Share

Bab 4

"Sudah kuduga kau juga akan terpesona padanya." Suara Leo mengalihkan perhatian Arsen pada gadis itu.

"Siapa dia?" tanya Arsen penasaran.

"Namanya Rose. Dia adalah mimpi basah setiap pria yang melihatnya. Tapi tak seorangpun dari pria itu yang pernah merasakan tubuhnya," jelas Leo dengan pandangan tak lepas dari Rose.

Gadis itu duduk di depan meja bar dan meminum segelas tequila. Banyak pria yang berusaha mendekatinya, namun langsung mundur teratur begitu dihadiahi dengan tatapan tajam dari kedua mata indah itu.

"Dasar pria-pria bodoh! Apa mereka tak mengerti kalau Rose memakai baju serba hitam, itu artinya dia baru saja membuat perhitungan dengan seseorang?" gumam Leo setelah puas memperhatikan Rose.

Arsen mengerutkan keningnya, merasa semakin penasaran. "Apa maksudmu?"

"Kau kemana saja, Sobat? Dia itu sudah terkenal di kalangan banyak pria. Kau tahu, dia pernah membuat koma beberapa laki-laki. Jadi jangan sampai kau berurusan dengannya, kalau tak ingin bernasib sama seperti mereka," jawab Leo dengan suara lirih.

Arsen semakin mengernyitkan dahinya. Mana mungkin gadis secantik itu bisa sekejam itu? Dia bahkan terlihat rapuh, batinnya sambil mendengus.

Ia tetap memberikan tatapan tajam pada Rose sambil sesekali meminum coklat panasnya. Seolah-olah sadar ada yang terus memperhatikannya dengan lekat, gadis itu menoleh pada Arsen dan memberikan tatapan dingin yang sanggup membuat siapapun merinding, kecuali Arsen tentu saja.

Tatapan dingin itu tak berlangsung lama karena detik berikutnya, Rose menyunggingkan senyum menggoda seraya mengedipkan sebelah matanya. Tak bisa dipungkiri bahwa hal itu membuat jantung Arsen berdetak lebih cepat. Dengan perlahan Rose berjalan mendekati Arsen, membuat pria itu menelan ludahnya.

Saat gadis itu sudah berada di sampingnya, Leo mengangkat sebelah alisnya karena melihat respon sahabatnya yang hanya terpaku seraya mendongak. Rose hanya melirik Leo sekilas, kemudian kembali menatap Arsen sambil tersenyum.

“Hai, aku Rose. Bolehkah aku tahu siapa namamu, Tampan?” tanya Rose sembari memilin ujung rambutnya.

Arsen hanya diam saja dan masih fokus memandangi Rose, sampai Leo menendang kakinya sambil berdehem. Ia gelagapan dan menatap Leo dengan ekspresi kebingungan. Namun Leo malah mengangkat sebelah alisnya, lantas mengedikkan kepalanya ke arah Rose yang masih berdiri di samping mereka.

“Oh, hai! Apa yang kau...” Arsen menghentikan ucapannya karena Leo kembali menendang kakinya di bawah meja. Pria itu mengucapkan kata namamu tanpa suara, membuat Arsen cepat-cepat mendongak kembali. “Oh, namaku Arsen. Senang bisa berkenalan denganmu, Cantik,” lanjutnya sambil meraih tangan kanan gadis itu dan mencium punggung tangannya.

Rose terkekeh geli, lalu duduk di samping mereka berdua tanpa permisi. Kedua kakinya disilangkan dan rambut yang menjuntai di dadanya disibakkan, membuat Arsen bisa melihat lehernya yang jenjang dengan jelas.

“Jadi, kau sering datang ke sini?” tanya Rose sembari menatap Arsen dengan intens. Beberapa kali gadis itu sengaja menggigit bibirnya yang sudah dilapisi oleh lipstik berwarna merah marun.

“Eh? Umm...yah, seperti itulah,” jawab Arsen gelagapan, kemudian tertawa dengan paksa.

Otaknya benar-benar sudah tak bisa digunakan untuk berpikir jernih, karena aroma parfum gadis itu membuat darahnya berdesir. Kedua matanya tak lepas dari apapun yang dilakukan oleh Rose, bahkan sampai gerakan bibirnya saat berbicara sekalipun.

Leo mendengus melihat tingkah laku sahabatnya yang terlihat memalukan. Hal ini biasanya terjadi pada saat Arsen berhadapan dengan gadis cantik yang menarik perhatiannya, seolah-olah dunia hanyalah miliknya saja.

"Jadi...kau ada acara lain malam ini? Keberatan untuk menemaniku berkeliling Portland? Aku pendatang baru di sini, jadi pasti menyenangkan jika kau mau mengajakku ke tempat-tempat yang luar biasa di kota ini,” tanya Rose sambil menopang dagunya dengan tangan kiri. Lidahnya menjilat bibir bawahnya sekali dengan gerakan perlahan, membuat Arsen sedikit membelalakkan matanya.

Pria itu berdehem sebentar, kemudian melirik Leo yang langsung mengangkat kedua bahunya.

“Aku ada janji di tempat lain. Semoga malam kalian menyenangkan,” pamit Leo dan langsung bangkit dari kursinya.

“Jadi?” tanya Rose sembari menyunggingkan senyum di bibirnya.

“Umm, tentu saja. Kita akan pergi kemanapun yang kau mau,” jawab Arsen tanpa bisa menahan senyumnya.

Sekarang ia justru berterima kasih pada Leo karena telah memaksanya untuk keluar dari apartemennya. Gadis misterius ini membuatnya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, disertai dengan desiran-desiran yang membuat jantungnya tak kunjung berdegup normal.

Tapi apakah benar ini adalah jatuh cinta pada pandangan pertama?

***

Dering ponsel yang cukup nyaring membangunkan Arsen dari tidurnya. Diliriknya jam weker di atar nakas yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Ia langsung teringat kebersamaannya dengan Rose kemarin malam, membuatnya merasa lebih hidup dan bersemangat.

Gadis itu mampu membuatnya menikmati keindahan malam di musim gugur dengan caranya sendiri.

Kenangan sekejap bersama gadis itu mampu mengurangi bayangan kelam yang terus membuatnya membenci musim gugur, meskipun hanya sedikit. Namun begitu, ia sadar bahwa saat ini ia kembali sendirian. Mendadak hatinya merasa kosong dan ketakutan melandanya.

Entahlah, dia merasa takut tidak bisa bertemu dengan gadis itu lagi. Padahal sebelumnya ia tak pernah seperti itu pada gadis manapun. Dengan langkah gontai, ia memasuki kamar mandi dan melihat bayangannya di cermin.

Apa gadis itu hanya ilusi? Tapi aku masih bisa mengingat dengan jelas suara dan tawanya beberapa jam yang lalu. Semua yang dia lakukan tak pernah berhenti berputar di otakku, batinnya frustrasi.

Cepat-cepat ia membersihkan tubuhnya dan keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. Diraihnya ponsel pintar di atas nakas, lalu mencari kontak Leo dan menghubunginya.

"Leo, bisakah kau mencari tahu semua tentang Rose?" tanyanya langsung begitu panggilannya diangkat oleh Leo.

["Kau menghabiskan malammu dengannya?"] Suara Leo terdengar penasaran.

"Yeah, dan sekarang gadis itu menghilang. Demi Tuhan, aku benar-benar menginginkan gadis itu. Tolong kau cari tahu dimana dia bagaimanapun caranya. Aku lupa menanyakan identitasnya kemarin malam, bahkan nomor teleponnya juga." Arsen berjalan menuju ke lemari pakaian dan melihat-lihat isinya.

["Cih, lupa? Alasan apa itu? Tapi hati-hati, Sobat. Kau bisa saja masuk ke dalam penangkapan,"] peringat Leo dengan nada yang terdengar serius.

"Aku tak peduli, oke. Dia membuatku merasa berbeda dan lebih bersemangat dalam menjalani hidup," sahutnya sambil mengambil kemeja lengan panjang berwarna hitam, lantas mengenakannya.

[Kelihatannya kau jatuh cinta padanya. Apa dia benar-benar menyenangkan? Tidak ada tanda-tanda bahwa dia seperti yang kuceritakan kemarin?"] tanya Leo.

"Tidak, dia seperti gadis pada umumnya. Hanya saja dia jauh lebih berani dan tak segan-segan menunjukkan ketertarikannya padaku. Bukankah itu menyenangkan? Kukira dia hanyalah gadis manja dan labil seperti yang lainnya, tapi ternyata aku salah," kata Arsen seraya mengenakan celana jeans.

["Hah? Serius? Bagaimana bisa? Bukankah dia..."]

“Aku sendiri juga tak tahu. Tapi justru dia membuatku semakin penasaran untuk mendekatinya dan mendapatkannya. Dia benar-benar misterius,” sahut Arsen sembari berjalan menuju ke tempat tidur.

[“Oke, akan kuusahakan nanti agar bisa mendapatkan informasi mengenai gadis itu. Jangan lupa ke kampus. Bukankah hari ini jadwalmu ujian skripsi? Aku mau kerja dulu. Semoga ujiannya berhasil. Sampai jumpa.”]

Terdengar bunyi sambungan telepon terputus di ponselnya. Ia melempar ponsel itu ke atas ranjang, dan tanpa sengaja matanya menangkap benda kecil berwarna hitam.

Dia mendekati benda itu dan mengambilnya. Sebuah anting berbentuk mawar hitam yang tadi ia temukan di kursi mobilnya. Diciumnya anting itu, menikmati aroma parfum Rose yang masih tertinggal di sana.

"Aku akan menemukanmu secepatnya, Gadis Misterius," gumamnya dengan penuh tekat, lalu meletakkan anting itu di atas nakas.

Ia harus segera berangkat ke kampus untuk ujian, dan setelah itu mencari keberadaan Rose. Gadis yang berhasil membuatnya tergila-gila hanya dalam semalam.

Apakah ia akan berhasil menemukannya? Ataukah pertemuan mereka adalah yang pertama dan terakhir kalinya? Yang pasti ia tidak akan menyerah untuk terus mencari gadis itu entah bagaimanapun caranya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status