Bagaimana caranya memasuki kamar pria itu tanpa harus dicurigai? Penthouse ini pasti dilengkapi dengan CCTV dan segudang penjagaan lainnya. Presley menggigit bibir bawahnya, kebiasaan yang dia lakukaan saat gugup. Dia harus menemukan cara bagaimana bisa dekat dengan Ariston tanpa seorang pun mencurigainya.
Dia mondar-mandir di dapur paling bersih dan lengkap yang pernah dia lihat dengan seragam kerjanya—rok hitam dipadu dengan kemeja putih dengan rompi putih—rambut merahnya ditata capol.
Apa yang harus dia lakukan agar bisa dekat dengan Ariston?
“Kau baik-baik saja?”
Presley terlonjak dan mengumpat pelan. Tangannya bergerak menyentuh dadanya.
“Apa kau butuh sesuatu?” tanyanya saat melihat Ariston berdiri di ujung pintu dengan setelan kerjanya. Pria itu siap memulai hari.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku.”
“Aku sedang mempelajari dapur ini saat kau tiba-tiba masuk dan mengejutkanku.”
“Apa Bart belum menjelaskan semuanya?”
“Sudah, hanya saja butuh waktu untuk memahami semuanya. Apa kau butuh sesuatu?” tanyanya kembali menolak merasa terintimidasi dengan tatapan menusuk Ariston.
“Siapkan sarapanku yang biasa,” tukas Ariston datar setelah keheningan aneh yang menyelimuti mereka.
Presley membuang napas begitu dia sendirian di dapur. Ini gila, batinnya ngeri. Laki-laki itu memiliki aura yang membuat sekujur tubuhnya seperti dialiri listrik. Presley mengerjap, bersiap menyiapkan sarapan untuk Ariston.
“Tidak, batalkan. Jika mereka pikir kita akan melunak lakukan hal sebaliknya. Buat mereka belajar akibat dari mempermainkan Kavakos. Beri mereka pelajaran agar mereka tahu kecurangan akan memberikan akibat mengerikan. Terus lakukan pemantauan dan pastikan membuat mereka menyesal.”
Presley berjengit melihat kemarahan Ariston. Laki-laki itu berbahaya, Presley menyadarinya hanya dalam pertemuan pertama mereka. Setiap kalimat Ariston adalah perintah tak terbantahkan. Apa laki-laki itu bahkan tahu bagaimana cara tersenyum?
“Ada yang lucu?”
Suara rendah bernada ancaman itu berhasil menarik Presley dari dunia khayalnya. Presley segera memperbaiki ekspresinya. Ariston menatapnya dengan satu alis melengkung. Tidak ada ekspresi di sana, membuat Presley bertanya-tanya bagaimana Ariston melewati harinya dengan semua kemarahan itu.
“Tidak ada,” ujarnya pelan, meletakkan nampan berisi makanan di atas meja kerja Ariston.
“Ada lagi yang kau butuhkan?”
Senyum culas terkembang di wajah Ariston. “Apa kau bodoh Ms. Presley? Haruskah aku mengatakan semua keinginanku? Bukankah tugasmu mencari tahu kebutuhanku atau laki-laki memang terbiasa mengatakan apa yang mereka inginkan padamu?”
Mendadak saja kebencian mengisi setiap sel tubuhnya. Presley berusaha keras menahan diri agar tidak melakukan tindakan bodoh yang akan merugikan dirinya sendiri. Laki-laki ini tidak memiliki perasaan, batinnya mengingatkan. Presley menarik napas panjang-panjang.
“Maaf.”
“Bagus. Aku tidak suka orang lamban dan bodoh, ingat itu Ms. Presley.”
Presley tidak berkomentar, sebagai gantinya dia berjalan undur diri tanpa menoleh ke belakang.
“Dasar laki-laki brengsek. Apa dia pikir memiliki uang berarti bisa bertindak seenaknya?” geram Presley marah. Tangannya terangkat mengipasi dirinya sendiri. Dia berjalan mondar-mandir. Ini buruk, sangat buruk. Datang ke tempat terkutuk ini adalah pilihan paling buruk yang pernah dia lakukan.
Dia baru bekerja sehari di rumah yang lebih mirip kuburan ini dan sekarang dia gatal ingin mencabik-cabik laki-laki dingin dengan mulut tajam itu? Presley kembali mengulang tindakan menenangkannya. Dia menarik napas dalam-dalam, dan mengeluarkannya secara perlahan.
“Kau baik-baik saja?”
Presley yang baru saja merasakan ketenangan terlonjak mendengar ucapan lembut penuh perhatian itu. Ada apa dengan penghuni rumah ini yang selalu suka mengejutkan orang? Bart menatapnya penuh selidik. Kedua alisnya tertaut dengan bibir terkatup rapat. Apa yang lucu?
“Aku baik,” balas Presley acuh.
“Kau terlihat kesal.”
Apa sejelas itu?
“Tidak, aku hanya sedang berpikir bagaimana menguasai dapur ini secepatnya. Apa koki yang memasak di rumah ini ada di sini?”
Bart menggeleng. “Mereka datang sebentar lagi. Mereka tidak tidur di sini.”
“Tidak?” pekiknya terkejut. Lalu kenapa Ariston menempatkannya di sini? Apa laki-laki itu berencana merayunya seperti yang dilakukannya pada adiknya Eva? Pemikiran ini kembali membuat darahnya mendidih.
“Tidak, Tuan Ariston tidak suka berbaur dan keheningan adalah apa yang selalu dia inginkan dalam hidup.”
“Lalu kenapa aku ada di sini? Apa hanya aku yang tinggal di rumah ini?”
Bart tersenyum simpati. “Ini pertama kalinya Tuan Ariston mengizinkan orang lain tinggal di rumahnya.”
Permainan apa yang sedang dimainkan laki-laki dingin itu? Apa dia pikir tindakannya akan membuat seorang Presley bertekuk lutut? Dasar laki-laki berengsek, batinnya penuh benci.
“Apa Ariston selalu di sini?”
“Tidak, Tuan Ariston sering bepergian, sebentar lagi Tuan Ariston akan berlayar dengan kapalnya. Dia akan terbang ke Italia selama beberapa hari.”
Yah, Ariston yang berkuasa pasti memiliki jam kerja seperti orang gila kebanyakan. Dia bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk meneliti seluk beluk Ariston, mengetahui rahasia gelapnya. Tidak ada rahasia yang bertahan selamanya dan dia akan menemukan apa pun yang berusaha disembunyikan Ariston dan menunjukkannya pada dunia. Kehancuran Kavakos akan menjadi mimpi terindahnya.
***
Ariston menyesap brendi dari gelasnya. Matanya tidak pernah beralih dari layar besar yang ada di ruangan pengawas. Tentu saja dia memiliki kamera CCTV dan alat pelindung lainnya. Menjadi keluarga Kavakos berarti keharusan bersikap hati-hati dan waspada. Bahaya bisa mengintai dari mana pun termasuk dari gadis berambut merah yang memutuskan memasuki sarang serigala demi menuntaskan dendam remeh yang terdengar menggelikan.
Ariston menyeringai. Dia sudah mengamati Presley selama beberapa waktu terakhir dan belum melihat pergerakan wanita itu. Apa yang direncanakan wanita itu dengan memasuki penthousenya? Apa wanita itu bermaksud merayunya? Pemikiran ini sangat menggelikan hingga Ariston tertawa saat membayangkannya. Betapa naifnya.
Ariston merasa tenggorokannya tercekik saat layar memperlihatkan Presley keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk.
“Sialan,” umpatnya dan segera menjauh. Dia tidak bisa membiarkan segala sesuatu diluar kendali. Ariston menghabiskan minumannya dan berjalan ke luar. Dia tahu apa yang harus dia lakukan. Ariston turun ke lantai bawah, tempat di mana kamar Presley berada.
“Ms. Presley,” seru Ariston saat berada di depan pintu kamar Presley. Butuh beberapa saat sampai pintu terbuka. Wanita itu sudah berganti pakaian dengan baju tidur lengan panjang yang terlihat lusuh. Lebih baik, batin Ariston.
“Ya?”
“Kita berangkat besok.”
Presley kebingungan dan dia mengerti.
“Kau ikut denganku ke Italia.”
Presley mendorong tubuh Ariston saat dia masih punya kekuatan untuk melakukannya.“Kupikir kau ingin kita minum,” serunya lembut, berusaha menunjukkan wajah cerianya. Dia menatap ke mana pun kecuali pada Ariston.“Ada apa?”Pertanyaan itu seperti sengatan listrik. Presley berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya meski saat ini dia merasa kalut. Ariston bukan orang yang mudah dibohongi.“Bukan apa-apa, aku hanya merasa lelah, Ariston.”“Kau tahu kalau kau ini pembohong yng payah?” Ariston mendekat dan Presley merasa jantungnya seperti siap meninggalkannya.Saat pria itu berdiri tepat di depannya, Presley yakin kalau suara detak jantungnya bisa di dengar pria itu.Kedua tangan Ariston mengurung Presley di dinding.“Kau tidak mau mengatakanya padaku?”Presley cepat-cepat menggeleng sebelum kinerja otaknya berantakan dan dia tidak bisa berpikir. Pandangan Ariston jatuh pada bibirnya dan langsung memberikan efek pada perutnya. Beruntung, saat Presley yakin dia tidak akan selamat suara bu
Sekali lagi.Mereka terjebak dan berada dalam pelarian. Presley menatap Ariston yang tengah fokus menyetir. Rahang mengeras dan otot-otot wajahnya yang terlihat jelas menunjukkan kalau pria itu marah.Terkadang dia benar-benar lupa betapa kaya dan berkuasanya seorang Ariston. Dua hal yang pasti akan menarik minat banyak orang khususnya para pencari berita. Presley menoleh ke belakang hanya karena merasa perlu, meski kecepatan mobil Ariston membuatnya ragu kalau wartawan itu bisa mengejar mereka.“Wartawan itu tidak akan mengejar kita jika itu yang kau takutkan.”Presley memiringkan badannya sehingga fokusnya sepenuhnya pada Ariston. “Apa memang selalu seperti ini? Kau dikejar dan dikerubungi wartawan di mana pun kau berada?”Ariston tertawa mencemooh. “Saat kau memiliki kekayaan yang bisa menundukkan siapapun, percayalah kau akan jadi mangsa yang menarik bagi siapapun.”“Apa kau tidak bisa mengatasinya? Membuat wartawan menjauhimu?”Ariston menatap Presley sebentar. “Menurutmu kenapa
“Ketika ayahku terlalu mabuk atau terlalu marah dengan semuanya biasanya dia menggunakan tangan pada ka—maksudku aku untuk melampiaskannya. Dia bisa sangat marah ketika aku bertindak tidak masuk akal.”“Tidak masuk akal?”Ariston mengangkat bahu enggan, jelas sekali topik ini membuatnya tidak nyaman.“Ya. Aku menentangnya disetiap kesempatan, bentuk pemberontakan anak remaja dan saat itu terjadi aku biasanya melarikan diri ke sini dan wanita itu akan memberiku makan.”“Berapa usiamu saat hal itu terjadi?” tanya Presley penasaran.Seorang pelayan datang dan meletakkan makanan di meja mereka. Presley merasa air liurnya hampir menetes melihat makanan yang disajikan. Tangannya secara refleks mengambil sendok namun langsung mengaduh kesakitan.Presley merasakan gerakan di sampingnya dan ternyata Ariston sedang menggeser tempat duduknya. Pria itu sekarang duduk persis di sampingnya.“Ada apa?”“Kau tahu, Presley, saat kau butuh bantuan yang perlu kau katakan hanya memintanya.”Presley menge
“Proses pemulihannya lebih cepat dari yang kuperkirakan.”Presley tersenyum mendengar penuturan dokter yang memeriksanya.“Apa ini berarti sebentar lagi tangan saya akan bisa digerakkan dengan normal?” tanyanya antusias.Dokter wanita berambut sebahu itu tersenyum menyetujui.“Tetap saja, berhati-hati lebih bagus. Nah, obat ini akan membantu mempercepat pengeringan luka dan juga mengurangi rasa sakit di lengan dan telapak tanganmu.”Presley mengulurkan tangannya yang tidak terluka untuk meraih resep yang disodorkan, namun sebuah tangan besar mendahuluinya. Dia menoleh, menatap Ariston yang sejak tadi hanya diam dan menyimak. Ekspresi wajah pria itu tidak menunjukkan apa pun.“Terima kasih,” ucap Ariston datar. Pria itu berdiri seolah sudah tidak sabar meninggalkan ruangan. Kening Presley berkerut.“Ayo, kita pergi!”Meski heran, Presley memutuskan untuk menurut. Setelah sedikit mengangguk pada dokter yang memeriksanya dia mengikuti langkah Ariston.“Ada apa?” tanyanya langsung.“Apany
Presley hampir meloncat karena kaget. Dia berbalik dan mengumpat pelan. Sepertinya dia harus mulai membiasakan diri dengan kehadiran Ariston yang mendadak.“Apa yang kau lakukan di sini? Kupikir kau memintaku bersiap untuk makan malam?”Ariston mengangkat bahu. Dia berjalan dan menutup pintu di belakangnya.“Aku tahu kau akan melakukannya.”“Melakukan apa?”Saat Presley mengikuti arah pandang Ariston seketika dia sadar kalau tangannya masih menyingkap pakaian yang dia kenakan sampai menunjukkan perutnya. Buru-buru Presley menurunkan bajunya.“Aku bisa melakukannya.”“Dengan tangan terluka seperti itu?”“Itu bukan masalah. Sedikit rasa sakit sebagai pengingat agar lebih berhati-hati. Selalu ada hal positif untuk setiap peristiwa yang terjadi,” ucapnya melantur berhasil membuat sudut mulut Ariston terangkat.Saat pria itu berdiri di depannya, Presley menahan napas.“Aku sudah pernah melihat seluruh tubuhmu, Presley. Kenapa kau harus malu? Kau memiliki tubuh yang indah.”Wajah Presley me
Presley menatap Marta, tapi gadis itu sedang menatap Ariston. Bikini one piece yang dikenakan gadis itu membalut tubuhnya yang sempurna. Presley meringis, seandainya dia memiliki tubuh seperti itu.“Kau pikir apa yang kau lakukan?” ujar Ariston datar.“Aku bosan dan Presley tidak membutuhkan bantuanku. Bagaimana menurutmu?” Marta memutar-mutar badannya, menunjukkan lekuk tubuhnya. “Aku membelinya waktu liburan di italian. Ini edisi terba—““Kau tahu kenapa kau ada di sini, bukan?” potong Ariston, sama sekali tidak tertarik mendengar ocehan Marta.Marta merengut. “Aku tahu,” gadis itu kini menatapnya. “Tapi Presley baik-baik saja. Luka di lengannya juga tidak buruk. Kenapa kau begi—““Aku tidak tahu apa yang kau katakan Marta, tapi sekali lagi kau mengabaikan kebutuhan Presley, kau harus pergi dari rumah ini,” gumam Ariston dingin, berlalu dari hadapan mereka berdua.Presley meringis dan tersenyum minta maaf. “Dia bisa sangat tidak masuk akal. Tidak usah cemas, dia tidak akan melakukan