Share

Bab 8. Gagal Pergi Ke Kantor

"Sebentar lagi kamu akan tahu siapa saya, Nyonya Fatma." Wanita itu berbisik dengan lembut dan manis. Alih-alih merasa penasaran, Fatma justru merasa ngeri dengan wanita tersebut.

"Siapa tamunya Sayang?" Santoso akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruang makan, ia menyusul Fatma ke pintu utama dimana istrinya tengah berbincang dengan seseorang.

Santoso terpaku sejenak saat melihat Wati berada di ambang pintu tengah tersenyum ke arahnya. Fatma bisa melihat senyum berbeda itu dari wajah wanita yang ada hadapannya lalu menoleh ke arah Santoso.

"Hallo Mas Santoso," sapa wanita itu dengan akrab, ia dengan berani melambaikan tangan ke arah Santoso.

Sejenak wajah Santoso nampak gugup, ia terlihat tegang saat datang menghampiri Fatma dan juga Wati. "Ha-hallo Bu Wati, apa kabar?! Oh ya Fatma, perkenalan ini Bu Wati salah satu atasan Mas di kantor."

Wati tersenyum sombong ke arah Fatma, ia mengulurkan tangan dengan anggun yang dibuat-buat. Fatma hanya diam, ia enggan untuk menyambutnya namun demi nama baik suaminya akhirnya Fatma terpaksa menyambut tangan halu tersebut untuk dijabat tangan. "Fatma."

"Oh ya Mas Santoso, kita berangkat bersama-sama yuk. Saya ingin tahu hasil meeting tadi malam seperti apa jadi saya memilih untuk datang menghampiri Mas dan menanyakannya," ucap Wati dengan nada lembut dan penuh manja.

Dih! Jika dia memang atasan yang tidak memiliki penyakit 'gatal' tidak akan mungkin dia datang ke rumah bawahannya dengan nada suara merayu seperti itu. Wajah Fatma ditekuk, ia sudah bisa merasakan gelagat aneh itu dari wajah keduanya.

"Ehm, baik Bu Wati, saya ijin dulu sama istri." Santoso masih terlihat gugup, ia menatap Fatma dengan tatapan takut. "Ehm, Sayang, Mas pergi kerja dulu ya. Mas mau barengan sama Bu Wati."

Hati Fatma tercabik terlebih saat ia melihat ekspresi Wati saat itu. Wanita cantik itu tersenyum mengejek ke arahnya, seolah ingin mengatakan bahwa Fatma adalah istri yang gagal dan tidak berharga sama sekali dibandingkan dirinya.

"Fatma..." Santoso menyentuh tangan Fatma, ia membuyarkan lamunan Fatma saat ini. "Mas mau kerja dulu."

"Bentar Mas, aku ambilin tasmu di kamar ya?!" Fatma pura-pura tersenyum meskipun hatinya hancur. Wanita itu berbalik badan, berjalan dengan pura-pura sedikit pincang ke arah kamar.

Tidak! Ia tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Wanita ular itu pasti akan menggoda suaminya habis-habisan. Fatma menggigit bibir, apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus berpura-pura pingsan juga?!

Fatma tak punya pilihan lain, ia berhenti melangkah lalu pura-pura pingsan di samping kursi ruang tamu.

"Fatma!" Santoso berteriak, ia cukup kaget saat melihat Fatma jatuh pingsan. Pria itu berlari menghampiri Fatma, melihat istirnya pingsan Santoso lantas membopong istrinya masuk ke kamar.

Tindakan itu tentunya membuat Wati terbengong-bengong, ia merasa mendapatkan plot twist dari apa yang sudah ia lakukan sekarang. Tak punya cara lain, Wati hanya bisa mengekor di belakang Santoso dan mengikutinya hingga ke kamar.

"Mas, gimana ini?" Wati protes dan cemburu ketika melihat Santoso begitu perhatian pada Fatma, istirnya.

"Gimana apanya?! Kamu juga, ngapain kamu datang ke rumah. Sudah baik kita ketemu di kantor. Kamu ingin hubungan gelap kita ini diketahui orang?!" Santoso tak kalah kesal, setelah merebahkan tubuh Fatma di kasur keduanya justru bertengkar hebat di kamar itu.

Hati Fatma teriris sekaligus ingin tertawa, dibalik bola matanya yang terpejam ada telinga yang awas untuk menguping pembicaraan mereka.

"Mas, aku tidak bisa tidur sejak semalam. Aku kesal karena kamu meninggalkanku begitu saja," dengkus Wati sambil melipat tangan. Wajah wanita itu memerah padam, ia benar-benar marah.

"Kesal sih kesal tapi jangan seperti ini caranya. Toh kamu juga lihat kan kaki istriku pincang?! Itu artinya Fatma tidak berbohong." Santoso berjalan mondar-mandir, kedua tangannya berkacak pinggang dengan wajah terlihat resah. "Hari ini aku ijin tidak masuk, Wati. Aku harus merawat istriku."

"Mas, kok gitu sih?! Katanya kamu mau selalu sama aku tapi kenapa kamu kok—"

"Dia istriku, Wati. Kalau dia sakit itu sudah jadi kewajibanku untuk merawatnya. Jadi, aku akan ijin tidak ngantor dan—"

"Mas—" Fatma pura-pura siuman, pertengkaran mereka secara otomatis berhenti.

"Fatma, Fatma Sayang?! Kamu sudah siuman?" Santoso menuju ke ranjang, ia menggenggam tangan Fatma dengan erat.

Fatma pura-pura membuka mata, ia menatap wajah Santoso yang terlihat khawatir. Hmm... Bohong! Sebenarnya dia tidak sekhawatir itu bukan?!

"Mas, tubuhku terasa lemas. Kepalaku juga pusing, aku—"

"Tenang ya, Mas tidak jadi ngantor hari ini. Mas akan rawat Fatma sampai sembuh," ucap Santoso dengan sorot mata sungguh-sungguh.

Fatma terdiam, ia menatap ke arah Wati. "Lantas Bu Wati—"

"Biar beliau berangkat sendirian saja, tidak apa-apa. Tadi aku sudah ijin kepadanya," ucap Santoso dengan serius. Fatma menganggukkan kepala, pura-pura bersikap lemas dan sakit. Perlahan Fatma beringsut bangun, ia duduk dengan lesu.

"Terima kasih ya Mas, kamu perhatian sekali sama aku." Fatma berkata lirih, ia lantas merengkuh tubuh Santoso ke dalam pelukannya.

"Tidak apa-apa Sayang, kamu istriku dan aku pantas memprioritaskan kamu." Santoso balas memeluk Fatma, ia mengelus punggung istrinya dengan lembut.

Fatma tersenyum, ia menatap Wati yang mencuramkan alis ke arahnya. Tanpa rasa bersalah sama sekali, Fatma menjulurkan lidah ke arah Wati. Ya, dia mengejek wanita cantik itu.

Wati terbelalak, ia tak percaya jika Fatma bisa melakukan hal itu. Wajahnya menyiratkan kebencian, kedua tangannya mengepal erat.

"Mas, tolong ambilkan aku minum di dapur ya?! Tenggorokanku rasanya kering sekali." Fatma meminta tolong pada Santoso dan diiyakan begitu saja oleh suaminya.

Menatap sekilas ke arah Wati, Santoso pergi berjalan menuju ke dapur untuk mengambil air putih.

"Kamu berbohong ya?! Kamu membohongi suamimu bukan?!" Wati menyembur, ia marah sekali dengan permainan yang dilakukan Fatma di hadapannya.

Fatma menyeringai, ia tersenyum tipis. "Jangan lupa Bu Wati yang terhormat, permainan ini Anda sendirilah yang memulai. Sekarang saya tahu, siapa Anda sebenarnya. Bu Wati, saya siap bersaing dengan Anda. Mari kita lihat, Mas Santoso memilih siapa diantara kita."

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status