Share

Sebuah Kebenaran

Berdiri di sini, di atas yacht mewah membuat Presley merasa kecil. Seumur hidup, dia menghabiskan waktunya hanya dengan bekerja dan bekerja. Dia tidak punya waktu sekedar untuk bersantai dan menikmati hidup. Namun sekarang, dia di sini memandangi laut mediterania bersama salah satu miliuner paling berkuasa di Yunani.

Presley memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang menerpa kulitnya. Ini menyenangkan. Dia merasa bebas.

 “Ini.”

Presley membuka mata. Ariston mengangsurkan gelas berisi anggur padanya. “Tidak, terima kasih.”

“Kau tidak suka minum.”

Denganmu? Tentu saja tidak.

“Aku bukan peminum yang baik,” ungkapnya jujur.

“Kau pernah mabuk?”

Kenapa mereka membahas hal ini? Presley mengernyit. Dia tidak ingat kapan terakhir kali dia kehilangan kesadaran. Sudah lama sekali.

“Dulu.”

“Kau tidak suka bercerita tentang hidupmu, ya?”

“Tidak ada yang menarik tentangku.”

Ariston mengangkat gelas ke mulutnya, ikut memandang laut seperti yang dilakukan Presley.

“Sejak kapan kau memtuskan menjadi pelayan?”

Presley menoleh, sedikit terkejut mendengar pertanyaan Ariston. Apa laki-laki ini sedang menyelidikinya?

“Aku tidak memutuskan ingin menjadi pelayan. Keadaan membuatku melakukannya.”

“Kau menyalahkan keadaan atas ketidakberdayaanmu?”

Presley mengernyit. “Tidak semua orang terlahir dengan sendok perak di mulutnya. Beberapa orang terpaksa melakukan apa saja agar bisa bertahan hidup.”

Ariston menggeleng, garis mulutnya melengkung ke atas. “Kau salah.”

“Maaf?”

“Manusia lemahlah yang memutuskan untuk menyalahkan keadaan. Mereka terlalu pengecut untuk bertarung dan mengambil risiko. Kau pikir semua orang kaya hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa?” ucap Ariston menyeringai. Dia merentangkan tangan, tersenyum angkuh.

“Kami bekerja delapan belas jam perhari.”

Presley membelalak mendengarnya.

“Jangan terkejut begitu,” kekeh Ariston. “Kami melakukannya karena menyukainya. Kekuasaan terlalu menggoda untuk diabaikan.”

Presley mengamati penampilan santai Ariston. Laki-laki itu mengenakan celana selutut dengan kemeja yang kancingnya sepenuhnya terbuka, mempertontonkan otot-otot dadanya yang keras dan tanpa lemak. Presley berusaha keras mengabaikan pemandangan menggiurkan itu. Ariston adalah gambaran pria sempurna yang akan membuat wanita mana pun jatuh dalam jerat pesonanya tanpa laki-laki itu bahkan bersusah payah berusaha. Mungkin dia tidak harus melakukannya. Para wanita pasti selalu mengerubunginya seperti ngengat. Apa itu yang dirasakan adiknya? Pikiran ini membuatnya muram dan tanpa sadar Presley mengambil jarak.

“Apa perjalanan ini seharusnya lama?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Ariston tersenyum, menikmati kegelisahannya. Berengsek.

“Tidak. Apa kau pernah menaiki kapal sebelumnya?”

“Tidak.”

“Pernah keluar negeri sebelumnya?”

Presley menatap Ariston. Matanya menyipit. “Kenapa kau bertanya?”

“Hanya penasaran,” balas Arston sambil lalu.

“Kenapa kau bersikeras aku harus ikut? Aku hanya pelayan dan sejauh yang kutahu dan aku tahu aku benar, kau memiliki pelayan di bumi mana saja kau menginjakkan kaki. Kenapa?” Apa Ariston tahu alasannya bekerja padanya? Pembicaraan terakhir yang mereka lakukan di lantai tiga penthouse pria itu membuatnya gelisah.

“Karena aku mau.”

Mata Presley menyipit. “Tentunya tidak sesederhana itu.”

“Selalu sederhana denganku, Ms. Presley. Selalu sederhana.” Dan Ariston melenggang pergi dengan keanggunan yang membuat wanita manapun iri. Ariston berhenti, tersenyum culas. “Dan berhubung kau mengingatkan, pelayan selalu ada di mana pun tuannya berada, kan?”

Presley bungkam, memilih tindakan yang paling aman sekarang adalah tidak berkomentar apa pun.

“Sebentar lagi kita akan mendarat dan tiba di bandara Nasional Syros, terbang ke Athena setelah itu Italia.” Ariston terlihat bangga dengan dirinya sendiri. Matanya berkilat dengan humor yang membuat Presley sejenak kehilangan pegangan, membuat kebencian yang dia rasakan sekejap menguap dan Presley benci menyadarinya. Dia tidak boleh terlena dengan pesona Ariston. Tujuannya jelas dengan mendatangi laki-laki ini, batin Presley mengingatkan dirinya sendiri.

Hancurkan Ariston dan menghilang.

***

Presley menikmati pelayanan jet pribadi Ariston dengan decakan kagum. Dia tidak pernah naik pesawat terbang dan kemewahan ini memabukkan hingga rasanya terlalu sulit membayangkan kalau dia ada di sini. Di tempat mewah dengan miliuner Yunani paling tampan dan juga paling berkuasa.

Ariston sibuk dengan telepon dan juga berkas-berkas di depannya, sepenuhnya mengabaikan kehadiran Presley dan Presley senang karenanya. Dia bisa menikmati ini untuk dirinya sendiri. Seorang pramugari menghampirinya dan mengatakan sesuatu yang tidak dia mengerti. Bahasa Italia?

“Dia bertanya apa kau butuh sesuatu?” Ariston membuka suara, menatap makanannya yang masih utuh. “Tidak suka?”

Presley menggeleng lemah. “Bukan, perutku masih penuh.”

Ariston menatap pramugari dengan tubuh super model itu, mengatakan sesuatu dengan cepat. Pramugari itu tersenyum dan undur diri.

“Apa yang kau katakan?” tanya Presley curiga.

Ariston tersenyum. “Kenapa? Kau sepertinya takut. Tenang, aku tidak membunuh wanita.”

“Jika bukan wanita berarti kau bisa melakukannya?”

Senyum Ariston menghilang digantikan dengan ekspresi dingin tak terbacanya. Kilat mengerikan membayangi mata biru gelap itu dan Presley tanpa sadar menjilat bibirnya.

“Jangan melakukan itu.”

“Melakukan apa?”

“Menjilat bibirmu, kecuali kau mau aku menciummu.”

Presley melotot. “Tidak lucu!”

Satu alis Ariston terangkat. “Apa aku terlihat seperti bercanda, Ms. Presley?”

Suasana mendadak berubah diantara mereka. Tarikan magnet yang membuat darah berdesir membuat mereka berdua membeku. Rasa panas menjalari tubuh Presley sampai ke lehernya, dan Presley tanpa sadar kembali menjilat bibirnya. Ekspresi Ariston menggelap.

“A-aku mau ke toilet,” ujar Presley gugup, meninggalkan rasa panas di belakangnya dan setengah berlari menuju toilet.

***

Sial, sial, sial. Apa yang baru saja dia katakan? Ariston ngeri sendiri dengan reaksi tubuhnya terhadap tubuh lezat Presley. Wanita itu gugup dan dia memakluminya. Tidak ada yang bersikap tenang saat berhadapan dengannya. Wajah Presley yang memerah karena ucapannya kembali memenuhi kepala Ariston seperti gumpalan air bah yang siap meledak dan Ariston membencinya. Dia tidak suka reaksi tubuhnya terhadap Presley. Sebelum dia tahu rencana wanita itu, dia tidak akan melepaskannya.

Ariston meraih teleponnya dan menekan beberapa tombol. “Periksa kamarnya, dan cari tahu apa pun yang mencurigakan,” tukasnya sebelum memutuskan sambungan. Dia harus melakukan sesuatu.

Ariston merasakan gerakan dari belakangnya dan dia segera memperbaiki sikapnya. “Apa aku membuatmu takut?”

Presley kembali duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Ariston.

“Sedikit,” akunya.

Setidaknya wanita ini jujur tentang ketakutannya, batin Ariston saat memandangi wajah Presley.

“Apa?” tanya Presley menantang.

“Kau tahu kenapa aku menerimamu Ms. Presley? Di saat semua pelayan yang bekerja untukku seharusnya memiliki kualifikasi yang mumpuni dalam pekerjaannya?”

Presley menelan ludah susah payah. Matanya melebar panik dan Ariston menikmatinya. Wanita ini perlu disadarkan posisinya dan keinginan konyolnya untuk balas dendam adalah hal paling menyedihkan yang bisa dia bayangkan. Tentu saja dia tahu Presley ingin balas dendam. Hanya itu alasan masuk akal kenapa wanita ini bersikeras ingin bekerja padanya.

Ariston melipat kakinya. Satu tangannya mengusap-ngusap dagunya dengan gerakan teratur. Matanya tidak pernah berpaling dari Presley yang sekarang duduk dengan tidak nyaman.

“Karena kau tahu aku baik dalam pekerjaanku?”

Ariston menggeleng, senyum yang tidak menyentuh matanya kembali terukir di wajahnya. “Karena kau satu-satunya wanita yang tidak tertarik padaku.”

Presley membelalak tidak percaya.

“Kau membenciku, Ms. Presley dan aku bertanya-tanya, apa ini karena adikmu yang mati bunuh diri?”

Darah serasa meninggalkan tubuh Presley mendengar kalimat Ariston. Laki-laki itu mengatakannya dengan nada santai tapi dia bisa merasakan bahaya mengancam dibaliknya.

“Kau ingin membalas kematian adikmu, bukan?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status