เข้าสู่ระบบAlesha mencerna apa yang Jonas tawarkan, memikirkan baik dan buruk untuknya jika ia setuju, hingga ia lengah dan Jonas berhasil merebut pisau yang terulur di depan lehernya.
Belum sadar dari terkejutnya, pisau sudah terlempar ke lantai yang jaraknya agak jauh darinya. Alesha berdecak, "pisauku!" Jonas melotot garang, kemudian mendesis penuh peringatan. "Jangan main-main lagi dengan benda berbahaya itu, Alesha!" Bibir Alesha mengerucut sebal. Tak suka teguran dari pria itu. Jonas berjalan mendekat, sementara Alesha mundur sesuai langkah suaminya. "M-Mau apa kamu?" Jonas menjeda langkahnya, menghela napas panjangnya. "Kamu pikir aku mau berbuat apa disaat leher kamu terluka gara-gara pisau sialan itu?" Alesha tersadar. Lehernya terasa sedikit perih. Tangannya terulur untuk mengecek sendiri lukanya, namun Jonas menghentikannya. "Stop! Jangan sembarangan disentuh. Tangan kamu tidak steril, bisa infeksi!" "Ck apa sih, lebay!" Alesha mencibir tak suka. Tak ingin buang-buang waktu, Jonas yang sudah dekat dengan Alesha meraih tangan gadis itu sedikit kasar. "Sudah aku bilang, jangan sembarangan sentuh, Ale!" "Ap--" Jonas menarik tangan Alesha dan tak membiarkan gadis itu kembali protes. Jonas menarik Alesha untuk duduk di sofa yang tadi ia duduki. "Duduk sini. Tunggu aku, jangan kemana-mana. Aku ambil obat dulu!" "Huft, ya!" Kali ini Alesha pasrah, toh niat pria menyebalkan itu baik. Menunggu Jonas kembali, Alesha meraih ponsel milik pria itu yang tergeletak di atas meja. Bukan untuk mengecek atau mencari sesuatu yang rahasia dari ponsel mewah keluaran terbaru itu, melainkan Alesha ingin menggunakannya untuk bercermin. Melihat sendiri kondisi luka di lehernya. "Lukanya kecil, kenapa pria menyebalkan itu berlebihan banget sih? Aneh!" Dengan tergesa Alesha mengembalikan ponsel Jonas ke tempatnya, begitu pria itu berjalan mendekat. "Ee a-ku enggak buka-buka hape kamu!" Sebelum dituduh macam-macam, Alesha menjelaskan dengan panik. Jonas tersenyum saja, tak menanggapi penjelasan Alesha, hingga membuat gadis itu salah paham dan mengira Jonas tak percaya padanya. "Serius, aku enggak buka-buka hape kamu! Lagian aku enggak tau password-nya apa, aku tadi cuma eem itu ... pinjam sebentar." "Iya, enggak apa-apa. Kamu buka juga enggak apa-apa. Kita suami istri sekarang, kalau perlu nanti aku kasih tau password-nya ke kamu." Bibir Alesha mencebik protes. "Aku belum setuju sama tawaran nikah kontrak dari kamu. Bisa aja aku tetap minta cerai sama kamu!" Jonas menghela napas panjang, namun tak ingin menanggapi kata-kata Alesha, paling tidak untuk saat ini. Pria itu lebih memilih untuk mengobati luka Alesha. Jonas sudah duduk di samping Alesha dengan badan sedikit menyerong. "Hadap ke aku!" "Aku bisa obati luka aku sendiri!" Alesha sudah akan merebut kotak obat yang ada di pangkuan suaminya, namun pria itu menahan tangan Alesha. "Duduk tenang dan hadap ke aku, Ale. Jangan bandel!" Alesha menurut saja, bak anak kecil yang tengah dimarahi ibunya karena berbuat nakal. Ia juga menuruti instruksi Jonas untuk sedikit mengangkat kepalanya. "Sakit?" Suara lembut Jonas kembali singgah di telinga Alesha, merespon ekspresi wajah Alesha yang tadi tampak kesakitan. "Sedikit perih." "Huh, jangan nekat lagi makanya. Kamu mau apa tinggal bilang sama aku, kita bicarakan baik-baik--" "Kalau aku minta cerai, langsung kamu kabulkan?" tanya Alesha memotong kalimat Jonas. Gerakan tangan pria itu terhenti sebentar, tak menyahut apa-apa. Tangan besar itu dengan terampil namun hati-hati melanjutkan memberi obat di luka Alesha. "Jawab! Kalau aku minta cerai, gimana?" "Jangan bahas itu dulu!" Suara lembut Jonas berubah datar dan Alesha tak peduli, baginya yang terpenting keinginannya untuk berpisah cepat dikabulkan. "Tapi aku mau bahas itu sekarang! Aku mau cerai atau--" "Atau apa?" Tatapan teduh Jonas yang biasanya, berubah tajam. Membuat Alesha bergidik ngeri dan memilih tak melanjutkan kata-katanya. Kepalanya pun perlahan menunduk. Tak lama, usapan lembut singgah di kepala gadis itu, yang refleks membuat kepalanya sedikit mendongak. Memberanikan menatap mata tajam yang sudah kembali seperti semula. "K-Kamu udah enggak marah?" Senyuman Jonas mampu menjawab pertanyaan Alesha. "Kamu takut aku marah?" Kepala Alesha terangguk pelan. "Tatapan mata kamu tadi mengingatkan aku sama tatapan mata kamu yang dulu, yang selalu bikin aku ketakutan setiap malam." "Maaf untuk kejadian buruk yang membuat kamu trauma seperti ini. Aku menyesali kebodohanku waktu itu, aku terlalu gegabah dan aku sangat menyesal." Jonas tak bisa menyembunyikan raut penuh sesal di hadapan Alesha. Kepala pria itu kemudian tertunduk. Dan seketika, timbul rasa tak tega di hati Alesha. Seakan bisa merasakan rasa bersalah yang ada di hati pria itu. Namun ia juga tak mau begitu saja luluh. "M-Mungkin rasa bersalah kamu bisa sedikit berkurang kalau kamu melepaskan aku ... em ceraikan aku...." Kepala Jonas terangkat, kedua matanya beradu dengan kedua mata Alesha. "Kenapa kamu enggak mau beri aku kesempatan?" Suara yang keluar dari bibir Jonas lembut dan sama sekali tak bernada menuntut, hanya sekedar bertanya. Tak terlalu berefek, namun tatapan mata yang begitu dalam menimbulkan getaran tak biasa di hati Alesha. Membuat Alesha salah tingkah dan memalingkan tatapannya dari Jonas. "Em ee a-ku ee ini--" "Kita baru menikah beberapa jam yang lalu, kita menikah secara sah agama dan negara, disaksikan kedua orang tua kita dan keluarga besar, apa kamu tidak berpikir dampak buruk jika terjadi perceraian? Apa kamu enggak takut dengan cap orang-orang tentang status kamu yang akan jadi janda, lalu pandangan negatif ke orang tua kamu, yang bisa berpengaruh ke dunia sosial em-maaf mama kamu yang juga seorang janda... apa kamu enggak pikirkan sejauh itu?" Alesha terkesiap keras. Benar kata Jonas, ia tak berpikir sejauh itu. Ia jadi bimbang. Namun merasa tak bisa juga jika harus melanjutkan pernikahan. Ini terlalu tiba-tiba dan ia sama sekali belum menyiapkan mental untuk menikah dengan orang yang pernah menghancurkan kehidupannya. "Tawaran menikah kontrak jadi solusi terbaik untuk saat ini...." Jonas masih berusaha memengaruhi pemikiran Alesha. "T-Tapi kalau kamu macam-macam?" Setelah beberapa saat, Alesha mengeluarkan keraguan dalam hati. "Kamu bisa tulis apa saja yang kamu enggak ingin aku langgar di surat perjanjian nikah kontrak nanti dan aku enggak akan langgar apapun--" "Serius kamu akan patuh sama surat perjanjiannya? Kalau kamu bohong, apa sanksi-nya?" sergap Alesha cepat. Berpikir sebentar, lalu Jonas menyahut tanpa keraguan, "apapun hukuman dari kamu aku terima!" Segaris senyum tipis tercetak di bibir Alesha. "Oke, aku mau!" Jonas pun ikut tersenyum. Nampak lega. Namun sebentar saja, karena syarat pertama yang Alesha sebutkan membuat senyumnya memudar. "Aku enggak mau satu kamar sama kamu! Kita tidur di kamar berbeda!"Pertanyaan yang Amelia lontarkan membuat pasangan suami-istri tersebut terlonjak kaget, terlebih Jonas yang sampai bangun dan terduduk. "Apa? Ngidam?" Jonas yang bersuara lebih dahulu, sementara Alesha masih termenung syok. "Em mungkin saja, Pak. Maaf kalau saya salah, tapi dari ciri-ciri yang terjadi sepertinya yang Bapak alami gejala ngidam." Hati-hati sekali Amelia menerangkan. Tatapan Jonas lalu teralih seketika ke arah sang istri. "Sayang, datang bulan kamu harusnya tanggal berapa lagi?" "Ehh kalau menurut tanggal harusnya ini sudah telat satu mingguan--" "Kok enggak bilang kalau sudah telat?" tanya Jonas cepat, memotong kalimat istrinya. "Ish, biasanya memang sering telat, Jonas. Dari waktu sekolah memang enggak teratur. Ya aku pikir hal yang biasa." "Bagaimana kalau dicek saja, Pak. Sepertinya, klinik perusahaan kita menyediakan testpack. Akan saya ambilkan sekarang." "Ah iya-iya, tolong cepat ambilkan!" Beruntung di tengah kebingungan pasangan suami-istri bar
Alesha terbelalak kaget. "H-Hubungan a-pa, Mbak? K-Kan sa--" "Semuanya disuruh berkumpul di aula!" Seruan ini tiba-tiba terdengar yang pada akhirnya menyelamatkan Alesha. Perhatian mereka teralih pada orang yang baru saja menyampaikan informasi tersebut, termasuk Amelia. "Ada apa?" tanya Amelia menghentikan orang yang baru memberikan informasi ketika orang itu akan melangkah pergi. "Ini perintah Pak Alex. Sekarang juga!" tegas pria itu. Alesha tersenyum lega. Ia tak harus menjawab sekarang pertanyaan Amelia beberapa waktu lalu. Masih ada waktu untuk mencari jawaban yang tidak mencurigakan. Perihal orang yang baru saja datang tersebut, ia yakin orang itu suruhan suaminya. Jonas pasti tak akan ceroboh lagi dan pasti menyediakan jasa bodyguard lebih banyak untuknya, mengingat kejadian-kejadian tak mengenakkan yang ia alami. Mengenai orang yang berpakaian serba hitam itu merupakan salah satu pengawal, Alesha tak terlalu hafal wajah-wajahnya. Ia hanya mengandalkan kemampuan a
"Ee k-kita sedang kenalan dengan anak magang ini, Pak!" Rena yang langsung menyahut. Sedangkan Sinta memberi kode pada dua orang yang sedang memegangi Alesha untuk segera melepaskannya. "Iya, Pak Alex... anak baru ini yang tadi menghampiri kami yang akan ke ruangan Bapak." Sinta dengan suara lembutnya menambahi sahutan Rena. Mendengar nada lembut yang ditujukan untuk suaminya, Alesha geram sekaligus muak sekali, padahal baru saja wanita itu kata-katanya tajam dan sinis. Dasar penggoda! Alesha mengarahkan tatapan tajam ke arah Jonas yang sudah berhadapan dengan Sinta. Ia memantau pergerakan juga setiap ekspresi yang ditunjukkan suaminya itu terhadap si penggoda. Akan ia berikan hukuman sampai sedikit saja prianya itu merespon manis wanita itu. "Huh, lihat saja... berani menanggapi kegenitan Sinta, aku beneran suruh kamu tidur di luar!" ucap Alesha dalam hati. Kedua tangannya terkepal kuat. Kesal rasanya melihat langsung Jonas bertatapan dengan Sinta. "Jangan kira saya mud
Usai berbaikan, Jonas enggan melepaskan Alesha dari pelukannya. Inginnya menempel terus pada istrinya. "Ck, Jonas lepasin! Ini di kantor, aku harus kembali ke ruangan aku!" bujuk Alesha untuk kesekian kalinya. "Enggak mau! Takut kalau kamu nanti malam suruh aku tidur di teras!" Masih saja pria dewasa namun kekanakan ini mengungkit-ungkit ancaman yang Alesha lontarkan beberapa saat lalu. "Kan kita sudah baikan, lagipula kamu tadi sudah janji akan menjaga jarak dari wanita-wanita lain. Sudah sekarang lepas!" Susah membujuk suaminya, Alesha inisiatif melepaskan sendiri pelukan posesif Jonas. Namun yang terjadi sebaliknya, pelukan Jonas semakin mengerat dan susah diurai. Terpaksa, Alesha harus baik-baik membujuknya. "Sayangku, lepas ya? Aku harus cepat balik ke ruangan--" "Setengah jam lagi!" putusnya langsung, memotong ucapan Alesha. Tangan kanan Alesha memukul pelan lengan suaminya yang masih memerangkap perut ratanya. "Ngawur! Bisa bikin curiga semua orang tau!" Bahunya m
Jonas yang berada dalam rombongan tersebut bereaksi panik sesaat setelah membuka ponselnya. Tatapan matanya mengarah ke berbagai arah dan kedua matanya menatap penuh belas kasih pada target yang dicarinya. Namun si target yang adalah Alesha, melengos tak peduli. Ia masih kesal. Alesha terkesiap saat tiba-tiba suaminya itu meninggalkan rombongan dan berjalan menjauh, disusul kemudian ponsel Alesha berdering. Untung, jarak tempat duduknya dengan rombongan pimpinan perusahaan tersebut agak jauh, pun dengan volume ponselnya yang tidak terlalu keras jadi tak menarik perhatian mereka semua. Panggilan telepon diterima, namun Alesha enggan mengeluarkan sepatah katapun. Ia memilih diam. "Sayang, kenapa kamu marah-marah? Aku bikin salah apa? Kenapa kamu nanti malam suruh aku tidur di teras? Masalahnya apa sih?" tanya si penelpon secara beruntun. "Huh kamu pikir saja sendiri!" jawab Alesha sangat ketus. "Sayang, aku minta maaf kalau tanpa sadar tidak sengaja bikin kamu marah, aku--"
Kabar kedatangan bos besar si pemilik perusahaan membuat semua bagian dengan cepat membenahi semuanya, tak terkecuali divisi Alesha. Alesha sampai pusing sendiri melihat rekan-rekan kerjanya berjalan mondar-mandir. Sibuk semuanya. "Huft, ribet banget mereka!" ucap Alesha pelan. Ia tetap duduk manis di tempatnya. Ia masih anak baru, masih karyawan magang. Jadi tak banyak yang harus dilakukan, selain mengerjakan pekerjaannya saja. Pun seharusnya mereka tidak usah panik jika tiba-tiba si bos yang adalah suaminya itu melakukan "sidak" ke divisi mereka, selama pekerjaan yang mereka lakukan tidak menyimpang. "Ck Jonas, pagi-pagi bikin orang repot!" gerutunya lagi, menghentikan sesaat aktivitasnya. Ketika akan mulai kembali mengerjakan laporan tiba-tiba Alesha dihampiri seseorang. "Marissa, menurut kamu kedatangan Pak Alex secara tiba-tiba ini apa ada hubungannya dengan laporan saya ke nomor pribadi beliau?" tanyanya dengan suara pelan. Alesha terkesiap. "Eh mungkin saja, Mb







