"Apa? Gila! Gila kamu, Jonas Pramudya!"
Suara nyaring Alesha menggema di lantai dua cafe miliknya. Yang seketika menarik perhatian pengunjung dan juga beberapa pelayan yang sedang mengantar pesanan. Wajar jika Alesha bereaksi keras seperti itu. Sungguh Alesha sangat membenci sosok yang sekarang tengah berdiri di depannya dan yang baru saja mengajaknya menikah itu. Enteng sekali mulutnya! Sementara reaksi pria berbadan tegap itu tak tampak terkejut dengan umpatan Alesha. Pergerakan pria itu selanjutnya adalah mengeluarkan kotak kecil berisi cincin berlian bermata satu di depan Alesha. Mulut Alesha ternganga lebar. Ingin tak percaya tapi ini nyata. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja ia dilamar seseorang. Apalagi oleh orang yang sangat dibenci mati-matian. "Alesha ayo kita menikah!" Ajakan ini meluncur dengan mulus sekali lagi dan terdengar sangat memaksa di telinga Alesha, jujur ia jijik mendengarnya. Tak peduli sekarang ia jadi bahan tontonan beberapa pengunjung dan pelayan yang curi-curi pandang kepadanya, Alesha memberi penolakan keras. Tak peduli jika pria itu tersinggung dengan jawabannya. "Enggak usah mimpi kamu! Dibanding menikah sama kamu, lebih baik aku jomblo seumur hidup!" Usai berkata seperti itu, Alesha melenggang cepat meninggalkan pria gila itu. Tak pedulikan Jonas yang berulang kali memanggil namanya. Gegas Alesha melajukan mobilnya untuk pergi lagi dari cafe. Suasana hatinya lagi-lagi memburuk. Dan Jonas-lah yang kembali jadi penyebabnya. Entah ketempelan setan atau apa, kesialan kembali menghinggapi Alesha, mobil yang ditumpangi mogok di jalan. Alesha mengumpat keras sebelum turun dari mobil guna mengecek kondisi mesin. "Ck sial!" Alesha menendang kesal mobilnya sendiri. Tak peduli setelahnya ia meringis kesakitan. Mengalami kerusakan apa, Alesha sendiri tak tahu. Ia tak begitu paham urusan mesin. Ia tahunya hanya memakai dan membawa ke bengkel jika sudah saatnya diservis. Kedua bola mata Alesha mendelik kaget lalu menepuk keningnya sendiri karena gemas. "Ya ampun, kan harusnya minggu kemarin aku bawa ke bengkel. Ck bisa-bisanya kelupaan!" Asik merutuki keteledorannya, Alesha sampai tak menyadari kedatangan seseorang. Ia terlonjak kaget ketika tiba-tiba terdengar suara seseorang dari belakangnya. "Ayo, ikut mobil aku!" Mengenali suara itu, Alesha berbalik seraya berdecak kesal dengan kedua tangan berkacak di pinggangnya. "Mau apa lagi kamu ke sini?" "Aku ikuti kamu dan aku lihat mobil kamu mogok." Alesha tersenyum sinis. Lalu berujar ketus. "Aku enggak butuh bantuan kamu!" Alesha berbalik membelakangi Jonas. "Sebentar lagi hujan. Udah mau malam juga. Ayo!" Alesha menepis kasar tangan Jonas yang mencekal pergelangan lengannya. "Enggak usah pegang-pegang!" Tak menunggu persetujuan Alesha lagi, Jonas mengangkat tubuh Alesha bak memanggul sekarung beras di pundaknya. Tak mempedulikan protesan dan pukulan bertubi-tubi yang singgah di punggungnya, Jonas tetap membawa Alesha hingga ke dalam mobilnya. "Heh, sialan! Brengsek! Jangan macam-macam kamu!" Alesha mengeluarkan segala umpatan kasarnya, karena perlakuan lancang Jonas. "Berhenti berkata kasar atau kamu tanggung akibatnya, Alesha!" desis Jonas memperingatkan. Alih-alih takut, Alesha justru menatap tajam kedua mata Jonas. "Apa? Kamu mau culik aku lagi? Mau hancurkan hidup aku lagi? Belum puas kamu?" Jonas tak menyahut, namun kedua tangannya terkepal erat, hingga urat-uratnya tercetak jelas. Raut wajahnya tampak menahan kekesalan. "Jangan coba-coba mengganggu hidup aku lagi, atau kita hancur bersama-sama!" Usai memberikan ancamannya, tangan Alesha bergerak hendak membuka pintu mobil untuk turun, namun segera ditarik Jonas. "Jalan, Pak!" Jonas memberi instruksi pada sopirnya seraya mencengkeram kuat tangan Alesha agar tak melarikan diri. Mobil berjalan tanpa hambatan ke tempat yang diinginkan Jonas, meski telinga harus menahan pengang karena teriakan Alesha yang tak kunjung berhenti. "Kamu bawa aku kemana ini?" tanya Alesha dengan suara parau, lelah berteriak sepanjang jalan. Mobil sudah berhenti di pelataran parkir mansion mewah bercat serba putih. Entah milik siapa, Alesha belum pernah datang kesini sebelumnya. "Ayo, turun...." Tak berniat menjawab, Jonas justru mengajak Alesha turun dengan suara lembut yang berhasil membuat bulu kuduk Alesha berdiri. Mengingat perbuatan jahat Jonas 10 tahun lalu padanya dan sekarang berbalik 180 derajat, Alesha tidak bisa kalau tak berpikiran buruk. Ia yakin pria matang bernama belakang Pramudya ini pasti punya rencana jahat untuknya, jadi Alesha bertekad tak akan lengah. "Ayo turun, Alesha!" Suara Jonas sedikit lebih keras namun masih tetap lembut didengar. Membuyarkan lamunan Alesha yang sedang memikirkan cara agar bisa kabur dari pria ini. "Enggak mau!" "Ayo, Alesha ... kita sudah ditunggu di dalam. Atau mau aku gendong lagi?" Jonas yang dulu bermuka datar dan tampak garang, mendadak menunjukkan raut wajah tengil sekali. Sementara Alesha, refleks menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dan sukses membuat Jonas tersenyum geli lalu mengacak gemas pucuk kepala Alesha. Alesha terbengong. Terkejut dengan usapan di kepalanya sekaligus terpana dengan senyuman manis pria itu. "Aku janji enggak akan macam-macam sama kamu, ayo!" Ditengah separuh kesadarannya, Alesha patuh saja dengan ajakan Jonas. Ia tak berontak, apalagi teriak-teriak seperti tadi. Melangkah ke dalam rumah saja, ia tak melayangkan protes saat Jonas menggandeng tangannya. Benar-benar seperti dihipnotis. Kesadarannya sepenuhnya kembali ketika Jonas memperkenalkan dirinya sebagai calon istri di hadapan dua orang yang pria itu panggil oma dan opa. Kedua bola mata Alesha membeliak lebar. Buru-buru, ia hendak meralat kata-kata Jonas, namun tak ada kesempatan. Jonas sudah terlebih dahulu memotong sepenggal kata yang baru terucap dari bibirnya. Dan sudah pasti dua orang tua di depannya itu menganggap benar apa yang Jonas ucapkan. "Kenapa bikin cerita ngawur seperti itu di depan keluarga kamu?" Alesha tak bisa menahan emosinya semakin lama. Ia tarik tangan pria menyebalkan itu menjauh dari meja makan. "Aku enggak ngawur. Kamu memang calon istri aku kan?" Menanggapi Jonas, Alesha terkekeh sinis. "Mimpi!" "Jelas-jelas aku sudah bilang kalau aku lebih baik jomblo seumur hidup dibanding harus menikah sama manusia jahat seperti kamu!" Giliran Jonas yang tersenyum, namun tak sesinis Alesha. Jenis senyum yang manis sebenarnya, Alesha hampir oleng sekali lagi. "Enggak usah senyum-senyum! Menjijikkan!" Menghindari agar tak terbuai pesona seorang Jonas, Alesha memilih melangkah pergi. "Kamu mau kemana? Kalau mau pulang, pamit dulu sama oma dan opa." "Mereka bukan siapa-siapa aku!" Alesha tetap melangkah keluar meski dibayangi langkah Jonas. "Ale--" "Stop panggil-panggil nama aku! Kita enggak saling kenal dan berhenti ganggu hidup aku!" "Enggak bisa! Aku sudah pilih kamu untuk jadi istri aku dan secepatnya akan segera terjadi!" "Sampai aku mati, enggak akan aku biarkan itu terjadi!" "Kita lihat saja, aku atau kamu yang akan menang, Alesha!" Tanpa berbalik, Alesha menyunggingkan senyum miringnya. Akan ia buat pria itu terkejut dengan apa yang akan ia lakukan setelah ini. Alesha melangkah cepat keluar dari rumah keluarga Jonas, berhadapan dengan beberapa pengawal pribadi pria itu. "Minggir atau pisau ini--" "Ale, stop! Jangan nekat!" Suara panik Jonas memecah keheningan malam di halaman luas rumah keluarganya."Beberapa kali kamu mengancam aku untuk menggores tangan dan leher kamu dengan pisau!" sahut Jonas untuk menjawab kebingungan Alesha sebelum ini. "Ehh ya kan waktu itu, aku eemm panik karena kamu tetap memaksa aku untuk jadi istri kamu. Aku--" "Sebegitu tidak pantasnya aku untuk jadi suami kamu?" sela Jonas cepat dengan nada kesalnya. Bibir Alesha berdecak. "Bukan seperti itu, Jonas! Ee waktu itu kan aku masih benci banget sama kamu. Em harusnya kamu kalau mau ajak nikah aku pendekatan dengan baik dong. Gimana aku enggak syok kalau tiba-tiba tanpa aba-aba kamu melamar aku terus maksa aku buat menikah, sampai semua dokumen dan lain-lainnya kamu yang urus semua!" "Huh, beberapa kali aku mendekat, kamu menghindar. Ketemu aku, kamu seperti lihat setan. Kamu enggak kasih kesempatan aku untuk mendekat, jadi jangan salahkan aku kalau aku tiba-tiba nekat maksa kamu!" sahut Jonas membela diri. "Ish tega kamu!" Tangan Alesha menggeplak gemas lengan panjang pria-nya itu. "Lebih tega
Sepanjang perjalanan menuju ruang kerjanya, Alesha tidak bisa jika tak berpikir macam-macam. Ia tak bisa tenang. Langkah demi langkah serasa sangat lama. Padahal ia sudah sangat penasaran mendengar penjelasan suaminya. Maka, ketika tiba di ruangannya, Alesha segera mendesak Jonas. "Cepat cerita, Jonas!" "Duduk dulu, Sayang...." Cepat-cepat Alesha mendudukkan diri. "Cepat!" "Aku ambilkan minum--" "Ccepattt, Jonas!" Alesha menggeram tertahan karena suaminya seolah sedang mengulur-ulur waktu. Sementara rasa penasarannya sudah tidak bisa ditunda lagi. Ia butuh penjelasan secepatnya. Pasrah, Jonas kemudian ikut duduk di sebelah Alesha. "Ale, setelah aku cerita... aku harap kamu jangan berubah, jangan berpikir aneh-aneh, jangan sedih. Oke?" Kepala Alesha mengangguk cepat, meski sebenarnya ia bingung dengan peringatan yang diucapkan suaminya. Yang penting sekarang Jonas segera bercerita. Jonas tak lantas mulai bercerita. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghelanya per
"Memangnya kamu siapanya dia? Kenapa membela dia sampai ingin berbuat kasar ke perempuan?" tanya Ella dengan rasa penasaran yang tinggi. Sama sekali tidak menyadari kesalahan yang dilakukan. Siapapun pasti akan terpancing emosi jika kekasih hatinya difitnah dengan tuduhan keji seperti itu. Termasuk Jeno. Tidak peduli lawannya perempuan. "Huh aku jadi Jeno, tanpa basa-basi langsung aku tampar bolak-balik mukanya si Ella. Sembarangan banget dia fitnah Jihan!" komentar Alesha yang ikut geram yang melihat dan mendengar dari jauh sebagai penonton. Jonas tersenyum geli. "Jeno bukan orang yang gegabah, Sayang. Dia selalu hati-hati dalam bertindak." Bibir Alesha mencibir protes. "Beda sekali sama kamu. Kamu sedikit saja, tanpa ba-bi-bu langsung menghajar orang!" "Hm, itu alasannya kenapa Jeno memilih jadi asisten pribadi aku. Dia tahu betul kalau aku sering kesusahan mengendalikan emosi. Padahal sebenarnya dia sudah ditawari papi untuk mengurus salah satu perusahaan keluarga yang di
Duduk menunggu beberapa waktu, akhirnya Alesha bisa melihat ada yang terjadi yang melibatkan Ella yang sedang dipantaunya. "Ini rencana kamu?" tanya Alesha sangsi. "Ini di luar rencana, Sayang. Enggak ada dalam rencana kalau tiba-tiba Jihan datang." Jonas menjawab apa adanya. Memang ia tidak menghubungi Jihan untuk datang. Percaya sepenuhnya pada Jonas, lalu perhatian Alesha kembali terfokus pada Jihan yang sedang berhadapan langsung dengan Ella. Selama ini hubungan Jihan dengan Ella tak ada masalah sedikitpun. Mereka tidak dekat tetapi tidak juga berselisih. Mereka biasa saja. Mereka saling kenal karena Ella teman baik Alesha dari bangku sekolah dan Jihan teman saat kuliah. Namun sekarang yang tertangkap pandangan Alesha, kedua temannya itu sedang berseteru. Senyum Alesha terbentuk melihat sang sahabat yaitu Jihan sedang memaki teman munafiknya yaitu Ella gara-gara membela dirinya. Semua karena kejadian malam itu yang dengan sengaja Ella bersama teman-temannya ingin men
Tanpa sepengetahuan Alesha, secara diam-diam, Jonas ikut turun dari mobil dan masuk ke dalam cafe milik sang istri. Pakaian Jonas sudah berganti dengan pakaian yang ia minta pada anak buahnya beberapa saat lalu. Pakaian serba hitam seperti yang dikenakan bodyguard yang diberinya tugas untuk menjaga Alesha. Ya, ia menyamar sebagai salah satu pengawal. Sebagian wajahnya tertutup masker kesehatan, yang menutupi bagian pangkal hidung hingga dagunya. Dengan berpenampilan seperti ini diharapkan tak ada yang menyadari jika ini adalah Jonas. Termasuk Alesha. Anak buahnya yang berjaga di sekitar Alesha sudah dihubungi, Jonas pun sudah diberi tahu letak keberadaan istrinya. Ia bergegas menuju kursi yang berada tak jauh dari tempat istrinya yang sedang menemui Ella. Keberadaan Jonas sengaja sedikit berjarak agar tak dicurigai Alesha. Baru beberapa saat duduk, Jonas dibuat geram setengah mati dengan tingkah menyebalkan serta semena-mena teman Alesha itu. Wanita itu memperlakukan istri
"Kenapa, Sayang?" Alesha mendengus sebal lalu menunjukkan pesan yang baru saja dibacanya. "Tidak tahu malu dia! Biar aku yang turun tangan selesaikan dia!" sahut Jonas sudah geram. Alesha mendesah kasar. "Enggak usah. Aku mau atasi dia dengan caraku saja!" "Tapi Sayang--" Bibir Alesha berdecak. Menyela cepat kalimat Jonas hingga tak terselesaikan. "Ck cara kamu kasar, Jonas! Aku enggak mau ada masalah lagi setelah ini!" Berganti Jonas yang berdecak. "Tapi teman kamu ini kalau tidak cepat-cepat diberi pelajaran bisa semakin bertindak seenaknya, Sayang! Dia akan semakin berusaha menyakiti kamu. Ya Tuhan geram sekali rasanya!" Alesha terkekeh geli, kedua tangannya memeluk tubuh pria-nya dan ikut bersandar di punggung sofa. "Menghadapi orang manipulatif dan munafik seperti Ella ini harus pura-pura bodoh, Jonas. Hm lagian aku mau lihat, rencana apa yang sedang dia siapkan setelah rencana memberi aku obat perangsang yang berujung gagal itu." Alesha tersenyum geli di ujung k