Share

Bab 6 - Menit Sebelum Pernikahan

Arsyila membatu. Mata coklatnya tak lepas dari cermin yang memantulkan bayangannya menggunakan gaun pengantin. Seharusnya Syakila yang dia lihat di dalam cermin itu sekarang. Tapi kenapa? Tubuh Arsyila hampir ambruk saat merasakan kakinya yang mendadak lemas. Beruntung bibi Megy bergerak lebih cepat menopang tubuh Arsyila.

“Sudah kubilang jangan bergerak dulu!”tegur bibi Megy menggotong tubuh lemas Arsyila dibantu para perias pengantin yang mendandani Arsyila. Mereka membawa Arsyila kembali ke atas ranjangnya. Sesaat Arsyila terlihat linglung. Gadis itu menggeleng saat bibinya menyodorinya minum. Mata Arsyila yang di penuhi kebingungan menatap sekelilingnya dengan panik.

“Di-dimana Kak Kila?”tanya Arsyila pada sang bibi dengan suara bergetar. Bibi Megy tampak terdiam, ekspresi wajahnya berubah jadi tegang. Arsyila mengguncang tubuh sang bibi sambil terus bertanya, namun bibi Megy sama sekali tak menjawab. Air mata yang turun dari sepasang mata wanita itu seolah menjawab segalanya.

“Ti-tidak mungkin,” gumam Arsyila lemah kembali turun dari ranjangnya. Orang-orang disekitarnya berusaha menahan Arsyila, namun Arsyila terus memberontak. Arsyila harus mencari kakaknya!

“Lepaskan aku!”teriak Arsyila berusaha melepaskan diri. Sayang, tubuhnya yang lemah tidak akan mampu melawan lima orang yang memeganginya.

“Apa kalian sudah selesai?” Kemunculan nyonya Derin dari balik pintu menyita perhatian semua orang. Kesempatan itu tak disia-siakan Arsyila untuk melepaskan diri dari mereka. Arsyila segera berlari menghambur ke ibunya.

“Ibu, Ibu, di-dimana kakak? Di-dimana kakak sekarang?”tanya Arsyila dengan suara bergetar. Mata coklatnya yang berkaca-kaca menatap lekat wajah nyonya Derin yang tampak pucat. Nyonya Derin tak juga menjawab. Ketakutan mulai melanda hati Arsyila. Arsyila mengguncang tubuh nyonya Derin, manatap matanya lekat untuk mencari jawaban. Namun nyonya Derin justru memalingkan muka, menghindari tatapan Arsyila.

“Ibu?”panggil Arsyila berusaha membuat nyonya Derin menatapnya. Namun begitu Arsyila berhasil menatap wajah ibunya, ketakutan yang lebih besar menghantamnya. Tetesan air bening mulai jatuh dari sepasang mata coklat Arsyila.

“Kenapa kalian semua diam?! Apa yang terjadi sebenarnya?! Kakakku, kakakku harusnya menikah hari ini … mengapa?” Suara Arsyila semakin mengecil. Mata coklatnya kini menatap pantulan dirinya di depan cermin. “ … mengapa aku memakai gaun pengantin yang searusnya dipakai kakak?”

Arsyila kembali menatap ibunya. Lagi-lagi nyonya Derin memalingkan wajah, terlihat sangat berat untuk menjawab pertanyaan Arsyila. “Ibu?!”teriak Arsyila tak tahan dengan kebisuan ibunya. Air mata kini memasuh wajah nyonya Derin. Bahu wanita paruh baya itu bergetar. “Maafkan aku,” lirih nyonya Derin menggenggam erat kedua tangan Arsyila. “Kau harus menggantikan kakakmu menikah, Syila,” ucap nyonya Derin bagai petir di tengah terik matahari bagi Arsyila.

Untuk beberapa saat Arsyila terdiam. Mata coklatnya tak berkedip menatap ibunya. Kenyataan tentang Syakila masih belum bisa Arsyila terima, lalu sekarang Arsyila harus dihadapkan dengan situasi yang membingungkan. Sebenarnya, permainan macam apa ini, Tuhan?! Rasanya otak Arsyila tidak bisa mencerna apa-apa.

“A-apa, apa maksudnya ini, Ibu? Dimana kakakku? Ke-kenapa aku memakai gaun pengantin kakak? Kenapa aku … harus menikah?” tanya Arsyila rancu menatap nyonya Derin dengan kebingungan. Namun nyonya Derin tampaknya tak ingin memberikan penjelasan.

“Kita tak punya waktu banyak untuk bersiap. Cepat rapikan penampilannya! Kita akan segera berangkat!” seru nyonya Derin pada orang-prang di belakang Arsyila. Mendengar perintah sang tuan rumah, para perias pengantin segera menarik tubuh Arsyila kembali ke ranjangnya, dimana peralatan make up mereka masih bercecer di sana.

“Aku tidak mau! Ibu, jelaskan padaku! Dimana kakakku?! Aku mau melihat kakakku!” Arsyila memberontak, berteriak lebih keras hingga nyonya Derin mau memberikannya penjelasan.

“Kila sudah diurus Ayahmu. Kau baru bisa melihat kakakmu setelah selesai menikah,” jawab nyonya Derin namun belum cukup memuaskan Arsyila.

“Aku tidak mau! Aku ingin bertemu kakak sekarang!”teriak Arsyila memberontak lebih keras. Orang-orang yang memegangi Arsyila mulai terlihat khawatir, takut gaun yang dipakai Arsyila robek karena gerakan Arsyila yang tak terkendali.

“Arsyila!”teriak nyonya Derin tak kalah keras membuat Arsyila berhenti memberontak.

“Jawab aku, kumohon,” mohon Arsyila tampak masih belum ingin menyerah. Dengan susah payah Arsyila menelan ludahnya. Mata coklatnya tak lepas dari netra ibunya. “Apa …” bibir Arsyila tampak bergetar. Lidahnya terasa kelu seperti apa yang akan ditanyakan Arsyila adalah sesuatu yang sangat menakutkan. “Apa kakak … apa kakak masih hidup?”

Nyonya Derin tampak terkesiap. Netra tuanya bergetar untuk sesaat menatap putrinya yang terlihat putus asa. Arsyila kembali menjatuhkan air matanya saat nyonya Derin menggelengkan kepala sambil terisak.

“Merlina,” panggil tuan Derin yang tiba-tiba masuk, langsung memeluk istrinya. Menenangkan nyonya Derin yang masih terisak-isak.

“Kita tidak punya waktu lagi,” ucap tuan Derin kali ini menatap Arsyila yang masih mematung di tempat. “Ayah?” Tuan Derin menghampiri Arsyila, menggenggam tangan putrinya kemudian melakukan hal yang sangat mengejutkan. Arsyila terkesiap saat tiba-tiba sang ayah berlutut di depannya.

“Aku tau, ini sulit diterima. Tak hanya bagimu, ini berat untuk kita semua. Jadi, Ayah mohon, untuk sekali ini saja. Tolong, dengarkan kami! Kakakmu harusnya menikah hari ini. Tapi, dia … dia tidak bisa. Ayah mohon, gantikan kakakmu menikah. Ayah mohon!” Mohon tuan Derin menundukkan kepalanya di atas kedua tangan Arsyila yang ada dalam genggamannya.

“Lihatlah! Ayahmu bahkan rela berlutut di depanmu! Tidak bisakah kau tidak berkeras kepala sekarang?!”teriak nyonya Derin menyadarkan Arsyila yang masih terdiam. Arsyila menatap kedua orang tuanya bergantian. Gadis itu tampak linglung. Otaknya sama sekali tak bekerja. Bagaimana bisa Arsyila memutuskan hal besar ini dengan cepat? Bahkan di depannya sama sekali tidak ada pilihan.

“Arsyila!”teriak nyonya Derin sekali lagi membuat Arsyila tersentak. Dengan berlinangan air mata Arsyila akhirnya menganggukkan kepalanya.

Arsyila tak lagi bicara setelahnya. Gadis itu hanya menurut saat orang tuanya menariknya menuju mobil yang telah mereka sewa. Bibi Megy yang duduk di samping Arsyila terus menyeka wajah Arsyila menggunakan tisu saat air mata gadis itu terus saja turun dari kedua netra coklatnya.

“Berhentilah menangis, Syila,” ucap bibi Megy khawatir riasan Arsyila luntur sepenuhnya. Arsyila menatap wajah bibinya yang terlihat cemas, kemudian memeluknya. “Kenapa ini terjadi, bibi? Hari ini kita semua berduka. Lalu, bagaimana bisa aku menikah? Aku … bahkan belum mendapatkan ijazah,” racau Arsyila berbisik lemah pada bibinya. Netra coklat yang selalu cerah itu hari ini kehilangan sinarnya. Arsyila hanya bisa pasrah saat takdir pahit menyeretnya.

Tepat saat mobil berhenti, seseorang berlari keluar dari gereja berbisik pada tuan Derin yang baru saja turun dari mobil untuk segera bergegas. Mempelai pria sudah menunggu di dalam bersama pendeta. Pengantin wanita dipersilakan masuk bersama walinya.

Arsyila menelan ludahnya, dengan ragu mulai melingkarkan tangannya di lengan tuan Derin. Kakinya yang terasa semakin berat terus dia paksa untuk berjalan di samping sang ayah. Arsyila semakin mengeratkan pegangan tangannya di lengan sang ayah saat berjalan di atas altar. Kepalanya tertunduk. Mata coklatnya hanya terus menatap lantai yang dia pijak, tak berani sedikitpun menatap ke depan dimana pendeta dan pria yang seharusnya menikah dengan kakaknya berdiri menunggunya. Arsyila masih belum bisa percaya sepenuhnya. Ini seperti mimpi buruk baginya. Hari yang seharusnya jadi hari bahagia di keluarganya, seketika jadi duka yang melekat di jiwanya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status