Share

Part 7

Author: Loyce
last update Last Updated: 2025-08-11 16:07:51

Benci dan cinta itu beda tipis. Keberadaannya sama-sama di hati dan terkadang, mereka melebur menjadi satu sikap yang membingungkan. Ulasan masa lalu yang tak hentinya berputar di dalam ingatan merusak segala upaya untuk memusnahkan. Luka yang terjadi di masa lalu tak ubahnya cambukan menyakitkan yang tak pernah usai sampai di masa sekarang.

Kali ini kebimbangan tak bisa dienyahkan. Ada satu sisi hatinya yang merindukan, tetapi satu sisi lainnya meneriakkan kebencian. Demi Tuhan, ketenangan itu berubah menjadi kekalutan yang tidak bisa dipadamkan.

“Aku pasti sudah gila,” gumaman itu keluar dari mulut Galen yang merasa kegilaannya bertambah semakin parah.

Dia terus mengontrol isi pikirannya agar tidak melakukan sesuatu yang akan disesalinya. Dorongan kuat yang ada di dalam dirinya untuk menemui Levana dia tekan dalam-dalam agar tidak tumpah dan membuatkan bertindak impulsif. Menekankan kepada dirinya jika dia sangat membenci perempuan itu meskipun dia tahu ada sisi hatinya yang tengah meneriakkan kerinduan.

“Jangan gila, Galen,” bisiknya pada dirinya sendiri. Dia sandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil dan memegang erat kemudi. Pengaruh Levana terhadapan ketenangannya ternyata begitu besar sampai kehidupan yang normal itu harus terusik.

Tidak! Galen menolak untuk luluh pada perasaan mellow yang tiba-tiba saja merasuki relung jiwanya. Dia tekankan sekali lagi pada dirinya sendiri jika Levana bukanlah perempuan yang patut untuk mendapatkan maaf apalagi kesempatan kedua darinya.

Mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, Galen memutuskan untuk menghubungi Fandi untuk memberikan satu perintah yang harus dilakukan. Setelahnya, dia memutuskan untuk melajukan kendaraan roda empat itu dengan kecepatan tinggi. Galen membutuhkan pelampiasan untuk hatinya yang sedang resah.

Di sinilah dia sekarang. Berdiri di depan samsak untuk melampiaskan rasa yang mengganjal di dalam hati. Dia akan memberikan pukulan pada benda mati tersebut sampai dia kelelahan dan berharap setelahnya merasa lega.

“Suatu hari nanti, aku pasti menjadi pantas untuk kamu dan keluargamu, Gal.” Potongan ingatan masa lalu itu tiba-tiba merebak cepat memenuhi kepalanya. “Aku akan bekerja keras untuk itu.”

Levana tidak pernah menunjukkan rendah diri kepada siapa pun. Dia yang hanya hidup sendiri dengan segala kekurangan yang dimilikinya, dia mampu untuk kuliah dengan mencari bea siswa. Dia tak ingin tenggelam dalam kemiskinan terus menerus. Baginya, dengan memutus rantai kemiskinan adalah dengan sekolah tinggi.

“Kamu pantas, Lev. Kamu pantas utukku. Aku yakin keluargaku akan menerima kamu menjadi bagian dari kami.”

Galen sangat mencintai Levana. Dia menjatuhkan hatinya begitu dalam hanya untuk gadis itu. Tidak mudah mendapatkan hati seorang Levana Shava. Dia harus berjuang dan meyakinkan kepada perempuan itu jika dia bersungguh-sungguh. Usahanya tentu saja membuahkan hasil, karena Levana akhirnya menerima dirinya.

Berada di antara anak-anak dari keluarga kaya, tidak membuat Levana merasa terkucilkan. Dia yang mudah bergaul itu nyatanya memiliki teman-teman yang mengerti tentang kondisi hidupnya.

“Levana Shava.” Galen mencengkram pinggiran samsak itu dengan kuat. Melepaskan sarung tangan tinju, lalu melemparkannya ke sembarang arah. “Aku benar-benar membencimu. Demi Tuhan, aku tidak akan pernah memaafkanmu.”

Setelah mengatakan keluhannya pada keheningan malam, Galen memilih kembali ke dalam rumah dan disambut keheningan lain dalam rumah dua lantainya tersebut. Galen berhenti di tengah tangga sambil menoleh ke belakang. Rumah itu adalah rumah yang sama yang dia tempati bersama Levana. Rumah yang dibeli atas kerja kerasnya sebelum perempuan itu meninggalkannya tanpa perasaan.

Sial! Galen tidak pernah menyangka jika hidupnya akan semenyedihkan sekarang. Perempuan yang dicintai sepenuh hati, dia selalu mengupayakan yang terbaik untuknya, tetapi nyatanya semua itu tak cukup menahan Levana untuk tetap tinggal.

Mungkin ibunya dulu benar, tidak seharusnya dia menjadikan Levana istrinya. Perempuan itu memang tak pantas.  

***

“Menurtumu, hadiah ulang tahun apa yang harus saya berikan untuk Birru, Yan?”

Levana mendesah panjang ketika dia tak memiliki ide untuk memberikan hadiah ulang tahun kelima untuk putranya. Birru sudah meminta sesuatu kemarin, tetapi permintaannya yang sangat tidak masuk akal.

Yana yang duduk berhadapan untuk membahas tentang restoran itu langsung memberikan atensinya penuh pada Levana. “Ulang tahunnya diadakan di mana, Bu?” tanya Yana tidak nyambung. “Di restoran sini aja, Bu. Biar lebih meriah. Kita tempatkan di rooftop.”

“Saya juga punya pemikiran seperti itu, Yan. Sekitar pukul lima acara dimulai jadi rooftopnya udah nggak terlalu panas.”

“Nanti biar saya saja yang urus, Bu.”

Levana mengangguk meyetujui. Satu minggu lagi putranya akan genap lima tahun. Bayi satu bulan yang dulu dia bawa dengan derai air mata itu kini sudah semakin tumbuh besar. Demi Tuhan, setelah hari itu, Levana berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjadi ibu yang berguna untuk putranya.

Dia bekerja keras agar putranya tidak merasakan kesulitan dalam hidupnya.

“Kalau soal hadiah, kenapa Ibu nggak tanya kepada Mas Birru aja, Bu? Mungkin dia ingin sesuatu.”

“Dia udah memilih sesuatu untuk hadiahnya, Yan,” ucap Levana. “Hanya saja, permintaannya sangat tidak masuk akal dan saya nggak bisa memberikannya.”

“Kenapa? Kalau bisa, saya akan membantu Ibu untuk mendapatkannya.”

Levana memilih untuk tidak memberi tahu kepada Yana permintaan Birru tersebut. Dia mengalihkan obrolan mereka untuk membahas tentang acara pesta ulang tahun putranya. Masalah kado, Levana akan menanyakan kepada Birru tentang hal itu lagi nanti.

Ketukan pintu menghentikan obrolan Levana dan Yana. Salah satu pelayan memberi tahu kepada Levana jika ada seseorang yang ingin bertemu dengannya. Levana tentu saja meminta agar pelayan itu membawa tamunya untuk datang ke ruangannya.

Yana pun memilih untuk pergi ke ruangannya sendiri dan melanjutkan pekerjaannya. Levana berdiri ketika orang yang ingin menemuinya adalah seorang lelaki. Seingatnya, dia tak memiliki janji dengan siapa pun, tetapi yang pasti, lelaki itu datang pasti untuk membicarakan pekerjaan. Ya, setidaknya itulah yang ada di dalam pikirannya.

“Ibu Levana?” tanya lelaki itu memastikan.

“Benar, Pak. Mari silakan duduk.” Levana menyambutnya dengan sangat baik. Memberikan senyum kecil untuk tamunya.

“Saya Fandi, Bu. Saya datang atas perintah Pak Galen.”

Seketika, senyum itu lenyap tidak berbekas. Dia merasakan segala gundah yang ada di dalam hatinya yang menyerangnya tanpa ampun. Tanpa bisa dicegah, jantungnya bertalu dengan kuat memompa darahnya lebih cepat dari sebelumnya.

“Pak … Galen?” ulang Levana dengan terbata.

“Benar, Bu. Saya asisten pribadi Pak Galen dan saya diperintah untuk menyampaikan sesuatu kepada Ibu.”

Ombak bernama ketakutan itu menggulung Levana. Ketidaktenangan itu seakan mampu membanting Levana tiada ampun sampai membuat tubuhnya menggigil resah. Satu pertanyaan muncul di dalam benaknya, apa yang ingin disampaikan oleh Galen lewat asisten pribadinya?

Satu sisi hatinya merasa ingin tahu, tetapi di sisi lainnya dia merasakan ini adalah sebuah bencana besar.

“Ibu baik-baik saja?” Pertanyaan Fandi mengembalikan kesadaran Levana dari lamunan yang sempat membelenggunya.

“Ya, saya baik-baik saja.” Mencoba mengais ketenangan yang sudah tercecer, Levana memberikan senyum kecil untuk Fandi. “Jadi, apa yang ingin Bapak sampaikan kepada saya?”

Menunda untuk mendengar jawaban hanya akan membuat rasa penasaran Levana semakin besar. Hal itu hanya akan membentuk dugaan yang tidak seharusnya dia pupuk di dalam angannya. Lebih baik dia segera mendengar agar keresahannya segera menguar.

“Bapak ingin bertemu dengan putranya, Bu.”

Satu kalimat itu mampu membuat lubang tak kasat mata di dalam hati Levana. Meskipun dia sudah menduga jika kedatangan Fandi adalah untuk membicarakan tentang Birru, tetapi Levana tak cukup mampu untuk menahan gejolak asing yang muncul di dalam hatinya.

“Kapan Ibu bisa mempertemukan Bapak dengan Mas Birru?”

Bahkan Fandi sudah mengetahui nama putranya. Galen pasti sudah menceritakan banyak hal tentang itu.

Lantas sekarang, apa yang harus Levana katakan kepada asisten pribadi Galen tersebut untuk memberikan kepastian? Bagaimanapun, Galen memiliki hak untuk bertemu dengan putranya. Namun, dia belum siap untuk mengizinkannya.

“Beri saya waktu, Pak.” Akhirnya itulah yang dikatakan oleh Levana sebagai jawaban. “Beri saya waktu untuk bersiap-siap.”

Fandi mengangguk. “Beri saya kepastian waktunya, Bu, agar saya bisa menyampaikan kepada Bapak.”

Lagi, Levana tidak bisa langsung menjawab. Keresahannya semakin membabi buta. Dia khawatir salah bicara dan menimbulkan masalah baru dalam hidupnya. Jauh di dalam sudut hatinya, dia ingin sekali menolak permintaan Galen yang dikirimkan lewat Fandi. Namun, bagaimana caranya dia mengatakan penolakan tersebut.

“Saya tidak bisa memberi kepastian waktunya, Mas,” ucap Levana setelah itu. “Saya perlu waktu untuk semua ini. Kedatangan Bapak yang tiba-tiba membuat saya bingung harus melakukan apa. Tolong sampaikan maaf saya kepada Pak Galen atas hal ini. Beliau bisa menemui Birru, tapi tidak di waktu dekat ini.”

Fandi tampak tidak gentar. Lelaki itu mengeluarkan sedikit ancaman untuk Levana. “Bapak tahu hal ini akan terjadi. Ada dua pilihan yang diberikan oleh Bapak untuk Ibu. Pertama, pertemukan Bapak dengan putranya. Kedua, Bapak akan mengambil putranya secara hukum.”

“Galen nggak berhak melakukan itu!” Levana tidak sadar ketika suaranya meninggi. Mencoba menenangkan dirinya, Levana melanjutkan, “Pak, tolong sampaikan kepada Galen. Saya tidak akan mengganggu hidupnya, tapi tolong jangan ganggu ketenangan saya.”

“Bapak adalah ayah dari Mas Birru, Bu. Beliau juga berhak untuk menemui putranya. Toh yang membawa Mas Birru pergi adalah Ibu. Ibu yang sudah menjauhkan seorang ayah dengan putranya.”

“Saya ….” Levana menghentikan kata-katanya. Dia tak tahu apa yang harus dikatakan untuk Fandi. Benar, semua yang dikatakan oleh Fandi adalah kebenaran.

Akan tetapi, mereka tidak tahu alasan dibalik kepergiannya malam itu. Mereka tidak tahu jika kepergiannya adalah bentuk pengorbanan yang harus dia lakukan untuk suaminya.

Ya Tuhan, Levana ingin menangis. Namun, dia tak mungkin meneteskan air mata di depan orang asing, terlebih lagi adalah asisten pribadi dari seorang Galen.

“Saya akan kembali dua hari lagi, Bu. Saya harap, Ibu bisa bekerja sama dengan baik agar Bapak tidak mengeluarkan titah yang akan membuat Ibu kerepotan.” Fandi meletakkan kartu nama di atas meja. “Atau Ibu bisa menghubungi saya setelah Ibu siap.”

Lelaki itu lantas berdiri dan pamit kepada Levana yang masih membeku di tempat duduknya. Demi Tuhan, Levana seperti dihantam ribuan nuklir di dalam hatinya sampai membuat hatinya koyak tak terbentuk.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 18

    Satu minggu ini, Galen tidak pernah melihat Levana. Perempuan itu seakan menghilang tanpa jejak. Setelah percakapan mereka sore itu, Levana lenyap begitu saja. Dia pernah bertanya kepada Birru ke mana ibunya pergi, tetapi Birru selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mama ada di rumah, Pa.’ Dan hal itu membuat Galen merasa seperti dipermainkan.Kalaupun Levana ada di rumah, seharusnya mereka bisa bertemu. Namun, bahkan ketika Galen sengaja menunggu sampai larut malam, dia sungguh tak bisa menemukan Levana di mana-mana. Keahlian Levana dalam bermain petak umpet seperti patut diacungi jempol.“Kamu nggak bisa menemukan dia juga, Fandi?” bentak Galen ketika asisten pribadinya mengatakan jika dia tak bisa mendeteksi keberadaan Levana. Bahkan di restorannya sekalipun.“Sepertinya Ibu sedang menenangkan diri, Pak. Atau memang sengaja menghindari agar tidak bertemu Bapak.”“Saya tahu kalau dia memang sedang menghindar dari saya.” Galen berteriak kesal. “Tapi kenapa dia harus menghilang tanpa jejak

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 17

    Levana memilih tidak menanggapi sindirian pedas dari Galen. Dia berlalu begitu saja dari hadapan lelaki itu untuk mendekati Birru yang masih cemberut. Levana tahu dia memang egois, tetapi untuk pergi bersama dengan Galen, rasanya dia benar-benar tidak bisa. Dia teguhkan hatinya, dia percayai lelaki itu membawa Birru pergi tanpanya. Levana yakin Birru tetap akan kembali ke dalam pelukannya.“Birru marah sama Mama?” Levana menunduk untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya. “Jadi, Birru ingin Mama tetap pergi dengan Birru dan tidak bekerja?” Meskipun dia mengatakan dengan lembut, tetapi mengandung ketegasan dalam suaranya.Ditatapnya mata sang putra dengan tegas untuk memberikan pemahaman kepada Birru jika tidak semua hal bisa dia dapatkan. Birru tampaknya paham jika ibunya tengah memberikan peringatan kepadanya.Kepala kecilnya menunduk dan kedua tangannya memainkan ujung tali tasnya. Tidak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia bungkam seribu bahasa.“Birru. Mama tahu Birr

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 16

    Galen menendang ranjang di kamar yang ditempatinya dengan emosi memuncak. Pertengkaran dengan Levana beberapa waktu lalu membuatnya tak bisa menahan dirinya. Dia bertanya kepada dirinya sendiri kenapa dia marah kepada Levana hanya karena perempuan itu pergi tengah malam, benarkah karena Birru, atau ada sepercik kekhawatiran untuk Levana?Jika dia tidak peduli dengan Levana, seharusnya dia tak perlu marah dengan apa pun yang dilakukan oleh perempuan itu. Nyatanya, ketika dia tahu Levana pergi tengah malam, justru dia yang repot-repot meminta nomor perempuan itu kepada Suster lalu menelponnya.Rasa nyeri di kakinya tidak dia hiraukan. Mengusap wajahnya dengan kasar, Galen mencoba menenangkan pikirannya yang amburadul tidak karuan.“Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiranku?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Kenapa aku menjadi kehilangan akal?” Memijat pelipisnya, Galen mencoba mengurai benang kusut yang membelit kewarasannya.Jika dia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, ini hanya ak

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 15

    “Papa!” Birru sedikit berteriak melihat ayahnya sampai di rumah. Tampak kebahagiaan yang berpendar dari tatapannya.Sejak tadi bocah itu enggan untuk tidur dan terus mengatakan akan menunggu kepulangan sang ayah. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Galen baru saja sampai di rumah. Ada banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan untuk menghilangkan segala gundang yang sesekali menghantam jiwanya.“Hallo, Jagoan! Birru sedang apa?” Galen mendekati putranya lalu mencium puncak kepalanya.Duduk di sofa yang sama dengan Levana lelaki itu mendekap erat putranya. Levana sejak tadi tidak mengatakan apa pun dan hanya menatap Galen dengan datar. Namun, Galen pun tak ambil pusing. Dia ada di sana karena Birru. Dia ingin bersama dengan putranya tak peduli meskipun Levana tidak menyukainya.“Papa udah pulang. Birru tidur, ya. Gosok gigi dulu, ganti pakaiannya juga.” Bersamaan dengan itu, Levana beranjak dari duduknya. Memberikan tatapan tegas pada sang putra.“Tapi, Birru belum ngantuk,

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 14

    Levana praktis tidak bisa tidur. Keberadaan Galen di rumahnya benar-benar membuat matanya tidak bisa terpejam. Entah sudah berapa kali dia pindah posisi tidur, tetapi kantuk itu tak juga menyapa.Setelah berdebat kecil, akhirnya Levana menyerah dan meminta Galen untuk tidur di kamar tamu. Dia tak setega itu membiarkan ayah dari anaknya itu tidur di sofa. Yang lebih menyebalkan lagi, Galen meminta Fandi untuk mengirimkan pakaian untuknya. Ada satu koper kecil yang dibawakan oleh lelaki itu dan dengan tidak tahu dirinya, Galen mengatakan untuk menginap di sana dalam batas waktu yang tidak ditentukan.“Aku benar-benar bisa gila kalau begini.” Levana bangkit dari baringnya dan menarik napas panjang untuk sekedar mengurai sesak yang tiba-tiba muncul.Ada banyak hal yang dia pikirkan. Bagaimana kalau pada akhirnya nanti dia dianggap sebagai orang ketiga karena membiarkan suami orang menginap di rumahnya? Tentulah ini hanya akan menjadi masalah besar di kemudian hari.Memutuskan untuk keluar

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 13

    “Kalau begitu, silakan Mas menemui Birru kapan saja kamu mau asal jangan bawa dia menemui keluargamu.”Levana tidak akan bisa menyembunyikan Birru lagi setelah ini. Jika dia mendekap erat Birru dan tidak mengizinkan bertemu dengan ayahnya, bukan tidak mungkin Galen akan merebut paksa Birru dari tangannya.Levana tidak akan pernah membiarkan itu terjadi. Oleh karena itu, dia harus mengambil jalan aman agar kejadian yang tidak menyenangkan itu tidak akan pernah terjadi.“Tolong selalu antarkan dia pulang kembali ke rumah kami kalau kamu mengajaknya keluar. Aku nggak mau Birru mengganggu rumah tangga kamu dengan istrimu, Mas. Ada banyak perempuan yang tidak bersedia menjadi ibu tiri. Kamu pasti paham maksudku, ‘kan?”Selama Levana berbicara, Galen terus menatap perempuan itu dengan lekat. Mendengar setiap kata yang Levana keluarkan. Tidak bisa dipungkiri kalau masih ada getaran yang sama di dalam hatinya seperti yang terjadi beberapa tahun lalu. Namun, dia tak akan membiarkan rasa itu me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status