Christian baru saja menghabiskan malamnya dengan Clara, gadis istimewa miliknya. Clara sudah terbiasa dengan sikap dingin Christian selama beberapa bulan ini. Dia sendiri semakin tak peduli dengan sikap Christian yang seperti itu.
Perasaan benci yang dirasakannya pada awal pertemuan lambat laun menimbulkan benih-benih cinta di dalam hati Clara, meski dia tahu perasaan itu akan selamanya bertepuk sebelah tangan. Karena Christian bukan tipe laki-laki yang bisa bertahan dengan satu perempuan sampai kapan pun.
Berada di dekatnya saja, Clara sudah merasakan lebih dari bahagia. Walaupun dia tahu resikonya, cepat atau lambat ketika Christian merasa dia tak lagi istimewa baginya, maka dia harus siap untuk dicampakkan seperti barang usang yang tak lagi dibutuhkan.
Christian mengajak Clara keluar ke sebuah mall. Diajaknya Clara menuju sebuah butik mahal yang menjual barang-barang bermerk dengan harga selangit.
“Ambil yang kau butuhkan,” ucap Christian melepaskan pegangannya pada tangan Clara.
“Kau tak mau menemaniku ke dalam?” tanya Clara.
“Aku tak suka berlama-lama,” jawabnya singkat.
“Baiklah.”
“Bawa kartu ini, gunakan jika kau sudah menemukan barang yang kau mau,” ujar Christian lagi, seraya menyerahkan sebuah kartu platinum pada Clara. Ketika Clara masuk ke dalam butik, Christian memilih untuk berdiri di railing mall dan bersandar.
Lamunannya terhenti ketika didengar suara tangisan seorang anak laki-laki yang tak jauh dari tempatnya berdiri dan menunggu Clara.
Christian melihat seorang anak laki-laki berambut pirang keemasan, dengan bola mata berwarna hijau, dengan wajah menggemaskan sedang menangis kebingungan. Christian sedikit tertarik dan mulai mendekati anak laki-laki itu.
“Kenapa kau menangis?” tanya Christian dengan intonasi suara yang sangat lembut.
“Aku terpisah dari Mama,” jawab anak laki-laki itu sesekali menyeka ingus di hidungnya. Kedua matanya yang bulat terlihat lucu di mata Christian. Entah kenapa wajahnya mengingatkan pada dirinya sewaktu masih di usia yang sama dengan anak laki-laki itu.
“Mamamu meninggalkanmu?” tanya Christian sekali lagi.
Anak laki-laki itu menggeleng. Ujung lengan bajunya dijadikan lap untuk membersihkan kedua matanya yang sembab karena menangis.
“Aku melepaskan tangan mama lalu berjalan ke toko mainan. Mama tak sadar kalau aku sudah tak mengikutinya,” jawab anak itu dengan lancar.
“Kau mau ikut denganku? Kita ke bagian informasi, kita panggil mamamu, bagaimana?” ajak Christian pada anak kecil itu.
“Aku tak berani ikut orang asing.”
“Kenalkan namaku Christian,” kata Christian seraya mengulurkan tangannya.
“Jack,” balas anak kecil bernama Jack itu. Jack masih bingung, kepalanya terus mengikuti gerakan orang-orang yang melintas di depannya, berharap mamanya ada di antara kerumunan orang-orang yang hilir mudik.
“Kau mau ikuti saranku?” tanya Christian dengan sesungging senyum tipis yang jarang sekali diperlihatkannya. Senyuman itu terlihat begitu hangat. Jack merasa orang di hadapannya dapat dipercaya. Jack meraih tangan Christian.
Christian membawa Jack ke bagian informasi dan meminta pria yang sedang berada di consierge untuk memanggil ibu dari anak itu. Dia meminta untuk segera mengumumkannya. Entah mengapa Christian begitu senang melihat wajah imut Jack. Sesekali dia mengacak rambut Jack kemudian memainkan pipi bocah lelaki berusia enam tahun itu.
“Tuan, apa kau melihat anak lelaki ini?” tanya Audrey pada seorang lelaki tua yang melintas di sampingnya seraya memperlihatkan foto seorang anak laki-laki di handphonenya.
Lelaki tua yang ditanya Audrey menggeleng. Lemas rasanya lutut Audrey ketika tak satu pun orang yang ditanya menjawab tak pernah melihat sosok anak laki-laki yang ada pada foto.
“Astaga Jack. Aku harus mencarimu ke mana, kenapa kau melepaskan tangan mama,” desah Audrey frustasi. Anak laki-laki satu-satunya, kesayangannya yang selalu ada bersamanya, hilang tiga puluh menit yang lalu di antara keramaian dan hiruk pikuk.
Tak lama kemudian didengarnya suara panggilan dari pengeras suara di mall. Menyebutkan ada seorang anak laki-laki yang tersesat dan mencari ibunya.
Christian masih bersama Jack, diberikannya microphone yang berada di tangan laki-laki di bagian informasi kepada Jack.
“Kau panggil mamamu, dia pasti akan mengenali suaramu,” ujar Christian.
Jack menurut, diambil microphone yang disodorkan Christian padanya. Jack pun membuka suara, “Mama! Aku menunggu mama di bagian informasi. Mama, aku takut!”
Audrey yang mendengar suara Jack di pengeras suara, langsung menghambur menerobos keramaian. Dia berlari sekuat tenaga, mencari bagian informasi. Saat dia menemukan tempat yang ditujunya meski dari jarak 50 meter, dia tahu laki-laki yang sedang bersama Jack.
Wajah Audrey memucat seketika, dia tak mempercayai pemandangan yang ada di depan matanya. Kedua matanya memandang wajah Christian dengan penuh kebencian.
“Kenapa dia bisa bersama Jack?” ucap Audrey pada dirinya.
Sementara Christian masih terus menemani Jack, dia terlihat sangat peduli dengan anak laki-laki kecil itu, tak sedetik pun dilepasnya pegangan pada tangan Jack. Christian sendiri tak mengerti, ada perasaan hangat yang mengalir pada dirinya ketika tangan mungil itu menggenggam erat tangannya.
Audrey melangkah perlahan. Dia berharap, Christian tak mengingat wajahnya. Jika Christian masih mengingat wajahnya, maka habislah Audrey. Audrey merasakan kedua telapak tangannya menjadi sangat dingin perasaan gugup yang dihadapinya saat ini. Jantungnya berdegup sangat kencang.
Hanya tinggal satu meter lagi dia akan berhadapan langsung dengan laki-laki yang membuatnya hancur tanpa sisa dan menyisakan luka padanya dulu.
“Permisi,” ucap Audrey ketika sudah berada di hadapan Christian dan Jack.
“Ya? Apa kau ibu dari Jack?” tanya Christian tanpa rasa bersalah. Wajahnya menunjukkan dia tak mengenal perempuan cantik berambut panjang di hadapannya saat ini.
Audrey mengepalkan tangannya. Ah, seandainya saja kau tahu, Christian!
“Benar. Bisa berikan Jack padaku,” pinta Audrey menahan agar dia bisa menjaga emosinya saat ini. Suaranya sedikit bergetar.
Jack yang merasa senang melihat Audrey, langsung menghambur ke pelukan Audrey ketika Audrey membuka lebar kedua tangannya.
“Maafkan Mama,” kata Audrey kemudian mengecup kening Jack.
“Maaf, apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Christian tiba-tiba. Sejak tadi, Christian terus memperhatikan wajah cantik di depannya tanpa berkedip. Dia merasa wajah itu sangat familiar, tapi dia lupa pernah bertemu di mana, atau hanya kebetulan saja mirip?
Audrey menggeleng cepat, kakinya ingin buru-buru pergi meninggalkan bagian informasi.
“Sebentar, aku seperti pernah melihatmu,” kata Christian sekali lagi membuat langkah Audrey semakin tertahan.
“Sudah kukatakan, kau tak mengenalku,” jawab Audrey cepat lalu menundukkan kepalanya.
Christian yakin dia pernah bertemu dengan Audrey sebelumnya. Keningnya mengerut menyatukan kedua alis tebal miliknya. Christian berusaha keras mengingat wajah Audrey.
“Aku ha-harus pergi. Terima kasih sudah menolong anakku,” pamit Audrey. Dia harus segera pergi, jangan sampai Christian mengingat apa pun. Jangan sampai!
Audrey menggendong Jack, kemudian dengan cepat berlalu dari hadapan Christian. Christian yang tadinya ingin mengejar Audrey membatalkan niatnya ketika tangan Clara menggamit lengannya.
“Kenapa kau ingin mengejar perempuan itu?” tanya Clara penasaran.
“Wajahnya tak asing. Aku seperti pernah melihatnya, tapi aku lupa kapan aku bertemu dengannya,” jawab Christian.
Sebenarnya Clara tak suka jika Christian membicarakan wanita lain, apalagi membicarakan percumbuannya dengan wanita-wanita semalam yang dibayarnya. Sangat memuakkan. Tapi apa yang bisa diperbuat Clara, dia sendiri bukan siapa-siapa bagi Christian. Hanya sebatas pelacur istimewa yang tertindas.
“Mungkin mantan kekasihmu,” sindir Clara agak cemburu.
“Aku tak pernah memiliki mantan. Sejak dulu aku tak pernah berhubungan serius dengan siapa pun. Kau tak perlu cemburu, karena suatu hari aku akan melepasmu. Jadi tak perlu menyindirku. Sindiranmu tak mempan, justru kalimatmu akan berbalik menyakiti dirimu sendiri,” balas Christian tak lebih pedasnya dari kata-kata Clara yang hanya beberapa kata.
‘Bajingan kau, Chris!’ batin Clara.
Sekarang yang harus Chris pikirkan bagaimana cara dia mengambil kembali Audrey, sedangkan wanita itu sudah mencintai Lody, sepupu sekaligus asistennya yang dulu selalu bersikap seperti seekor anjing setia padanya, tetapi sekarang dia sudah berani menentang."Kau itu hanya terobsesi pada tubuh wanita itu, bukan karena kau benar-benar menginginkannya, Chris!" seru Howard, lalu menertawakan ekspresi wajah Chris. Chris dibuat tidak berkutik dengan kata-kata Howard.Chris merasa tertantang oleh kata-kata Howard, namun dalam hatinya, keputusannya untuk mendapatkan kembali Audrey tidak bisa dipertimbangkan lagi. Dia tahu dia harus bertindak cepat sebelum semuanya terlambat."Mungkin kau benar, aku memang terobsesi. Tapi aku rasa, itu tidak salah, Ayah. Aku tidak suka saat melihat perempuan itu bersama Lody, aku benci hal itu. Aku ... aku menginginkan Audrey, aku tidak bisa memberikan alasannya," ucap Chris.Howard terkekeh, geli melihat ucapan Chris padanya. Jadi Chris mengatakan, sekarang
Howard tertawa saat mendengar ucapan Chris. Apa laki-laki itu sadar dengan ucapannya? Baru kali ini dia mendengar apa yang dikatakan oleh Chris dan sangat tidak masuk akal baginya. “Coba kau katakan sekali lagi padaku, apakah aku tidak salah mendengar?” “Aku ingin membawa anakku dan perempuan yang menjadi ibu dari putraku ke sini, apakah kau keberatan?” Chris mengulangi kembali pertanyaan meski terasa enggan, dia menekan gengsi dan ego di dalam diri hanya demi mengatakan hal tersebut pada Howard. “Tidak, aku tidak akan pernah mengijinkan kau membawa anak haram ke rumahku.” Howard tidak menyukai anak kecil, baginya mereka berisik dan mengganggu! Howard menatap tajam Chris, ekspresinya tidak menyisakan ruang untuk tawar-menawar. Dia bisa merasakan kemarahan memuncak di dalam dirinya. Anak haram itu, pikirnya, menjadikan situasi semakin rumit. "Chris, kau tahu betul peraturan rumah tanggaku. Aku tidak akan mentolerir adanya anak di sini yang bukan hasil dari pernikahan sah," Howard m
Brent berpikir, Audrey saja tidak begitu dekat dengannya, lalu dia menanyakan hal ini secara tiba-tiba tentu akan membuat wanita itu berpikir jika dia adalah pria kurang waras, kan?“Leon, apa menurutmu aku harus bertanya pada Audrey masalah ini? Lalu bagaimana jika ternyata bukan dia, pasti wanita itu akan menganggap jika aku adalah orang yang tidak waras,” kata Brent pada Leon.Leon tertawa, daripada Brent terus menerus merasa penasaran, ada baiknya dia bertanya langsung saja pada Audrey kan?“Brent, kau sudah mencari gadis kecil itu sejak dulu, tidak ada salahnya kau mendekati Audrey secara baik-baik dan bertanya padanya. Wanita itu bukan pemakan manusia, aku yakin dia tidak keberatan menjawab pertanyaanmu,” ucap Leon, meyakinkan Brent jika sebuah pertanyaan harus segera diselesaikan dengan tuntas sehingga tidak membuatnya mati penasaran!“Lalu bagaimana jika dia justru memarahiku?” Brent seketika merasa pesimis untuk bertanya pada Audrey, dia belum siap jika Audrey sampai memarahi
Chris tiba di apartemen miliknya, kedua matanya memandangi sekeliling. Aroma Audrey masih tersisa di dalam ruang tidurnya. Dia sendiri merasa heran, masih saja terus memikirkan wanita itu? “Aku benar-benar sudah gila, tidak seharusnya aku terus memikirkan wanita itu. Ada apa dengan diriku?” Chris mengumpat dirinya sendiri, rasanya kesal, dia tidak tahu apa yang tengah terjadi pada dirinya saat ini. Apakah mungkin saat ini dirinya benar-benar mulai merasa candu pada Audrey? Dia tidak bisa melupakan tubuh Audrey sama sekali, rasanya ada keinginan untuk terus menyentuh, menaklukan wanita itu di bawah tubuhnya. Bukan hanya sekadar menginginkan wanita itu menjadi pemuas hasrat bagi dirinya. Lody sendiri tidak menghubunginya semenjak bertengkar dengan dirinya, rasanya saat ini diri Chris benar-benar hanya seorang diri. “Aku akan meminta Audrey untuk bersamaku, Lody harus mau melepaskan wanita itu. Dia tidak memiliki hak apa pun atas dirinya, aku yang paling berhak, dia memiliki anak dar
Audrey terdiam, menatap Lody dengan intens. Wajah tampan milik Lody dan ketulusan hati pria itu telah membuatnya lulus, dia mencintai pria yang kini berada di bawah tubuhnya.“Beritahu aku di mana saja dia sempat menyentuh, maka biarkan aku yang memberikan jejak baru pada tubuhmu,” ucap Lody. Pria itu pun mengubah posisinya, membaringkan dengan lembut tubuh Audrey, seakan tubuh wanita itu terbuat dari kristal yang rapuh dan mudah pecah.“Dia menyentuh hampir di seluruh tubuhku, Lody. Jika sudah seperti itu, maka apa yang akan kau lakukan?” tanya Audrey. Kedua mata berwarna biru terang menatap sendu pada pria yang sangat dicintainya, Audrey berharap ... tidak akan pernah ada lagi nama Chris dalam kehidupannya!“Kalau begitu, biar aku aku yang memberikan jejak baru pada tubuhmu, Audrey,” kata Lody. Tanpa banyak bicara, dia mengecup kening Audrey, kedua mata Audrey terpejam, menikmati setiap sentuhan yang diberikan Lody padanya.Tak ada perasaan malu dalam diri Audrey, menghadapi pria ya
Kondisi Leon sudah diketahui, beruntung saat itu dia mendapatkan pertolongan di awal, jika tidak ... mungkin pria itu benar-benar kehabisan darah akibat ulah konyol Chris padanya.Lody sendiri diberitahukan jika Leon berada di rumah sakit saat ini, kondisinya sudah mulai membaik. Pria itu tidak mengerti dengan tingkah Chris. Dia bisa melakukan apa pun di saat pikirannya sedang kalut dan dipenuhi oleh amarah. Menyakiti Leon yang jelas-jelas tidak memiliki kesalahan pada Chris, adalah sebuah perbuatan konyol dan bodoh!Lody sendiri sudah kembali ke apartemen Audrey, dia melihat Audrey sudah siuman dan tengah duduk di meja makan, menyantap sepotong sandwich.“Audrey, kau sudah bangun. Mana Jack?” tanya Lody, seraya menutup pintu apartemen.“Hm, dia sedang bersama Nicole di apartemennya. Kau dari mana, aku pikir kau pergi meninggalkanku,” ucap Audrey lirih. Ketika dia bangun dia tidak mendapati sosok Lody di sisinya, membuat Audrey merasa sedih.Audrey pikir, Lody meninggalkan dirinya dan