Share

Bab 8. Gagal Pergi Ke Kantor

Author: Dacytta-Peach
last update Last Updated: 2023-04-06 13:29:21

"Sebentar lagi kamu akan tahu siapa saya, Nyonya Fatma." Wanita itu berbisik dengan lembut dan manis. Alih-alih merasa penasaran, Fatma justru merasa ngeri dengan wanita tersebut.

"Siapa tamunya Sayang?" Santoso akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruang makan, ia menyusul Fatma ke pintu utama dimana istrinya tengah berbincang dengan seseorang.

Santoso terpaku sejenak saat melihat Wati berada di ambang pintu tengah tersenyum ke arahnya. Fatma bisa melihat senyum berbeda itu dari wajah wanita yang ada hadapannya lalu menoleh ke arah Santoso.

"Hallo Mas Santoso," sapa wanita itu dengan akrab, ia dengan berani melambaikan tangan ke arah Santoso.

Sejenak wajah Santoso nampak gugup, ia terlihat tegang saat datang menghampiri Fatma dan juga Wati. "Ha-hallo Bu Wati, apa kabar?! Oh ya Fatma, perkenalan ini Bu Wati salah satu atasan Mas di kantor."

Wati tersenyum sombong ke arah Fatma, ia mengulurkan tangan dengan anggun yang dibuat-buat. Fatma hanya diam, ia enggan untuk menyambutnya namun demi nama baik suaminya akhirnya Fatma terpaksa menyambut tangan halu tersebut untuk dijabat tangan. "Fatma."

"Oh ya Mas Santoso, kita berangkat bersama-sama yuk. Saya ingin tahu hasil meeting tadi malam seperti apa jadi saya memilih untuk datang menghampiri Mas dan menanyakannya," ucap Wati dengan nada lembut dan penuh manja.

Dih! Jika dia memang atasan yang tidak memiliki penyakit 'gatal' tidak akan mungkin dia datang ke rumah bawahannya dengan nada suara merayu seperti itu. Wajah Fatma ditekuk, ia sudah bisa merasakan gelagat aneh itu dari wajah keduanya.

"Ehm, baik Bu Wati, saya ijin dulu sama istri." Santoso masih terlihat gugup, ia menatap Fatma dengan tatapan takut. "Ehm, Sayang, Mas pergi kerja dulu ya. Mas mau barengan sama Bu Wati."

Hati Fatma tercabik terlebih saat ia melihat ekspresi Wati saat itu. Wanita cantik itu tersenyum mengejek ke arahnya, seolah ingin mengatakan bahwa Fatma adalah istri yang gagal dan tidak berharga sama sekali dibandingkan dirinya.

"Fatma..." Santoso menyentuh tangan Fatma, ia membuyarkan lamunan Fatma saat ini. "Mas mau kerja dulu."

"Bentar Mas, aku ambilin tasmu di kamar ya?!" Fatma pura-pura tersenyum meskipun hatinya hancur. Wanita itu berbalik badan, berjalan dengan pura-pura sedikit pincang ke arah kamar.

Tidak! Ia tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Wanita ular itu pasti akan menggoda suaminya habis-habisan. Fatma menggigit bibir, apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus berpura-pura pingsan juga?!

Fatma tak punya pilihan lain, ia berhenti melangkah lalu pura-pura pingsan di samping kursi ruang tamu.

"Fatma!" Santoso berteriak, ia cukup kaget saat melihat Fatma jatuh pingsan. Pria itu berlari menghampiri Fatma, melihat istirnya pingsan Santoso lantas membopong istrinya masuk ke kamar.

Tindakan itu tentunya membuat Wati terbengong-bengong, ia merasa mendapatkan plot twist dari apa yang sudah ia lakukan sekarang. Tak punya cara lain, Wati hanya bisa mengekor di belakang Santoso dan mengikutinya hingga ke kamar.

"Mas, gimana ini?" Wati protes dan cemburu ketika melihat Santoso begitu perhatian pada Fatma, istirnya.

"Gimana apanya?! Kamu juga, ngapain kamu datang ke rumah. Sudah baik kita ketemu di kantor. Kamu ingin hubungan gelap kita ini diketahui orang?!" Santoso tak kalah kesal, setelah merebahkan tubuh Fatma di kasur keduanya justru bertengkar hebat di kamar itu.

Hati Fatma teriris sekaligus ingin tertawa, dibalik bola matanya yang terpejam ada telinga yang awas untuk menguping pembicaraan mereka.

"Mas, aku tidak bisa tidur sejak semalam. Aku kesal karena kamu meninggalkanku begitu saja," dengkus Wati sambil melipat tangan. Wajah wanita itu memerah padam, ia benar-benar marah.

"Kesal sih kesal tapi jangan seperti ini caranya. Toh kamu juga lihat kan kaki istriku pincang?! Itu artinya Fatma tidak berbohong." Santoso berjalan mondar-mandir, kedua tangannya berkacak pinggang dengan wajah terlihat resah. "Hari ini aku ijin tidak masuk, Wati. Aku harus merawat istriku."

"Mas, kok gitu sih?! Katanya kamu mau selalu sama aku tapi kenapa kamu kok—"

"Dia istriku, Wati. Kalau dia sakit itu sudah jadi kewajibanku untuk merawatnya. Jadi, aku akan ijin tidak ngantor dan—"

"Mas—" Fatma pura-pura siuman, pertengkaran mereka secara otomatis berhenti.

"Fatma, Fatma Sayang?! Kamu sudah siuman?" Santoso menuju ke ranjang, ia menggenggam tangan Fatma dengan erat.

Fatma pura-pura membuka mata, ia menatap wajah Santoso yang terlihat khawatir. Hmm... Bohong! Sebenarnya dia tidak sekhawatir itu bukan?!

"Mas, tubuhku terasa lemas. Kepalaku juga pusing, aku—"

"Tenang ya, Mas tidak jadi ngantor hari ini. Mas akan rawat Fatma sampai sembuh," ucap Santoso dengan sorot mata sungguh-sungguh.

Fatma terdiam, ia menatap ke arah Wati. "Lantas Bu Wati—"

"Biar beliau berangkat sendirian saja, tidak apa-apa. Tadi aku sudah ijin kepadanya," ucap Santoso dengan serius. Fatma menganggukkan kepala, pura-pura bersikap lemas dan sakit. Perlahan Fatma beringsut bangun, ia duduk dengan lesu.

"Terima kasih ya Mas, kamu perhatian sekali sama aku." Fatma berkata lirih, ia lantas merengkuh tubuh Santoso ke dalam pelukannya.

"Tidak apa-apa Sayang, kamu istriku dan aku pantas memprioritaskan kamu." Santoso balas memeluk Fatma, ia mengelus punggung istrinya dengan lembut.

Fatma tersenyum, ia menatap Wati yang mencuramkan alis ke arahnya. Tanpa rasa bersalah sama sekali, Fatma menjulurkan lidah ke arah Wati. Ya, dia mengejek wanita cantik itu.

Wati terbelalak, ia tak percaya jika Fatma bisa melakukan hal itu. Wajahnya menyiratkan kebencian, kedua tangannya mengepal erat.

"Mas, tolong ambilkan aku minum di dapur ya?! Tenggorokanku rasanya kering sekali." Fatma meminta tolong pada Santoso dan diiyakan begitu saja oleh suaminya.

Menatap sekilas ke arah Wati, Santoso pergi berjalan menuju ke dapur untuk mengambil air putih.

"Kamu berbohong ya?! Kamu membohongi suamimu bukan?!" Wati menyembur, ia marah sekali dengan permainan yang dilakukan Fatma di hadapannya.

Fatma menyeringai, ia tersenyum tipis. "Jangan lupa Bu Wati yang terhormat, permainan ini Anda sendirilah yang memulai. Sekarang saya tahu, siapa Anda sebenarnya. Bu Wati, saya siap bersaing dengan Anda. Mari kita lihat, Mas Santoso memilih siapa diantara kita."

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 36. Hari Bahagia (Ending)

    Setelah menyusun rencana untuk hari pernikahan selama sebulan lamanya, pernikahan Fatma dengan Arif akhirnya terlaksana juga. Atas keinginan Fatma, wanita itu menginginkan suasana pernikahan yang sederhana dan suci tanpa mengurangi kesakralan.Meskipun Arif mengusulkan acara pernikahan yang mewah, Fatma menolaknya secara halus. Bagi Fatma, ada baiknya jika uang itu ditabung saja untuk membeli beberapa asset ketimbang untuk pesta yang hanya berlangsung sekejap mata.Fatma dan Arif menyebar undangan hanya beberapa ratus lembar. Mereka hanya ingin mengundang sanak saudara, sahabat, dan juga beberapa tetangga dekat. Bagi mereka, kesederhanaan jauh lebih baik daripada kemewahan yang mengundang kebencian tak terlihat dari beberapa orang.Siang itu keluarga Pakdhe Suryo juga tengah bersiap untuk pergi ke acara pernikahan Fatma. Mereka turut diundang dalam acara pernikahan suci lagi sakral tersebut. Keluarga Pakdhe tetap menghargai Fatma meskipun sekarang sud

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 35. Permintaan Maaf

    Fatma mengangguk begitu saja, entah kenapa ia merasa kasihan dengan keadaan Santoso yang saat ini begitu buruk dan memprihatinkan. Menoleh sejenak ke arah toko, Fatma menatap Mbak Lastri yang berdiri di ambang pintu. Dari tatapan itu, Fatma seolah meminta ijin atasannya untuk pergi mengobrol sejenak bersama sang mantan suami."Mas, apakah kamu sudah makan?" Fatma bertanya dengan pelan, ia menatap kasihan ke arah Santoso yang terlihat kosong dan tidak bertenaga.Pria itu menggeleng, hanya mampu menundukkan kepala dengan rasa bersalah yang kian membuncah.Fatma menarik napas, "Ayo pergi ke warung makan Mas, akan kubelikan kamu semangkok bakso panas."Wanita berhijab rapi itu melangkahkan kaki terlebih dahulu menuju ke warung makan yang terdapat di sebelah toko milik Mbak Lastri."Bu, semangkok bakso dan segelas teh manis hangat ya." Fatma memesan bakso pada sang penjual bakso yang sudah lama ia kenal semenjak kerja bersama Mbak Lastri.

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 34. Pertengkaran dengan Wati

    "Mas Santoso?" Wati terkejut dengan kehadiran Santoso yang menurutnya begitu tiba-tiba. Wanita itu berniat untuk lari namun apa daya tangan Santoso yang kekar kini telanjur mencekal pergelangan tangannya. "Lepaskan tanganmu, Mas!""Tidak, aku tidak akan melakukannya sebelum kamu jelasin semuanya padaku," kekeh Santoso justru semakin erat dalam dalam mencengkeram."Mas, sakit Mas! Kamu gila apa?!" seru Wati sambil berontak dari tangan Santoso. "Hal apa lagi yang perlu dijelaskan? Semua sudah jelas Mas, kita sudah tidak memiliki hubungan sekarang.""Bukan itu," tandas Santoso dengan sigap. Mata pria itu membara merah seperti apa di pembakaran, dengan jiwa emosi yang ia punya kemarahan Santoso benar-benar meledak sekarang. "Jelaskan padaku, ada apa dengan diriku di kantor? Kamu sengaja kan jatuhkan aku di depan Mister Je supaya aku dipecat?"Wati terdiam beberapa detik, ia lantas terkekeh keras. "Mana aku tahu Mas, kuasa orang atas kamu tahu sen

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 33. Pemecatan Jabatan

    Fatma terdiam, tatapannya fokus pada Arif yang tengah mengungkapkan perasaan terhadap dirinya. Entah apa yang ia rasakan sekarang, yang jelas ada perasaan haru dan hangat di dalam hatinya."Fat, kamu mengerti kan maksudku?" Arif menyadarkan lamunan Fatma sejenak, tampak wajah Arif sudah memerah menahan malu. Ia langsung menunduk dengan pikiran macam-macam. "Maaf, mungkin caraku melamar kamu terlihat kekanak-kanakan tapi aku sudah berusaha untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Seperti yang kamu tahu, aku terlalu tua untuk main lamar-lamaran menggunakan cara ini."Melihat ketulusan Arif, tanpa sadar bibir Fatma melengkung. Ia merasa lucu sekaligus kagum pada Arif. Sebagai seseorang yang pernah tinggal di sisi pria itu entah sebagai teman atau partner kerja, Fatma tidak menduga jika Arif akan melamarnya."Kenapa kamu tersenyum? Bener kan?! Caraku sepertinya salah dalam melamarmu," gusar Arif sambil menggigit bibir. Ia menunduk untuk menutupi kekesalan

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 32. Lamaran Dari Pria Tepat

    "Santoso... Santoso, Pakdhe nggak habis pikir apa yang merasuki otakmu saat ini," ungkap Pakdhe Suryo sambil menggelengkan kepala. "Setelah kamu tersandung masalah, ujung-ujungnya kamu juga tetep sambat sama si orangtua ini. Mbok kamu sadar, kamu itu sudah diingatkan di lain hari tapi kamu masih saja tetep ngeyel. Sekarang, setelah semuanya telanjur, kamu kan yang jadi pihak sakit hati."Santoso hanya menunduk, penampilannya yang lusuh dan tidak terurus membuat Pakdhe Suryo merasa prihatin. "San, Pakdhe nasehatin kamu sampai ancam-ancam itu bukan karena Pakdhe syirik, Pakdhe benci, itu bukan. Pakdhe cuma pengen kamu tuh nggak salah jalan. Wati itu sedari awal Pakdhe lihat, ia sepertinya memiliki gelagat aneh. Pakdhe nggak suka San, nggak suka.""Sudahlah Pakdhe, jangan diomelin terus Mas Santoso-nya. Setidaknya dengan kejadian ini Mas Santoso sadar dan terbuka mata hatinya soal Wati." Ratna menengahi teguran Pakdhe Suryo.Sebagai adik, Ratna sendiri t

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 31. Aku Tidak Bersimpati

    "Aku mohon, kembalilah kepadaku. Kali ini aku tidak akan menyia-nyiakanmu lagi."Fatma terdiam. Ini bukan kali pertama Santoso memohon dirinya seperti ini. Dulu sewaktu ia kepergok dengan wanita itu, ia juga meminta hal yang sama kepada Fatma.Menarik napas panjang, Fatma melepas tautan tangan Santoso secara perlahan. "Tidak semudah itu Mas. Lukaku yang lama saja belum sembuh dan apa ini? Kau ingin kembali karena kau merasa tersakiti?!"Fatma menggeleng lalu menunduk, "Aku pernah tersakiti Mas tapi aku tidak pernah memintamu untuk kembali padaku."Santoso terbungkam, ia menunduk dengan wajah pasrah. Penampilannya yang buruk memang tidak pantas untuk diperhitungkan."Jika Wati menyakitimu, itu adalah resiko yang harus kamu tanggung karena kamu sudah memilih dia sebagai pasanganmu Mas. Peduliku apa? Tidak. Aku sama sekali tidak simpati dengan apa yang terjadi pada dirimu." Fatma menarik napas, ia menatap Santoso. "Hadapi semuanya Mas,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status