangan VVIP, untuk mendapat pengawasan seharian ini.…Setelah sadar dari pingsan dan pulih dari rasa mualnya, Vyolin hanya bisa terdiam di atas tempat tidur. Sedangkan Kevin, hanya duduk menahan rasa kesal karena Vyolin kembali berulah untuk membahayakan diri sendiri dan janinnya."Gimana keadaan kamu? Apa masih pusing? Masih merasa pedas? Sakit perut?" Kevin menyerang dengan rentetan pertanyaan."Enggak, Mas," jawab Vyolin singkat tanpa melihat wajah Kevin."Maaf, aku gak tahu kalau nanas itu berbahaya untuk ibu hamil. Kalau aku tahu, pasti gak akan terjadi hal begini," ucap Kevin.Vyolin tak mampu berkata-kata, karena merasa bahwa ini semua murni kesalahan yang dibuatnya sendiri. Vyolin telah mempelajari banyak hal dari internet, tentang penggugur kandungan. Namun, dia merasa kesulitan untuk membeli ramuan-ramuan berbahaya tanpa sepengetahuan Kevin.Vyolin merasa kesal karena usahanya kali ini telah kembali gagal. Saat tidak ada Kevin, Vyolin bahkan memukul-mukul perutnya, juga menjatuhkan tubuhnya secara tiba-tiba ke lantai. Namun, selalu tidak berpengaruh."Kenapa anak ini tidak bisa hilang!" Batin Vyolin. Lalu matanya berkaca-kaca.Kevin merasa bingung, bagaimana lagi harus meyakinkan Vyolin bahwa dia telah menerima bayi itu. Siapa pun ayah biologis dari bayi dalam kandungan Vyolin, Kevin hanya tahu bahwa itu adalah anak dari perempuan yang sangat dicintainya. Kevin bisa menerima anak itu dengan sepenuh hatinya."Halo, Julia."Kevin memutuskan untuk menghubungi Julia di luar kamar rawat inap Vyolin. "Ya, Kevin. Ada apa? Apa terjadi sesuatu sama Vyolin?" tanya Julia cepat."Enggak. Apa kamu sibuk di rumah?" tanya Kevin balik."Kamu tahu, kan. Aku cuma sibuk jualan cake buat biaya kuliah keponakan kamu itu," jawab Julia."Kalau bisa, aku mau kamu datang ke rumah. Menginap semalam atau dua malam untuk menemani Vyolin," ucap Kevin."Me-memangnya kenapa? Vyolin baik-baik aja, kan?" tanya Julia lagi."Dia sudah gak baik-baik aja sejak lama, Julia. Aku ingin kamu sekedar menemani dia, mendengarkan sesuatu yang mungkin dia gak bisa ngomong sama aku," jawab Kevin dengan suara yang mulai sengau.Kevin meneteskan air mata, karena kegelisahannya memikirkan Vyolin. Merasa tak bisa melakukan apa-apa untuk membahagiakan pikiran Vyolin saat ini. Julia yang mendengar isak tangis Kevin pun tak bisa menahan rasa terharunya."Ya, akan aku usahakan untuk bisa ke sana. Tapi mungkin besok atau lusa. Kebetulan sedang banyak yang pesan kue. A-aku pasti ke sana dan membawakan kue red velvet kesukaan Vyolin," ucap Julia."Oke, thank you Julia." ucap Kevin.Kevin mematikan sambungan telepon, lalu kembali ke kamar. Dilihatnya wajah Vyolin yang kini telah tertidur. Setiap kali melihat wajah Vyolin, Kevin merasa cintanya selalu bertambah. Lalu dia akan mengingat setiap kenangan romantis yang mereka jalani bersama.Kevin tak pernah menyangka, saat ini hanya bisa melihat senyum dipaksakan dari wajah Vyolin. Tidak lagi seceria dulu, tak lagi ada banyak obrolan mereka. Kevin merindukan saat-saat bahagia mereka."Apa aku harus membiarkan kamu menggugurkan kandungan itu, supaya aku bisa lihat kamu yang dulu lagi, Vyolin?" batin Kevin sembari mengusap lembut rambut panjang Vyolin.Langit seketika mendung, saat Vyolin dan Kevin baru saja membawa Vyona memasuki mobil. Mereka berencana untuk makan malam di sebuah restoran mewah, bertepatan dengan hari jadi pernikahan mereka yang ke delapan tahun. Karena khawatir pada cuaca takut semakin buruk, Vyolin pun mengatakan pada Kevin untuk di menunda rencana mereka."Aku sudah booking mejanya, Sayang," ucap Kevin menyesal."Gak apa-apa, Mas. Mungkin bukan rejeki kita," sahut Vyolin."Jadi? Gimana?" tanya Kevin sambil menggendong Vyona masuk ke rumah."Kamu bawa Vyona ke kamar, aku akan siapkan makan malam," jawab Vyolin sambil lalu menuju dapur.Kevin membawa Vyona ke kamar, memberikan susu dan menggendong bayi kecilnya itu sampai akhirnya tertidur. Saat Vyona telah tertidur, Kevin pun langsung pergi ke dapur.Area makan tampak gelap, hanya ada penerangan dari tiga lilin yang menyala di meja makan. Asap masih mengepul dari dua piring berisi spagheti dengan saus tomat bertoping keju. Kevin tersenyum, melihat hasil kerja Vy
Pukul delapan pagi, tepat di pertengahan musim dingin. Masjid Jami Tokyo, tampak ramai menggelar acara pernikahan Tomo dan Donita. Keluarga inti Tomo datang, juga beberapa teman lamanya yang asli tinggal di Jepang. Donita hanya mengundang Hendrik dan Brandon, sedang pernikahannya akan diwakilkan wali hakim.Menggunakan gaun pengantin serba putih, Donita terlihat begitu cantik. Dengan kerudung warna senada berhiaskan renda-renda rajutan sederhana, Donita menjadi pusat perhatian semua yang datang. Tomo terus tersenyum melihat gadis cantik yang kini duduk di sampingnya, sosok yang akan mendampinginya menjalani sisa waktu seumur hidup."Nih, tissu," ucap Brandon menjulurkan sebungkus kecil tisu saku."Ish, kain serbet aja kalau ada," sahut Hendrik ketus."Hahaha. Gak nyangka, ya. Donita akan nikah ngeduluin kita," ujar Brandon sembari menikmati kue cemilan manis yang disediakan keluarga pengantin."Cewek kan memang gitu, selalu pengen ngeduluin," sahut Hendrik."Kita pulang dari sini, har
Sebulan setelah melalui perawatan intensif di rumah sakit, Ayah Mike telah sadarkan diri dan bisa kembali ke rumah. Shock berat membuatnya tak lagi bisa bergerak bebas seperti dulu. Air matanya tumpah lagi, saat mengetahui menantu dan calon cucunya telah tiada.Ibu Mike menyimpan nomor ponsel Vyolin, dan sering meminta Vyolin untuk datang berkunjung. Seperti hari ini, Vyolin membawa Vyona datang ke rumah keluarga besar Baskoro Group. Menghibur orang tua Mike yang masih merasa berduka."Kalian orang-orang yang baik," ucap Ayah Mike saat Vyolin mengupaskan buah jeruk untuknya."Anda juga, Pak," sahut Vyolin lalu tersenyum."Di mana suamimu?" tanya Ayah Mike. Sudah beberapa kali dia menanyakan Kevin. "Masih di kantor, Pah. Sudah dibilang dari tadi," sahut Ibu Mike dengan raut kesal karena Ayah Mike terus mengulang pertanyaan.Sesuatu terjadi pada saraf otak Ayah Mike, membuatnya sulit konsentrasi dan mudah lupa. "Ah, iya. Mau kah suamimu melanjutkan bisnis kami?" tanya Ayah Mike tiba-t
Kembali ke dalam sel, Mike disambut wajah duka teman-temannya. Hampir semua orang di sel juga sudah mengetahui perihal nasib malang yang dideritanya. Mike langsung membaringkan tubuhnya ke pojokan sel, menghadap dinding. Tidak ada yang berani mengajaknya bicara. Dalam tatapan kosongnya, Mike terus bertemu dengan bayang-bayang Rianti. Senyum istrinya, bahkan keributan-keributan yang dulu terjadi, Mike merindukan masa-masa itu."Apa kurangnya aku, Mike? Sampai kamu harus begitu ingin mendapatkan anak dari istri orang lain!" Mike kembali teringat pertengkaran mereka saat itu.Mike kembali menyalahkan dirinya sendiri, tentang mengapa semuanya terjadi. Dia langsung beranjak duduk, dan perlahan-lahan membenturkan kepalanya ke dinding. Semakin lama semakin keras."Bos, berhenti, Bos," ucap seorang teman Mike di sel yang langsung mencoba menghentikan Mike.Mike tak bergeming, terus mencoba membenturkan kepalanya dengan keras ke dinding. Semua orang akhirnya menahan tubuhnya, hingga menjauhi
Rianti masih berada di kamar jenajah, tepatnya di sebuah lemari pendingin khusus. Jasadnya telah dibersihkan dari peluru, hanya tertinggal bekas luka yang membuat merinding siapa saja yang melihatnya.Ibu Mike mengumpulkan keberanian dan kekuatan untuk pergi ke penjara, tempat Mike ditahan. Bersama dengan dua orang pengacara keluarga mereka. Sedangkan Ayah Mike masih dirawat karena koma, serangan jantungnya tak pernah sehebat ini sebelumnya.Mendengar kedatangan Ibunya, Mike merasa senang. Orang tuanya belum pernah datang sebelumnya, walau selalu menanyakan kabarnya pada Rianti. "Mamah, senangnya aku lihat Mamah mau datang," ucap Mike dengan senyum lebar."Ma-maaf, Mamah baru sempat datang," sahut Ibu Mike dengan suara yang begitu berat."Gak apa-apa, Mah. Mamah apa kabar?" tanya Mike.Ibu Mike langsung merasakan sesak di dadanya, mengingat kabar buruk yang saat ini menimpa keluarganya. Segera dia beranjak dari kursi, meninggalkan meja pertemuan dengan Mike dan menangis di luar ruang
Rianti begitu marah dengan sikap Andrew yang diterimanya pagi ini, tak menunggu waktu lama dia pun segera pergi ke kediaman Ayah mertuanya, CEO Samudera."Mungkin dia pikir, aku gak akan berani mengadu!" ucap Rianti saat melangkah keluar rumah.Sopir pribadi pun langsung melajukan mobil, mengantarkan Rianti ke rumah CEO Samudera. Dengan perasaan gugup,.Rianti mencoba menyusun kalimat yang akan disampaikannya nanti di hadapan Ayah mertuanya.Meski pun kinerja Andrew bagus untuk perusahaan, nyatanya Andrew punya attitude yang buruk. Andrew bahkan sudah berani merendahkan Mike di hadapan Rianti."Menantu, tumben datang ke sini," ucap CEO Samudera yang kebetulan sedang bersantai minum teh di taman depan rumah. Rianti langsung menuju ke sana setelah diberitahu pelayan."Ada apa, Rianti? Perut kamu sakit?" tanya Ibu Mike yang juga ada di sana."Bu-bukan, Mah. Bukan perut yang sakit, tapi hati," jawab Rianti dengan mata berkaca-kaca.Rianti langsung duduk di kursi kosong sebelah Ibu Mertuany