Share

Adu Argumen

“Semua sudah, Ms. Presley?”

Presley yang sedang memandangi isi lemarinya menoleh ke belakang. Dia sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Bart berdiri, menunggu dengan sikap layaknya pelayan yang sedang menunggu majikannya, dan ini membuatnya risih.

“Apa Ariston sudah selesai?”

“Belum Ms. Presley.”

“Presley saja,” ujarnya sebelum kembali menatap isi lemarinya. Ariston bersikeras dia harus ikut. Apa yang ada diotak pria itu? Untuk apa dia mengikuti perjalanan bisnis Ariston?

“Anda tidak perlu melakukan itu.”

Presley mengernyit, jelas tidak mengerti. Apa yang tidak perlu dia lakukan?

“Pakaian anda sudah di siapkan. Semua kebutuhan Anda sudah ada di dalam kapal.”

Presley melotot. Butuh tiga detik penuh untuk menyerap informasi yang dia dengar. Ariston sudah menyiapkan semuanya? Ouh, laki-laki berengsek itu bisa melakukan apa pun seenaknya bukan? Presley yang gusar berjalan dengan langkah lebar. Wajahnya memerah dan ini bukan karena dia malu.

“Di mana Ariston?” tanyanya ketus, lupa kalau Bart tidak bersalah.

“Tuan Ariston ada di taman lantai atas Ms. Presley.”

Presley segera melangkah menuju lantai tiga. Dia belum pernah menginjakkan kaki ke sana, tapi itu bukan masalah dia bisa melakukan penjelajahan jika diperlukan. Kakinya melangkah dengan tidak sabaran. Ariston tidak bisa melakukan hal ini seenaknya. Pria arogan itu harus belajar tidak semua yang dia inginkan harus menjadi kenyataan dan Presley akan membuktikannya. Presley mendorong pintu dan langsung membeku.

Ini …

Mulutnya kering dalam usaha menahan diri memekik kegirangan. Ini pemandangan terindah dan terbaik yang pernah dia lihat. Presley tidak bisa menahan diri. Dia melangkah dengan kaki gamang. Sepasang visual tajamnya langsung menatap air laut biru yang memesona. Air laut berkilaun laksana butiran mutiara yang bertaburan dengan indahnya. Menyilaukan sekaligus memukau. Eurmopoli selalu memiliki kesan tersendiri dibanding kota Yunani lainnya, tapi dia tidak pernah berpikir kalau menatap Ermoupoli dari ketinggian ratusan meter di atas laut ini begitu memabukkan. Presley tanpa sadar menahan napas.

“Indah bukan?”

Presley berbalik dan langsung bertatapan dengan Ariston yang tersenyum angkuh menatap ekspresinya. Sialan!

“Tempat ini selalu menjadi favoritku.”

Presley langsung tahu alasannya. Lantai tiga disiapkan khusus untuk tempat bersantai. Ada kolam renang pribadi, kursi malas untuk berjemur, taman kecil berisi bunga-bunga indah bersulur kehijauan bahkan ada bar kecil tidak jauh dari kolam renang. Dengan semua ini dan juga laut yang membentang sempurna, tidak mengherankan jika seorang Ariston menyukai tempat ini. Dia sendiri tidak akan pernah bosan dengan tempat menakjubkan ini.

“Butuh sesuatu? Aku pikir ada alasan tertentu kau menyambangi tempat ini Ms. Presley.” Satu alis Arison terangkat. “Kau bisa bergabung denganku jika kau mau.” Dan dengan kurang ajar Ariston menyusuri tubuh Presley dari kepala sampai kaki.

Presley memusatkan perhatian sepenuhnya pada Ariston dan baru menyadari ketelanjangan pria itu.

“Apa yang kau lakukan?” pekiknya saat menatap tubuh setengah telanjang Ariston. Dia segera membelakangi Ariston.

“Maksudnya?”

Sial, Ariston hanya mengenakan celana boxer.

“Ap-apa kau tidak bisa mengenakan pakaian yang lebih pantas?”

“Kau pikir apa yang orang kenakan ketika berenang? Baju kerja?” dengus Ariston geli. Dia berjalan dengan santai dari hadapan Presley, mengabaikan suara tercekik wanita itu.

“Kupikir kau akan berangkat sekarang?”

“Kita. Kita yang akan berangkat Presley, dan karena aku memiliki jet pribadiku sendiri aku bisa mengatur jadwal sesukaku,” balas Ariston sambil lalu, sekarang berjalan menuju bar kecil dan menuangkan minuman untuk dirinya sendiri. “Kau mau?” tawarnya.

Presley menggeleng keras-keras. “Tidak, terima kasih.”

Ariston mengangkat bahu dan mulai meneguk minumannya.

“Kau mau berenang? Sepertinya mereka juga menyiapkan pakaian renang untukmu, kau bisa—“

“Tidak. Bukan itu tujuanku kemari.”

Ariston menarik napas tajam. “Tidak pernah ada yang menyela ucapanku Ms. Presley dan aku mengharapkan hal yang sama darimu.”

“Maaf,” ujarnya ketus.

“Jadi, apa yang kau inginkan?”

Presley menatap Ariston marah. Diingatkan kembali alasannya menyambangi pria ini, keberanian Presley muncul dengan cara yang mengejutkan.

“Aku tidak butuh pakaian-pakaian itu, Ariston. Aku memiliki pakaianku sendiri. Kau tidak perlu melakukan hal itu. Jika kau ingat dengan baik, aku tidak ingin pergi bersamamu.”

“Aku mau.”

“Tidak. Hanya karena kau mau bukan berarti kau harus. Bukan seperti itu deskripsi pekerjaan yang kubayangkan,” balasnya keras kepala. “Aku pelayan, bukan wanitamu dan aku jelas bukan budakmu.”

Sudut mulut Ariston terangkat. Dia menggoyang-goyang gelasnya dengan gerakan malas, namun tatapannya yang membakar berhasil membuat Presley merasa panas.

“Kepatuhan mutlak.”

Apa?

“Aku menginginkan hal itu dari semua pekerjaku Presley, jangan lupakan itu. Bukankah aku sudah memperingatkanmu?”

Kepatuhan mutlak, itu berarti menyetujui apa pun yang diperintahkan Ariston. Ini benar-benar mengerikan.

“Dan aku tahu semua pakaianmu menyedihkan. Kau harusnya senang karena aku membuat semua fantasi wanita terjadi padamu. Pakaian mewah, jalan-jalan, dan seorang pria kaya raya.”

Kata terakhir diucapkan Ariston dengan nada menghina membuat kemarahan Presley mendidih seperti bara api. Matanya berkilat penuh benci.

“Apa kau selalu berhasil mendapatkan semua keinginanmu?” tanyanya sinis.

Ariston meneguk minumannya. Sudut mulutnya terangkat. “Sejujurnya? Ya. Aku selalu mendapatkan semua yang kuinginkan.” Tatapan Ariston yang merendahkan membuat Presley yakin kalau sebentar lagi dia akan meledak.

“Aku tidak bisa melakukannya. Aku mundur,” putusnya tegas dan dia sadar ini yang dia inginkan sejak memasuki neraka Ariston. Rasanya menyesakkan berada satu ruangan dengan orang yang sangat kau benci hingga membuat perutmu mual.

“Kau apa?” Suara dingin tanpa nada itu terasa berbahaya.

“Aku mengundurkan diri. Aku tidak bisa melanjutkannya. Kau bisa mencari wanita lain untuk kau beri kesenangan Ariston, tapi itu bukan aku.” Dan setelah mengatakan apa yaang ingin dia katakan, Presley melangkah mendekati pintu.

“Kau siap membayar biaya kerugian kalau begitu.”

Apa? Presley mengerjap, sadar kalau jantungnya berhenti berdetak.

Wajah malaikat berhati iblis itu kembali tersenyum angkuh. “Kontrak kerja. Aku pikir kau membacanya dengan baik. Ada denda bagi orang yang melanggar perjanjian dan itu tidak sedikit. Kecuali kau memiliki uang sebanyak itu Ms. Presley, yang kuragukan kau punya, aku sarankan sebaiknya kau ikuti aturan ini.”

Kedua tangan Presley mengepal hingga buku-buku tangannya memutih. Bibirnya bergetar dan terkatup rapat. Mata hijaunya bertemu dengan mata biru gelap yang menyala dengan kilat kekuasaan tak berbatas dan Presley sungguh muak melihatnya.

“Kau brengsek.”

“Senang kau menyadarinya.”

“Aku membencimu.”

“Bukan hal pertama yang kudengar, meski sejujurnya aku meragukannya. Ini pertama kalinya,” kekeh Ariston.

Presley tidak tahu apa maksudnya, tapi dia tidak akan mau repot-repot bertanya.

Ariston mengangkat gelasnya, mengarahkannya pada Presley. Senyum yang sangat dibenci Presley itu kembali menghiasi wajah Ariston.

“Jangan buru-buru Ms. Presley, aku yakin kau punya rencana tertentu untukku. Jangan merusak kesenangannya, kita baru saja memulainya.”

Bagaimana … bagaimana laki-laki ini bisa tahu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status