Satu minggu ini, Galen tidak pernah melihat Levana. Perempuan itu seakan menghilang tanpa jejak. Setelah percakapan mereka sore itu, Levana lenyap begitu saja. Dia pernah bertanya kepada Birru ke mana ibunya pergi, tetapi Birru selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mama ada di rumah, Pa.’ Dan hal itu membuat Galen merasa seperti dipermainkan.Kalaupun Levana ada di rumah, seharusnya mereka bisa bertemu. Namun, bahkan ketika Galen sengaja menunggu sampai larut malam, dia sungguh tak bisa menemukan Levana di mana-mana. Keahlian Levana dalam bermain petak umpet seperti patut diacungi jempol.“Kamu nggak bisa menemukan dia juga, Fandi?” bentak Galen ketika asisten pribadinya mengatakan jika dia tak bisa mendeteksi keberadaan Levana. Bahkan di restorannya sekalipun.“Sepertinya Ibu sedang menenangkan diri, Pak. Atau memang sengaja menghindari agar tidak bertemu Bapak.”“Saya tahu kalau dia memang sedang menghindar dari saya.” Galen berteriak kesal. “Tapi kenapa dia harus menghilang tanpa jejak
Levana memilih tidak menanggapi sindirian pedas dari Galen. Dia berlalu begitu saja dari hadapan lelaki itu untuk mendekati Birru yang masih cemberut. Levana tahu dia memang egois, tetapi untuk pergi bersama dengan Galen, rasanya dia benar-benar tidak bisa. Dia teguhkan hatinya, dia percayai lelaki itu membawa Birru pergi tanpanya. Levana yakin Birru tetap akan kembali ke dalam pelukannya.“Birru marah sama Mama?” Levana menunduk untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya. “Jadi, Birru ingin Mama tetap pergi dengan Birru dan tidak bekerja?” Meskipun dia mengatakan dengan lembut, tetapi mengandung ketegasan dalam suaranya.Ditatapnya mata sang putra dengan tegas untuk memberikan pemahaman kepada Birru jika tidak semua hal bisa dia dapatkan. Birru tampaknya paham jika ibunya tengah memberikan peringatan kepadanya.Kepala kecilnya menunduk dan kedua tangannya memainkan ujung tali tasnya. Tidak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia bungkam seribu bahasa.“Birru. Mama tahu Birr
Galen menendang ranjang di kamar yang ditempatinya dengan emosi memuncak. Pertengkaran dengan Levana beberapa waktu lalu membuatnya tak bisa menahan dirinya. Dia bertanya kepada dirinya sendiri kenapa dia marah kepada Levana hanya karena perempuan itu pergi tengah malam, benarkah karena Birru, atau ada sepercik kekhawatiran untuk Levana?Jika dia tidak peduli dengan Levana, seharusnya dia tak perlu marah dengan apa pun yang dilakukan oleh perempuan itu. Nyatanya, ketika dia tahu Levana pergi tengah malam, justru dia yang repot-repot meminta nomor perempuan itu kepada Suster lalu menelponnya.Rasa nyeri di kakinya tidak dia hiraukan. Mengusap wajahnya dengan kasar, Galen mencoba menenangkan pikirannya yang amburadul tidak karuan.“Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiranku?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Kenapa aku menjadi kehilangan akal?” Memijat pelipisnya, Galen mencoba mengurai benang kusut yang membelit kewarasannya.Jika dia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, ini hanya ak
“Papa!” Birru sedikit berteriak melihat ayahnya sampai di rumah. Tampak kebahagiaan yang berpendar dari tatapannya.Sejak tadi bocah itu enggan untuk tidur dan terus mengatakan akan menunggu kepulangan sang ayah. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Galen baru saja sampai di rumah. Ada banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan untuk menghilangkan segala gundang yang sesekali menghantam jiwanya.“Hallo, Jagoan! Birru sedang apa?” Galen mendekati putranya lalu mencium puncak kepalanya.Duduk di sofa yang sama dengan Levana lelaki itu mendekap erat putranya. Levana sejak tadi tidak mengatakan apa pun dan hanya menatap Galen dengan datar. Namun, Galen pun tak ambil pusing. Dia ada di sana karena Birru. Dia ingin bersama dengan putranya tak peduli meskipun Levana tidak menyukainya.“Papa udah pulang. Birru tidur, ya. Gosok gigi dulu, ganti pakaiannya juga.” Bersamaan dengan itu, Levana beranjak dari duduknya. Memberikan tatapan tegas pada sang putra.“Tapi, Birru belum ngantuk,
Levana praktis tidak bisa tidur. Keberadaan Galen di rumahnya benar-benar membuat matanya tidak bisa terpejam. Entah sudah berapa kali dia pindah posisi tidur, tetapi kantuk itu tak juga menyapa.Setelah berdebat kecil, akhirnya Levana menyerah dan meminta Galen untuk tidur di kamar tamu. Dia tak setega itu membiarkan ayah dari anaknya itu tidur di sofa. Yang lebih menyebalkan lagi, Galen meminta Fandi untuk mengirimkan pakaian untuknya. Ada satu koper kecil yang dibawakan oleh lelaki itu dan dengan tidak tahu dirinya, Galen mengatakan untuk menginap di sana dalam batas waktu yang tidak ditentukan.“Aku benar-benar bisa gila kalau begini.” Levana bangkit dari baringnya dan menarik napas panjang untuk sekedar mengurai sesak yang tiba-tiba muncul.Ada banyak hal yang dia pikirkan. Bagaimana kalau pada akhirnya nanti dia dianggap sebagai orang ketiga karena membiarkan suami orang menginap di rumahnya? Tentulah ini hanya akan menjadi masalah besar di kemudian hari.Memutuskan untuk keluar
“Kalau begitu, silakan Mas menemui Birru kapan saja kamu mau asal jangan bawa dia menemui keluargamu.”Levana tidak akan bisa menyembunyikan Birru lagi setelah ini. Jika dia mendekap erat Birru dan tidak mengizinkan bertemu dengan ayahnya, bukan tidak mungkin Galen akan merebut paksa Birru dari tangannya.Levana tidak akan pernah membiarkan itu terjadi. Oleh karena itu, dia harus mengambil jalan aman agar kejadian yang tidak menyenangkan itu tidak akan pernah terjadi.“Tolong selalu antarkan dia pulang kembali ke rumah kami kalau kamu mengajaknya keluar. Aku nggak mau Birru mengganggu rumah tangga kamu dengan istrimu, Mas. Ada banyak perempuan yang tidak bersedia menjadi ibu tiri. Kamu pasti paham maksudku, ‘kan?”Selama Levana berbicara, Galen terus menatap perempuan itu dengan lekat. Mendengar setiap kata yang Levana keluarkan. Tidak bisa dipungkiri kalau masih ada getaran yang sama di dalam hatinya seperti yang terjadi beberapa tahun lalu. Namun, dia tak akan membiarkan rasa itu me