Ada untungnya juga Alesha mengenakan masker kesehatan, hingga ia yakin tak akan dikenali oleh orang yang dipanggil "tuan" tersebut. Sungguh ia tak ingin lagi berjumpa dengan orang ini.
"Ya Tuhan, kenapa dia...?" Alesha berbisik pelan seraya menatap punggung lebar kedua pria berbadan tegap yang sedang berjalan ke arah dalam untuk memilih kursi yang akan ditempati. Seketika ingatan Alesha kembali pada mimpi buruk yang mengusik tidurnya pagi tadi. Pria itu pria yang sama yang ada di mimpinya. Jonas Pramudya. "Enggak. Dia enggak boleh tau kalau aku ada di sini. Aku enggak mau berurusan lagi sama manusia jahat itu!" Buru-buru Alesha meninggalkan meja kasir dan menyuruh karyawan yang lain untuk bertugas menggantikannya. Alesha bergegas pergi. "Huh Jonas Pramudya, mau apa kamu datang ke cafe aku? Belum puas kamu bikin hidup aku menderita selama ini?" Alesha mengomel sendiri setelah duduk di belakang kemudi mobilnya. Satu tangannya ia letakkan di atas dada, merasakan degup jantungnya yang berdetak kencang seperti baru bertemu hantu. Ah salah, ini lebih menyeramkan dari hantu! Pria itu akan selalu Alesha anggap jahat karena pelaku utama yang membuat hidupnya berubah drastis. "Kamu orang yang sudah tega membuat aku menderita karena sudah menculik aku. Kamu yang bikin aku selalu ketakutan setiap ketemu orang asing yang mencurigakan. Kamu jahat, Jonas!" Ya, Alesha mengalami penculikan ketika usianya beranjak 14 tahun, ketika pulang sekolah. Alesha juga mengalami pengancaman, yang sampai sekarang meninggalkan memori buruk dalam pikirannya. "Huh, belum puas apa gara-gara dia hidup aku berantakan? Mau apa lagi sekarang dia muncul di depan aku?" "Jangan harap, kamu bisa menghancurkan aku lagi, Jonas. Aku yang sekarang bukan lagi Alesha yang lemah seperti 10 tahun lalu!" Alesha melajukan mobilnya pulang ke rumah. Tak ada lagi niatan untuk bekerja hari ini. Semua gara-gara Jonas yang merusak mood baiknya. Alesha merebahkan tubuhnya yang memang sebenarnya sedang tidak enak badan dari bangun tidur tadi. Lagi-lagi, semua karena Jonas. Mimpi buruk dan sekarang ditambah bertemu langsung dengan pria itu. Double kill! Seketika bayangan Jonas muncul dalam benak Alesha. Meski bertemu hanya beberapa detik saja, tapi nyatanya fisik Jonas yang masih menawan seperti 10 tahun lalu, mampu menarik atensi Alesha. Muka pria itu tak berubah sama sekali. Tak munafik, Alesha mengakui keunggulan fisik pria itu yang sekarang. Jonas tampak semakin matang. Tubuh kekar, atletis, wajah rupawan. Dan jangan lupakan senyum tipis yang tercetak saat di hadapannya tadi sangat manis sekali. "Bukannya aku ge-er, tapi kayaknya tadi dia senyum ke aku. Eh tapi apa hanya perasaan aku aja ya? Aku kan tadi pakai masker, pasti dia enggak mengenali aku!" Gumaman Alesha terhenti saat dering nyaring dari ponselnya terdengar. "Iya, kenapa Ji?" Alesha menyapa seseorang di ujung panggilan telepon. "Hm, sekarang? Enggak. Di rumah aja sih. Ya udah deh, aku ke sana sekarang. Aku juga lagi suntuk ini. Iya, bye!" Alesha menyahuti pertanyaan lawan bicaranya secara beruntun. Melupakan pesona Jonas, Alesha meraih kunci mobilnya dan kembali pergi. Kali ini ke tempat bertemu dengan temannya itu. Usai memarkir mobil kesayangannya di basement, Alesha segera menemui sang teman yang menghubunginya tadi. Temannya sudah menunggu di lantai tiga, sebuah pusat perbelanjaan bertingkat delapan. Menyusuri lantai tiga, kedua mata Alesha sibuk dengan ponsel di tangannya, hingga kurang fokus dengan keadaan sekitar. Perhatiannya teralih ketika tanpa sengaja ponsel di tangannya terjatuh karena bersenggolan dengan seseorang yang berjalan buru-buru. "Ck ya ampun, minta maaf dulu kek, abis nabrak orang!" Alesha menggerutu geram karena orang yang menabraknya pergi begitu saja setelah membuat ponselnya terlempar ke lantai. Alesha memungut sendiri ponselnya, lalu kembali melanjutkan jalan. Namun baru beberapa langkah, Alesha kembali berhenti. Kedua bola matanya terbelalak lebar. Sempat terpaku beberapa detik, namun Alesha masih bisa bereaksi cepat dengan berbalik arah dan berlari pergi. Menjauh dari seseorang yang tengah berjalan dari lawan arah. Seolah mengulang kejadian pagi tadi, sekarang Alesha kembali berlari cepat seperti sedang dikejar setan. "Huh ya ampun, kok dia lagi sih?" Alesha berhenti di samping mobilnya dengan napas terengah. "Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Ketemu dia lagi. Ck kenapa dia ada dimana-mana? Ya ampun Jonas Pramudya, maunya apa sih?" Alesha menggerutu protes. Menghindari bertemu musuh bebuyutan, Alesha memutuskan untuk pergi saja dari mall itu. Ia tak mau mengambil resiko bertemu apalagi sampai berinteraksi dengan Jonas. Dalam perjalanan, Alesha menyempatkan diri berhenti sebentar untuk mengetik pesan pada sang teman. Buru-buru, Alesha membatalkan pertemuan mereka karena tak ingin temannya itu menunggu terlalu lama. Dengan terpaksa Alesha membuat alasan palsu, karena bicara yang sejujurnya pun pasti teman baiknya itu tak akan percaya. Apalagi Alesha tak pernah menceritakan kejadian buruk beberapa tahun lalu pada siapapun. Alesha menggigit bibirnya. Merasa bersalah sekali setelah pesan terkirim. "Maaf, Jihan... aku terpaksa bohong sama kamu." Perasaannya sedikit lega setelah membaca balasan sang teman yang selalu bisa memaklumi kondisinya. Dan sering menyelipkan pesan penuh perhatian padanya. Senyum Alesha tercetak lebar. "Thank you, Jihan! Kamu emang satu-satunya teman terbaik yang aku punya!" Alesha bersyukur sekali punya teman seperti Jihan yang baik dan tulus berteman dengannya. Pertemanan mereka sudah terjalin sejak awal masuk universitas 5 tahunan yang lalu. Jihan adalah satu-satunya teman dekat yang ia punya. Jihan pula-lah yang sering ia repotkan untuk membantu saat kewalahan mengurus cafe disela sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Jihan benar-benar teman yang bisa diandalkan. Setelah beberapa jam Alesha menenangkan diri dari dua kejadian tak terduga yang membuatnya syok, kini ia berniat untuk mengecek kembali kondisi cafe yang ia tinggalkan begitu saja pagi tadi. Maka ia langsung bergegas ke sana. Yakin sekali, si manusia jahat alias Jonas pasti sudah tak ada lagi di sana, Alesha melajukan mobilnya dengan perasaan lebih baik. Alesha bersenandung kecil mengikuti irama musik yang ia putar. Tiba di cafe, Alesha berpikir semuanya baik-baik saja, ia menyelesaikan pekerjaannya di salah satu meja yang berada di paling ujung. Sampai tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang. "Alesha…." "Ya!" Mendengar namanya dipanggil reflek kepala Alesha yang tadi tertunduk jadi terangkat. Melihat siapa pemilik suara yang baru saja memanggilnya dan sekarang sudah berjalan ke arahnya, kedua bola mata gadis 24 tahun itu terbeliak lebar. Ia juga bergerak cepat dengan berdiri dari duduknya. "M-Mau apa kamu?" Alesha tak bisa menutupi rasa terkejut sekaligus ketakutannya. Ia melangkah mundur dan bersikap waspada. Mengabaikan ketakutan Alesha, pria bertubuh tegap serta tinggi itu menatap dalam kedua bola mata Alesha. "Alesha, ayo kita menikah!""Beberapa kali kamu mengancam aku untuk menggores tangan dan leher kamu dengan pisau!" sahut Jonas untuk menjawab kebingungan Alesha sebelum ini. "Ehh ya kan waktu itu, aku eemm panik karena kamu tetap memaksa aku untuk jadi istri kamu. Aku--" "Sebegitu tidak pantasnya aku untuk jadi suami kamu?" sela Jonas cepat dengan nada kesalnya. Bibir Alesha berdecak. "Bukan seperti itu, Jonas! Ee waktu itu kan aku masih benci banget sama kamu. Em harusnya kamu kalau mau ajak nikah aku pendekatan dengan baik dong. Gimana aku enggak syok kalau tiba-tiba tanpa aba-aba kamu melamar aku terus maksa aku buat menikah, sampai semua dokumen dan lain-lainnya kamu yang urus semua!" "Huh, beberapa kali aku mendekat, kamu menghindar. Ketemu aku, kamu seperti lihat setan. Kamu enggak kasih kesempatan aku untuk mendekat, jadi jangan salahkan aku kalau aku tiba-tiba nekat maksa kamu!" sahut Jonas membela diri. "Ish tega kamu!" Tangan Alesha menggeplak gemas lengan panjang pria-nya itu. "Lebih tega
Sepanjang perjalanan menuju ruang kerjanya, Alesha tidak bisa jika tak berpikir macam-macam. Ia tak bisa tenang. Langkah demi langkah serasa sangat lama. Padahal ia sudah sangat penasaran mendengar penjelasan suaminya. Maka, ketika tiba di ruangannya, Alesha segera mendesak Jonas. "Cepat cerita, Jonas!" "Duduk dulu, Sayang...." Cepat-cepat Alesha mendudukkan diri. "Cepat!" "Aku ambilkan minum--" "Ccepattt, Jonas!" Alesha menggeram tertahan karena suaminya seolah sedang mengulur-ulur waktu. Sementara rasa penasarannya sudah tidak bisa ditunda lagi. Ia butuh penjelasan secepatnya. Pasrah, Jonas kemudian ikut duduk di sebelah Alesha. "Ale, setelah aku cerita... aku harap kamu jangan berubah, jangan berpikir aneh-aneh, jangan sedih. Oke?" Kepala Alesha mengangguk cepat, meski sebenarnya ia bingung dengan peringatan yang diucapkan suaminya. Yang penting sekarang Jonas segera bercerita. Jonas tak lantas mulai bercerita. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghelanya per
"Memangnya kamu siapanya dia? Kenapa membela dia sampai ingin berbuat kasar ke perempuan?" tanya Ella dengan rasa penasaran yang tinggi. Sama sekali tidak menyadari kesalahan yang dilakukan. Siapapun pasti akan terpancing emosi jika kekasih hatinya difitnah dengan tuduhan keji seperti itu. Termasuk Jeno. Tidak peduli lawannya perempuan. "Huh aku jadi Jeno, tanpa basa-basi langsung aku tampar bolak-balik mukanya si Ella. Sembarangan banget dia fitnah Jihan!" komentar Alesha yang ikut geram yang melihat dan mendengar dari jauh sebagai penonton. Jonas tersenyum geli. "Jeno bukan orang yang gegabah, Sayang. Dia selalu hati-hati dalam bertindak." Bibir Alesha mencibir protes. "Beda sekali sama kamu. Kamu sedikit saja, tanpa ba-bi-bu langsung menghajar orang!" "Hm, itu alasannya kenapa Jeno memilih jadi asisten pribadi aku. Dia tahu betul kalau aku sering kesusahan mengendalikan emosi. Padahal sebenarnya dia sudah ditawari papi untuk mengurus salah satu perusahaan keluarga yang di
Duduk menunggu beberapa waktu, akhirnya Alesha bisa melihat ada yang terjadi yang melibatkan Ella yang sedang dipantaunya. "Ini rencana kamu?" tanya Alesha sangsi. "Ini di luar rencana, Sayang. Enggak ada dalam rencana kalau tiba-tiba Jihan datang." Jonas menjawab apa adanya. Memang ia tidak menghubungi Jihan untuk datang. Percaya sepenuhnya pada Jonas, lalu perhatian Alesha kembali terfokus pada Jihan yang sedang berhadapan langsung dengan Ella. Selama ini hubungan Jihan dengan Ella tak ada masalah sedikitpun. Mereka tidak dekat tetapi tidak juga berselisih. Mereka biasa saja. Mereka saling kenal karena Ella teman baik Alesha dari bangku sekolah dan Jihan teman saat kuliah. Namun sekarang yang tertangkap pandangan Alesha, kedua temannya itu sedang berseteru. Senyum Alesha terbentuk melihat sang sahabat yaitu Jihan sedang memaki teman munafiknya yaitu Ella gara-gara membela dirinya. Semua karena kejadian malam itu yang dengan sengaja Ella bersama teman-temannya ingin men
Tanpa sepengetahuan Alesha, secara diam-diam, Jonas ikut turun dari mobil dan masuk ke dalam cafe milik sang istri. Pakaian Jonas sudah berganti dengan pakaian yang ia minta pada anak buahnya beberapa saat lalu. Pakaian serba hitam seperti yang dikenakan bodyguard yang diberinya tugas untuk menjaga Alesha. Ya, ia menyamar sebagai salah satu pengawal. Sebagian wajahnya tertutup masker kesehatan, yang menutupi bagian pangkal hidung hingga dagunya. Dengan berpenampilan seperti ini diharapkan tak ada yang menyadari jika ini adalah Jonas. Termasuk Alesha. Anak buahnya yang berjaga di sekitar Alesha sudah dihubungi, Jonas pun sudah diberi tahu letak keberadaan istrinya. Ia bergegas menuju kursi yang berada tak jauh dari tempat istrinya yang sedang menemui Ella. Keberadaan Jonas sengaja sedikit berjarak agar tak dicurigai Alesha. Baru beberapa saat duduk, Jonas dibuat geram setengah mati dengan tingkah menyebalkan serta semena-mena teman Alesha itu. Wanita itu memperlakukan istri
"Kenapa, Sayang?" Alesha mendengus sebal lalu menunjukkan pesan yang baru saja dibacanya. "Tidak tahu malu dia! Biar aku yang turun tangan selesaikan dia!" sahut Jonas sudah geram. Alesha mendesah kasar. "Enggak usah. Aku mau atasi dia dengan caraku saja!" "Tapi Sayang--" Bibir Alesha berdecak. Menyela cepat kalimat Jonas hingga tak terselesaikan. "Ck cara kamu kasar, Jonas! Aku enggak mau ada masalah lagi setelah ini!" Berganti Jonas yang berdecak. "Tapi teman kamu ini kalau tidak cepat-cepat diberi pelajaran bisa semakin bertindak seenaknya, Sayang! Dia akan semakin berusaha menyakiti kamu. Ya Tuhan geram sekali rasanya!" Alesha terkekeh geli, kedua tangannya memeluk tubuh pria-nya dan ikut bersandar di punggung sofa. "Menghadapi orang manipulatif dan munafik seperti Ella ini harus pura-pura bodoh, Jonas. Hm lagian aku mau lihat, rencana apa yang sedang dia siapkan setelah rencana memberi aku obat perangsang yang berujung gagal itu." Alesha tersenyum geli di ujung k