Alesha masih berharap jika acara pernikahan yang baru terjadi beberapa saat lalu hanya mimpi buruk, nyatanya cubitan di lengannya sendiri masih terasa sakit. Alesha meringis kesakitan sekaligus ingin menangis untuk kehidupannya setelah ini.
Ya, Alesha dan Jonas baru saja menyelesaikan prosesi akad nikah di hadapan penghulu, kedua orang tua, saksi dan beberapa kerabat yang hadir di kediaman sang mama. Acara berlangsung sederhana, mengingat dilakukan mendadak sehingga persiapan waktu satu hari tak cukup untuk menggelar pesta meriah. Perihal tak ada pesta meriah, Alesha sama sekali tak masalah. Ia justru senang karena tak perlu memberikan senyum palsu di depan para tamu undangan, keluarga besarnya maupun keluarga Jonas. Ia ingin segera semuanya berakhir. Ia lelah. "Mulai sekarang, kamu tinggal di sini sama aku," kata Jonas setelah memasuki rumah pribadinya. Alesha tak menyahut. Ia malas berbicara pada pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu. "Ayo, aku tunjukkan kamar kita." Jonas hendak meraih tangan Alesha, namun Alesha segera menghindar. "No! Jangan pegang-pegang aku!" Alesha membentak keras. Ia tak mau Jonas semakin semena-mena kepadanya. Dahi Jonas berkerut heran. "Kita sudah resmi menikah, Alesha." "Ya, tapi sayangnya pernikahan terjadi karena pemaksaan dan itu sebenarnya tidak sah!" Sama sekali tidak tersinggung, Jonas hanya tersenyum tipis. "Ngawur, kita nikah sah secara hukum agama dan negara kok. Papa kamu yang menikahkan kita." Alesha tak mau kalah. Matanya melotot kesal. "Enggak usah pura-pura bodoh, Jonas Pramudya! Kamu tau, kalau pernikahan ini sama sekali tidak aku inginkan!" "Ya tapi nyatanya kita menikah resmi. Kalau tidak setuju, harusnya tadi kamu bisa menolak kan?" Alesha menggeram kesal. "Bagaimana bisa menolak, kalau aku kamu jebak biar enggak bisa menolak? Dasar licik!" Jonas mengedikkan bahunya. "Semua terjadi sesuai kemauan aku, Alesha." Mendengar sahutan Jonas tersebut, emosi Alesha tersulut dan sebentar lagi bisa dipastikan meledak-ledak, seperti biasa ketika berhadapan dengan Jonas. Alesha mati-matian menahan diri. Ia harus main cantik, tidak boleh gegabah. Ada rencana yang harus ia eksekusi, tinggal menunggu saat yang tepat saja. Rencana brilian dari sang mama tadi disampaikan sesaat sebelum Alesha turun untuk mengikuti acara akad nikah. "Aku mau salah satu kamar tamu di lantai sini!" kata Alesha tiba-tiba, berhasil menarik perhatian Jonas. "Kamar tamu? Buat apa?" "Buat aku tidurlah. Aku capek, lelah menghadapi manusia menyebalkan seperti kamu!" Jonas berdecak protes. "Kamu tidur di kamar utama sama aku, Ale!" "Enggak. Aku enggak mau!" "Kamu istri aku mulai sekarang. Kamu harus sekamar sama aku!" Terlihat Jonas mulai terpancing emosinya dan diam-diam Alesha tersenyum puas untuk itu. "Ayo, emosi yang lebih lagi, Jonas. Pukul aku, cekik aku, biar aku bisa mudah minta cerai dari kamu dengan alasan KDRT," ucap Alesha dalam hati. Helaan napas panjang keluar dari mulut Jonas, "oke, kamu pilih saja mau kamar yang mana." Alesha terbengong. Reaksi Jonas tak sesuai yang diinginkan. Namun kemudian ia mengangguk saja, setelah menormalkan kembali ekspresi wajahnya. "Aku mau kamar itu!" Alesha menarik paksa koper dari tangan Jonas, kemudian melenggang cepat masuk ke dalam satu kamar tamu yang baru ditunjuknya. "Kamarnya luas, bagus ... ya iyalah bagus, rumahnya aja segede istana!" ucap Alesha setelah merebahkan tubuhnya di ranjang tidur berukuran besar tersebut. Alesha terlonjak kaget saat tiba-tiba pintu terbuka dari luar. Ia berdecak protes dan menatap kesal siapa pelakunya. "Bisa ketuk pintu dulu enggak? Bikin kaget! Gimana kalau tadi aku lagi ganti baju?" "Iya, maaf...." "Huh maaf-maaf, tau privasi enggak sih kamu?" Alesha belum puas marah-marah. "Tau, tapi ini juga kamar aku mulai sekarang." Mulut Alesha ternganga lebar, "hah? Tapi--" "Kita sudah menikah, Alesha. Jadi mana mungkin kita tidur di kamar berbeda." Alesha berdecak kembali, lalu segera bangkit dari duduknya dan mendorong tubuh suaminya yang kekar itu. "Keluar! Aku enggak mau tidur bareng sama kamu! Aku enggak mau dekat-dekat kamu!" Jonas yang didorong sekuat tenaga tak bergeser sedikitpun. Alesha sampai putus asa sendiri. "Huh, susah banget sih dorong badan kamu yang segede kingkong ini!" Alih-alih tersinggung, Jonas justru terkekeh sendiri. "Mana ada badan atletis seperti ini, kamu bilang sebesar kingkong? Kamu aja yang kurang tenaga, lemah!" Tak terima, Alesha melayangkan pukulan bertubi-tubi ke dada bidang Jonas, semakin membuat tawa pria itu menggema. Kedua bola mata Alesha membeliak lebar ketika tiba-tiba pinggangnya direngkuh oleh kedua tangan besar Jonas. Jarak tubuhnya dengan Jonas semakin dekat. Ingin segera melepaskan diri namun Jonas tak membiarkan. Bahkan sekarang tatapan mata Alesha, sudah pria itu kunci. "L-Le-pas!" "Kalau aku bilang enggak?" "A-ku teriak!" Jonas menanggapi ancaman Alesha dengan tawa gelinya, "hm coba saja. Cuma ada kita berdua saja di rumah ini!" "Hah? Tapi tadi--" "Sengaja aku suruh asisten rumah tangga buat pergi dulu, selama aku berduaan sama kamu." Mulut Alesha kembali ternganga sebelum kembali melayangkan pukulan di dada Jonas, "ck dasar mesum!" "Mesum? Mau aku kasih tau mesum itu yang seperti apa?" Suara lembut Jonas yang diucapkan tepat di telinga Alesha membuat tubuhnya meremang. Kedua bola mata Alesha membulat sempurna saat merasakan sesuatu menempel di bibirnya. Ya bibir Jonas yang menempel di sana. Sepersekian detik Alesha terlena, sebelum mendorong kuat-kuat tubuh suaminya hingga pelukan terlepas. Alesha mundur dua langkah dan berteriak nyaring memprotes tindakan Jonas. "Heh berani-beraninya kamu!" "Bibir kamu manis, harusnya...." Jonas tak meneruskan kata-katanya, kedua matanya menatap nakal pada bibir merah Alesha, membuat risih dan memantik tenaga lebih kuat Alesha untuk mendorong tubuh Jonas. Segera Alesha mengunci rapat kamarnya. Jantungnya berdetak sangat kencang. Tindakan Jonas tadi bisa membuat kesehatan jantungnya terganggu. "Aarrgggghhh! Enggak-enggak. Ini enggak bisa dibiarkan. Enggak bisa bayangkan kalau aku terus tinggal di sini, aku harus cepat lakuin ide mama tadi!" Setelah meredakan detak jantungnya, Alesha menemui Jonas. Kebetulan pria itu sedang duduk di ruang tengah depan kamar Alesha ini. "Heh pria mesum!" Alesha berkacak pinggang di depan Jonas. Menampilkan raut wajah garang. "Ceraikan aku sekarang juga!" lanjut Alesha menggebu-gebu. Jonas terkesiap, namun sebentar saja sudah bisa menguasai diri. "Jangan bicara sembarangan, Alesha!" "Aku serius. Aku minta cerai!" Helaan napas panjang keluar dari mulut Jonas. "Menikah itu bukan untuk mainan!" "Heh kamu yang mempermainkan pernikahan! Kamu menikahi aku atas dasar apa? Kita enggak saling cinta, dekat juga enggak, tiba-tiba melamar aku dan menjebak aku seperti ini!" kesal Alesha. "Aku punya alasannya, Alesha. Duduk sini, aku jelaskan semuanya!" Jonas menepuk-nepuk tempat duduk di sebelahnya. "Enggak! Aku cuma mau kamu ceraikan aku!" "Enggak. Enggak bisa!" Jonas menolak tegas, lalu pria itu bangkit dari duduknya dan berniat mendekati Alesha, namun gerakan tiba-tiba Alesha menghentikan langkahnya. "Berhenti di situ, atau kamu bisa lihat pisau ini membuat aku mati!" Alesha memang sudah menempelkan pisau di lehernya. "Jangan nekat, Alesha! Kita bisa bicara baik-baik...." "Enggak mau! Cepat ceraikan aku!" Jonas yang biasa dengan mudah menguasai keadaan, sekarang terlihat jelas sedang kebingungan bercampur panik. "Ale, bawa sini pisaunya... pisau itu tajam. Ya Tuhan, lihat itu leher kamu luka!" "Biar saja!" Alesha mengabaikan perihnya luka yang tercipta karena tekanan pisau di lehernya. "Alesha, kita enggak bisa tiba-tiba bercerai, apa kata keluarga kita. Kita bicarakan baik-baik, ya?" "Enggak mau!" Jonas semakin frustasi menghadapi Alesha. Kepanikannya tak dibuat-buat. Ia mengkhawatirkan Alesha yang terluka. "Oke-oke, kita akan bercerai, satu tahun lagi!" "Satu tahun? Enggak--" "Kita menikah kontrak. Kita buat syarat-syaratnya!"Jonas dibuat hampir frustasi dengan syarat-syarat yang diajukan Alesha. Semuanya ia keberatan. Syarat pertama yang dikatakan Alesha sudah membuatnya tak berdaya. "Tidur di kamar berbeda", sungguh itu hal yang sangat tidak ingin Jonas penuhi. Bukan ingin berniat macam-macam dengan istrinya saat tidur, namun Jonas ingin orang terakhir yang ia pandang sebelum dan sesudah bangun tidur adalah Alesha. "Ale, syarat kedua, ketiga, keempat dan kelima yang kamu minta masih bisa aku kabulkan. Tapi yang pertama...?" "Emang kenapa dengan syarat yang pertama?" protes Alesha memotong. Jonas mengusap kasar wajahnya. Tampak frustasi. Susah menjelaskan dengan kata-kata. "Enggak bisa penuhi syarat yang pertama, ya udah enggak usah ada aturan menikah kontrak. Kita cerai saja!" "No!" "Ya tapi syarat pertama saja kamu enggak mau!" Alesha merengut sebal. "Bukan enggak mau, Ale. Tapi di rumah aku banyak ART, kalau mereka tahu kita tidur di kamar berbeda, nanti mereka bisa laporan sama orang tua
Alesha mencerna apa yang Jonas tawarkan, memikirkan baik dan buruk untuknya jika ia setuju, hingga ia lengah dan Jonas berhasil merebut pisau yang terulur di depan lehernya. Belum sadar dari terkejutnya, pisau sudah terlempar ke lantai yang jaraknya agak jauh darinya. Alesha berdecak, "pisauku!" Jonas melotot garang, kemudian mendesis penuh peringatan. "Jangan main-main lagi dengan benda berbahaya itu, Alesha!" Bibir Alesha mengerucut sebal. Tak suka teguran dari pria itu. Jonas berjalan mendekat, sementara Alesha mundur sesuai langkah suaminya. "M-Mau apa kamu?" Jonas menjeda langkahnya, menghela napas panjangnya. "Kamu pikir aku mau berbuat apa disaat leher kamu terluka gara-gara pisau sialan itu?" Alesha tersadar. Lehernya terasa sedikit perih. Tangannya terulur untuk mengecek sendiri lukanya, namun Jonas menghentikannya. "Stop! Jangan sembarangan disentuh. Tangan kamu tidak steril, bisa infeksi!" "Ck apa sih, lebay!" Alesha mencibir tak suka. Tak ingin buang-buang
Alesha masih berharap jika acara pernikahan yang baru terjadi beberapa saat lalu hanya mimpi buruk, nyatanya cubitan di lengannya sendiri masih terasa sakit. Alesha meringis kesakitan sekaligus ingin menangis untuk kehidupannya setelah ini. Ya, Alesha dan Jonas baru saja menyelesaikan prosesi akad nikah di hadapan penghulu, kedua orang tua, saksi dan beberapa kerabat yang hadir di kediaman sang mama. Acara berlangsung sederhana, mengingat dilakukan mendadak sehingga persiapan waktu satu hari tak cukup untuk menggelar pesta meriah. Perihal tak ada pesta meriah, Alesha sama sekali tak masalah. Ia justru senang karena tak perlu memberikan senyum palsu di depan para tamu undangan, keluarga besarnya maupun keluarga Jonas. Ia ingin segera semuanya berakhir. Ia lelah. "Mulai sekarang, kamu tinggal di sini sama aku," kata Jonas setelah memasuki rumah pribadinya. Alesha tak menyahut. Ia malas berbicara pada pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu. "Ayo, aku tunjukkan kamar kita." Jo
Pagi-pagi sekali, sebelum banyak orang beraktifitas, Alesha sudah meninggalkan rumahnya. Bukan untuk datang ke cafe, ini masih terlalu pagi, melainkan ia melarikan diri dari Jonas. Ia kabur ke luar kota. Beruntung semalam ia bisa lolos dari Jonas dan para penjaga berkat pisau buah yang ia ambil secara diam-diam dan ia tempelkan di lehernya. Sebagai ancaman. Awalnya ia ragu jika akan berhasil, mengingat sifat Jonas yang tidak mau kalah. Namun melihat reaksi panik luar biasa pria itu, berhasil membuat Alesha keheranan. Alesha terpaksa nekat, sungguh ia muak berhadapan dengan pria pemaksa dan tidak punya hati seperti pria itu. Ia tak ingin mengorbankan hidupnya untuk menikah dengan seorang Jonas Pramudya. Persetan dengan ketampanan serta kekayaan melimpah ruah yang dimiliki, Alesha tak tertarik. Keluarganya juga kaya raya. Mobil yang dikendarai melaju cepat di jalan raya yang masih sangat lengang, karena masih pukul 4 pagi. Dingin, namun Alesha menyukai sejuk dan segarnya udara p
"Apa? Gila! Gila kamu, Jonas Pramudya!" Suara nyaring Alesha menggema di lantai dua cafe miliknya. Yang seketika menarik perhatian pengunjung dan juga beberapa pelayan yang sedang mengantar pesanan. Wajar jika Alesha bereaksi keras seperti itu. Sungguh Alesha sangat membenci sosok yang sekarang tengah berdiri di depannya dan yang baru saja mengajaknya menikah itu. Enteng sekali mulutnya! Sementara reaksi pria berbadan tegap itu tak tampak terkejut dengan umpatan Alesha. Pergerakan pria itu selanjutnya adalah mengeluarkan kotak kecil berisi cincin berlian bermata satu di depan Alesha. Mulut Alesha ternganga lebar. Ingin tak percaya tapi ini nyata. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja ia dilamar seseorang. Apalagi oleh orang yang sangat dibenci mati-matian. "Alesha ayo kita menikah!" Ajakan ini meluncur dengan mulus sekali lagi dan terdengar sangat memaksa di telinga Alesha, jujur ia jijik mendengarnya. Tak peduli sekarang ia jadi bahan tontonan beberapa pengunjung dan
Ada untungnya juga Alesha mengenakan masker kesehatan, hingga ia yakin tak akan dikenali oleh orang yang dipanggil "tuan" tersebut. Sungguh ia tak ingin lagi berjumpa dengan orang ini."Ya Tuhan, kenapa dia...?" Alesha berbisik pelan seraya menatap punggung lebar kedua pria berbadan tegap yang sedang berjalan ke arah dalam untuk memilih kursi yang akan ditempati.Seketika ingatan Alesha kembali pada mimpi buruk yang mengusik tidurnya pagi tadi. Pria itu pria yang sama yang ada di mimpinya. Jonas Pramudya. "Enggak. Dia enggak boleh tau kalau aku ada di sini. Aku enggak mau berurusan lagi sama manusia jahat itu!"Buru-buru Alesha meninggalkan meja kasir dan menyuruh karyawan yang lain untuk bertugas menggantikannya. Alesha bergegas pergi."Huh Jonas Pramudya, mau apa kamu datang ke cafe aku? Belum puas kamu bikin hidup aku menderita selama ini?" Alesha mengomel sendiri setelah duduk di belakang kemudi mobilnya.Satu tangannya ia letakkan di atas dada, merasakan degup jantungnya yang be