Share

Part 6

Author: Loyce
last update Huling Na-update: 2025-08-10 07:44:37

Levana memijat pelipisnya sedikit keras untuk mengahalau rasa sakit di kepalanya. Dia tak bisa tidur semalaman dan harus bekerja di pagi harinya. Sebenarnya tak ada yang mengharuskan Levana pergi ke restoran untuk memantau pegawainya karena dia sudah memiliki seorang manajer. Namun, dia akan menjadi lebih sinting jika hanya ada di rumah.

Permintaan Birru semalam membuatnya merasakan ada remasan di dalam hatinya. Levana selalu memberi pengertian kepada bocah itu jika ayahnya pergi bekerja di tempat yang jauh dan suatu hari nanti pasti akan pulang. Namun, Birru hanyalah anak-anak yang menginginkan kehadiran seorang ayah di sisinya. Jadi, terkadang permintaan tak masuk akal pun terlontar seperti semalam.

“Ibu sakit?” Namanya Yana dan dialah sang manajer di restoran tersebut.

“Sedikit sakit kepala, Yan. Ada apa?” tanya Leva kemudian. Menyorotkan ekspresi penasaran dalam tatapannya.  

“Hanya ingin menyampaikan kepada Ibu kalau kita sudah memiliki tambahan karyawan baru. Di bagian dapur, juga pelayan.”

“Begitu? Oke, kamu urus aja.” Levana kali ini benar-benar tidak memiliki banyak tenaga untuk membahas apa pun dengan Yana. Dia hanya ingin diam di ruangannya tanpa melakukan apa pun.

Ada rasa nyeri di dalam hatinya yang membuatnya tidak berselera untuk melakukan sesuatu. Kemunculan Galen yang tiba-tiba serta permintaan Birru yang tidak masuk akal mampu membuat konfrontasi di dalam kepalanya. Benar-benar membuatnya sakit kepala.

Seharusnya dia tak perlu memikirkan permintaan Birru yang mengada-ada, tetapi percayalah jika itu mampu memengaruhinya. Levana mencoba menenangkan dirinya untuk sesuatu yang tidak seharusnya dia pikirkan. Mensugesti dirinya sendiri agar tidak terbawa pada arus yang tidak semestinya.

“Kamu kenapa, Yan?” Levana mengernyitkan kepalanya ketika perempuan itu masih ada di depannya dan tidak segera pergi dari ruangannya. “Kamu masih mau bicara?”

Yana tampak ragu untuk mengatakan sesuatu kepada Levana membuat ibu anak satu itu berdecak. “Yan, bicara aja ada apa. Saya sedang nggak mau main tebak-tebakan.”

Yana tampak ragu, tetapi dia memutuskan untuk mengangguk. “Pukul dua belas nanti, seharusnya saya pergi ke tempat klien untuk demo makanan yang akan mereka pakai di acara pernikahan. Tapi, calon mertua saya tiba-tiba saja datang ke Jakarta dan meminta kami bertemu, Bu. Saya ….”

“Saya akan menggantikan kamu,” putus Levana dengan cepat. “Kamu bisa menemui calon mertua kamu.”

“Tapi, Ibu kelihatan nggak sehat.” Yana tampak khawatir. Yana adalah manajer pertama dan sampai sekarang masih nyaman bekerja di restoran tersebut.

Sebenarnya, Levana ingin memisahkan bisnis restoran dan catering, tetapi untuk sementara waktu dia masih menjadikan satu. Usaha cateringnya belum terlalu banyak yang menggunakan. Oleh karena itu dia memilih untuk menggabungkan terlebih dulu. Setelah kateringnya nanti berjalan, barulah dia akan membuat tim katering sendiri.

“Yan, saya hanya sedikit pusing. Hanya membutuhkan istirahat sebentar dan saya akan membaik.” Levana meyakinkan manajernya tersebut.

Ya, Levana tidak boleh memanjakan dirinya untuk memikirkan masa lalu yang sudah terlepas. Dia sudah berjuang selama ini sampai di titik sekarang. Suasana hati yang keruh tak harus membuatnya mengacaukan segalanya.

Yana akhirnya keluar dari ruangan Levana setelah diyakinkan jika Levana bisa. Beberapa customer memang terkadang memilih on site tasting di mana pihak catering yang mendatangi mereka dengan membawa sampel makanan.

Levana keluar dari ruanganya di lantai dua setelah merasa lebih baik. Dia terus menekan perasaanya agar dalam kendalinya. Menyisir lantai bawah yang masih sepi pengunjung itu dengan tatapannya. Restoran buka pukul sepuluh pagi dan masih berjalan setengah jam yang lalu.

“Ibu akan berangkat sekarang?” tanya petugas kasir. “Tasternya masih dibuat, Bu.” Begitu katanya.  

“Ya, selesaikan dulu. Supir ada, ‘kan?” tanyanya.

“Ada, Bu.”

Levana memilih menunggu sambil berdiri menghadap dinding kaca untuk bisa melihat lalu lalang kendaraan di jalanan. Dia beberapa kali menarik napasnya panjang untuk mengeluarkan segala sesak yang entah kenapa tiba-tiba saja menggelung hatinya tiada henti.

Sebenarnya apa yang sedang ingin Tuhan tunjukkan kepadanya? Disaat dia merasa kehidupannya sudah tertata dengan baik, kemunculan Galen membuat masa lalu yang pernah mereka jalani seolah merebak tak terkendali.

Ingatan masa-masa muda mereka seakan terus memutar memori kenangan manis yang pernah mereka alami. Demi Tuhan, Levana ingin menangis saja rasanya.

“Bu.” Panggilan itu akhirnya bisa membuatnya mengenyahkan segala keberisikan yang ada di dalam pikirannya.

Memutar tubuhnya, dia langsung mengangguk. “Sudah siap?” tanyanya memastikan.

“Sudah, Bu. Supir sudah ada di depan.”

Levana lagi-lagi hanya mengangguk dan tersenyum tipis sebelum keluar dari restoran. Memantapkan langkah, dia harus melupakan segala hal yang berbau masa lalu. Masa depannya masih panjang dan dia harus menapakinya dengan hati-hati jika tidak ingin terjerambat jatuh kembali. Hal itu hanya akan menambah luka atau bahkan menyobek luka lama yang sebenarnya tidak benar-benar sembuh.  

***

“Kita pergi sekarang, Pak?” tanya itu dilontarkan oleh Fandi untuk Galen. Mereka sudah berada di dalam mobil selama setengah jam dan mengamati tempat di depannya dengan suasana yang beku.

Galen mengetatkan rahangnya. Kedua tangannya pun mengepal dengan kuat seolah dia ingin melampiaskan segala emosi yang berkecamuk di dalam kepalanya itu lewat pukulan. Galen bahkan sudah mengabaikan pertanyaan Fandi sang asisten pribadi.

“Bapak ingin mengikutinya?” tanya Fandi lagi membuat Galen mendengus marah.

“Untuk apa saya mengikutinya. Tidak ada gunanya.” Lelaki itu dengan kasar menarik dasi yang seakan membelit lehernya. “Kita kembali ke kantor,” tegasnya masih dengan mengais kewarasan pada dorongan amarah yang membelenggu dirinya.

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Galen tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Isi kepalanya terasa bising luar biasa. Seharusnya dia tak perlu datang ke tempat itu hanya untuk membuat perasaannya hancur lebur seperti sekarang.

Setelah pertemuan tak sengaja terjadi kemarin, Galen tidak bisa tenang. Ada gejolak amarah yang muncul dalam dirinya yang sudah terpendam begitu lama. Levana adalah sebuah bentuk nyata dari hantu masa lalu yang membuatnya harus merasakan patah hati yang paling menyakitkan.

Tanpa pertimbangan, perempuan itu meninggalkannya tanpa menoleh. Membawa serta buah hatinya yang saat itu baru berusia satu bulan. Luka yang diterorehkan di hatinya begitu dalam sampai dia merasa tidak bisa mendeskripsikan rasa benci yang dia punya untuk perempuan itu.

“Bapak mau dibuatkan kopi?” Fandi mengekori Galen yang sekarang sudah masuk ke dalam ruangannya. Aura bosnya itu seakan mengeluarkan asap sehitam pekat dan suasana hatinya jelas sedang berantakan.

“Cancel jadwal hari ini, Fan. Dan jangan ganggu saya.”

“Tidak bisa, Pak.” Fandi dengan santai menolak permintaan Galen yang membuat lelaki itu seketika menoleh dan memberikan tatapan tajam kepada asprinya tersebut. “Kemarin, Bapak sudah menunda beberapa pekerjaan Bapak yang seharusnya Bapak kerjakan. Tapi, hari ini tidak bisa lagi atau semua pekerjaan Bapak akan lebih berantakan.”

“Kamu bisa membuat ulang jadwalnya, Fan.”

Kecuali Fandi, tidak ada manusia di kantor Sekala yang berani melawan Rajendra. Apa pun yang diminta dan dititahkan oleh Rajendra harus dilakukan. Namun, Fandi adalah wujud nyata dari pengendali seorang Rajendra.

Sebenarnya bukannya Rajendra takut dengan asprinya sendiri. Hanya saja, Fandi bisa mengeluarkan sifat galaknya. Rajendra terkadang akan bersikap menyebalkan dengan meminta menjadwal ulang semua kegiatannya. Hal itu akan membuat jadwal yang sudah tersusun rapi pun menjadi berantakan.

“Maaf, Pak. Tidak bisa. Bapak tetap harus menjalankan jadwal yang sudah tersusun.”

“Fandi!” Rajendra mengetatkan rahangnya dengan kuat. Ubun-ubunnya seakan terbakar ketika mendengar ucapan lelaki itu.

“Bapak bisa istirahat sampai jam makan siang. Setelah itu, tepat pukul dua nanti, Bapak memiliki pertemuan dengan Baga Persada untuk pengiriman global mereka.”

Perusahaan Rajendra bergerak dibidang Logistik pengiriman. Juga memiliki anak perusahaan dibidang Pariwisata dan Perhotelan. Rajendra tentu selalu menemui klien-klien besar untuk kerja sama tetap berjalan.

“Fandi!”

“Iya, Bapak. Saya di sini.” Fandi sudah bekerja dengan Rajendra sejak beberapa tahun lalu dan dia tahu betul jika dia harus melakukan ini.

“Kamu ingin menghancurkan perusahaan dengan meminta saya untuk meeting di saat isi kepala saya sekacau ini, Fan?”  

“Justru saya tidak ingin perusahaan menjadi hancur dengan membiarkan Bapak melewatkan pertemuan. Kita tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan.” Fandi memberikan senyum kecilnya. “Saya akan membawakan kopi untuk Bapak sebagai teman Bapak menenangkan diri.”

Tidak perlu waktu lama untuk Fandi keluar dari ruangan lelaki itu dan kembali membawakan secangkir kopi untuk bosnya tersebut. Tanpa mengatakan apa pun, dia meletakkan cangkir kopi itu di depan Galen yang sudah duduk manis di kursi kerjanya.

Tatapannya menghunus tajam ke arah Fandi, tetapi Fandi hanya menampilkan ekspresi tidak terganggu sama sekali. Fandi tahu, Rajendra pasti akan tetap pergi meeting saat waktunya tiba nanti.

Rajendra melepaskan napasnya kasar ketika Fandi sudah keluar dari ruangannya. Jika dia tak mengingat lelaki itu sudah bekerja bersamanya dalam waktu yang lama, atau mengingatkannya jika hanya Fandi yang mampu mengatasi semua jadwalnya yang terkadang serabutan itu, Rajendra pasti sudah menendang Fandi keluar dari perusahaannya.

“Levana,” ucapnya menyebut nama sang masa lalu. “Kamu benar-benar sialan. Setelah sekian lama, kamu muncul merobek luka lama yang belum sembuh sempurna.” Menutupnya rapat, sebuah pemikiran terlintas di dalam kepalanya dan dia merasa harus melakukan itu. Ya, dia harus melakukannya untuk membalas Levana.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 18

    Satu minggu ini, Galen tidak pernah melihat Levana. Perempuan itu seakan menghilang tanpa jejak. Setelah percakapan mereka sore itu, Levana lenyap begitu saja. Dia pernah bertanya kepada Birru ke mana ibunya pergi, tetapi Birru selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mama ada di rumah, Pa.’ Dan hal itu membuat Galen merasa seperti dipermainkan.Kalaupun Levana ada di rumah, seharusnya mereka bisa bertemu. Namun, bahkan ketika Galen sengaja menunggu sampai larut malam, dia sungguh tak bisa menemukan Levana di mana-mana. Keahlian Levana dalam bermain petak umpet seperti patut diacungi jempol.“Kamu nggak bisa menemukan dia juga, Fandi?” bentak Galen ketika asisten pribadinya mengatakan jika dia tak bisa mendeteksi keberadaan Levana. Bahkan di restorannya sekalipun.“Sepertinya Ibu sedang menenangkan diri, Pak. Atau memang sengaja menghindari agar tidak bertemu Bapak.”“Saya tahu kalau dia memang sedang menghindar dari saya.” Galen berteriak kesal. “Tapi kenapa dia harus menghilang tanpa jejak

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 17

    Levana memilih tidak menanggapi sindirian pedas dari Galen. Dia berlalu begitu saja dari hadapan lelaki itu untuk mendekati Birru yang masih cemberut. Levana tahu dia memang egois, tetapi untuk pergi bersama dengan Galen, rasanya dia benar-benar tidak bisa. Dia teguhkan hatinya, dia percayai lelaki itu membawa Birru pergi tanpanya. Levana yakin Birru tetap akan kembali ke dalam pelukannya.“Birru marah sama Mama?” Levana menunduk untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya. “Jadi, Birru ingin Mama tetap pergi dengan Birru dan tidak bekerja?” Meskipun dia mengatakan dengan lembut, tetapi mengandung ketegasan dalam suaranya.Ditatapnya mata sang putra dengan tegas untuk memberikan pemahaman kepada Birru jika tidak semua hal bisa dia dapatkan. Birru tampaknya paham jika ibunya tengah memberikan peringatan kepadanya.Kepala kecilnya menunduk dan kedua tangannya memainkan ujung tali tasnya. Tidak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia bungkam seribu bahasa.“Birru. Mama tahu Birr

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 16

    Galen menendang ranjang di kamar yang ditempatinya dengan emosi memuncak. Pertengkaran dengan Levana beberapa waktu lalu membuatnya tak bisa menahan dirinya. Dia bertanya kepada dirinya sendiri kenapa dia marah kepada Levana hanya karena perempuan itu pergi tengah malam, benarkah karena Birru, atau ada sepercik kekhawatiran untuk Levana?Jika dia tidak peduli dengan Levana, seharusnya dia tak perlu marah dengan apa pun yang dilakukan oleh perempuan itu. Nyatanya, ketika dia tahu Levana pergi tengah malam, justru dia yang repot-repot meminta nomor perempuan itu kepada Suster lalu menelponnya.Rasa nyeri di kakinya tidak dia hiraukan. Mengusap wajahnya dengan kasar, Galen mencoba menenangkan pikirannya yang amburadul tidak karuan.“Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiranku?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Kenapa aku menjadi kehilangan akal?” Memijat pelipisnya, Galen mencoba mengurai benang kusut yang membelit kewarasannya.Jika dia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, ini hanya ak

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 15

    “Papa!” Birru sedikit berteriak melihat ayahnya sampai di rumah. Tampak kebahagiaan yang berpendar dari tatapannya.Sejak tadi bocah itu enggan untuk tidur dan terus mengatakan akan menunggu kepulangan sang ayah. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Galen baru saja sampai di rumah. Ada banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan untuk menghilangkan segala gundang yang sesekali menghantam jiwanya.“Hallo, Jagoan! Birru sedang apa?” Galen mendekati putranya lalu mencium puncak kepalanya.Duduk di sofa yang sama dengan Levana lelaki itu mendekap erat putranya. Levana sejak tadi tidak mengatakan apa pun dan hanya menatap Galen dengan datar. Namun, Galen pun tak ambil pusing. Dia ada di sana karena Birru. Dia ingin bersama dengan putranya tak peduli meskipun Levana tidak menyukainya.“Papa udah pulang. Birru tidur, ya. Gosok gigi dulu, ganti pakaiannya juga.” Bersamaan dengan itu, Levana beranjak dari duduknya. Memberikan tatapan tegas pada sang putra.“Tapi, Birru belum ngantuk,

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 14

    Levana praktis tidak bisa tidur. Keberadaan Galen di rumahnya benar-benar membuat matanya tidak bisa terpejam. Entah sudah berapa kali dia pindah posisi tidur, tetapi kantuk itu tak juga menyapa.Setelah berdebat kecil, akhirnya Levana menyerah dan meminta Galen untuk tidur di kamar tamu. Dia tak setega itu membiarkan ayah dari anaknya itu tidur di sofa. Yang lebih menyebalkan lagi, Galen meminta Fandi untuk mengirimkan pakaian untuknya. Ada satu koper kecil yang dibawakan oleh lelaki itu dan dengan tidak tahu dirinya, Galen mengatakan untuk menginap di sana dalam batas waktu yang tidak ditentukan.“Aku benar-benar bisa gila kalau begini.” Levana bangkit dari baringnya dan menarik napas panjang untuk sekedar mengurai sesak yang tiba-tiba muncul.Ada banyak hal yang dia pikirkan. Bagaimana kalau pada akhirnya nanti dia dianggap sebagai orang ketiga karena membiarkan suami orang menginap di rumahnya? Tentulah ini hanya akan menjadi masalah besar di kemudian hari.Memutuskan untuk keluar

  • Rahasia Kepergian Istriku   Part 13

    “Kalau begitu, silakan Mas menemui Birru kapan saja kamu mau asal jangan bawa dia menemui keluargamu.”Levana tidak akan bisa menyembunyikan Birru lagi setelah ini. Jika dia mendekap erat Birru dan tidak mengizinkan bertemu dengan ayahnya, bukan tidak mungkin Galen akan merebut paksa Birru dari tangannya.Levana tidak akan pernah membiarkan itu terjadi. Oleh karena itu, dia harus mengambil jalan aman agar kejadian yang tidak menyenangkan itu tidak akan pernah terjadi.“Tolong selalu antarkan dia pulang kembali ke rumah kami kalau kamu mengajaknya keluar. Aku nggak mau Birru mengganggu rumah tangga kamu dengan istrimu, Mas. Ada banyak perempuan yang tidak bersedia menjadi ibu tiri. Kamu pasti paham maksudku, ‘kan?”Selama Levana berbicara, Galen terus menatap perempuan itu dengan lekat. Mendengar setiap kata yang Levana keluarkan. Tidak bisa dipungkiri kalau masih ada getaran yang sama di dalam hatinya seperti yang terjadi beberapa tahun lalu. Namun, dia tak akan membiarkan rasa itu me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status