“Sialan! Temukan dia atau kepala kalian akan menjadi santapan binantang buas,” desisnya dingin dengan mata menyala. Dia mematikan sambungan dan melempar ponselnya dengan murka.
“Kau pikir bisa meloloskan diri semudah itu?” geramnya dengan mata menyalang. Ariston membuka ikatan dasinya dengan paksa. “Kau bermain api dengan orang yang salah.”
Ariston menuang minuman ke dalam gelasnya dan mulai berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya. Ini tidak berjalan seperti yang dia inginkan dan ini benar-benar membuat jengkel. Dia harus bergerak cepat sebelum semua berada di luar kendali.
“Tu-tuan, Ariston.”
Ariston menoleh dengan sengit. Bukankah dia sudah mengatakan tidak ingin diganggu? “Ada berita penting apa, Bart?”
Kepala pelayannya menunduk dengan takut-takut. Sudah seharusnya. Dia tidak suka jika ketenangannya diusik.
“Mereka setuju dengan tawaran harga yang kita ajukan, Tuan. Sebagai gantinya, dia ingin kapalnya segera di kirimkan.”
Ariston mengangguk. Setidaknya ada berita bagus. Seulas senyum bermain-main di bibir penuhnya. “Bagus. Katakan pada mereka, besok sebelum fajar, mereka akan mendapati kapal mendarat di depan peristirahatan mereka.”
“Baik, akan saya sampaikan.”
Ariston mengernyit. “Ada lagi yang ingin kau sampaikan?” tanyanya melihat kepala pelayannya masih berdiam diri.
Bart mengangguk. “Pelayan yang anda butuhkan sudah ada di sini. Kapan Tuan akan menemuinya?”
Ariston menatap jam tangan kulitnya. Masih ada waktu beberapa menit lagi. “Aku akan turun dalam dua menit.”
“Baik, Tuan.” Bart beranjak pergi, namun baru beberapa langkah Ariston kembali bersuara.
“Tunggu!” ujarnya saat teringat sesuatu. “Bagaimana dengan gadis itu? Apa dia sudah diatasi?”
Bart mengangguk takjim. “Dia tidak akan menjadi ancaman lagi, Tuan.”
Hanya itu yang ingin dia dengar.
“Kau bisa pergi,” usirnya.
Kepala pelayannya mengangguk sebelum menghilang di balik pintu.
Ariston mencecap anggurnya. Menikmati sensasi panas familiar yang menghangatkan tenggorokannya.
“Satu lagi parasit berhasil disingkirkan,” gumamnya puas. Sudut mulutnya terangkat membayangkan wanita yang beberapa waktu terakhir menjadi benalu dalam hidupnya telah lenyap.
Apa yang lebih baik dari itu?
***
Ini harus berhasil.
Dia tidak boleh gagal.
Apa pun yang terjadi pekerjaan ini harus dia dapatkan. Hanya ini satu-satunya cara ….
“Anda tidak kuliah?”
Bibir Presley kering. Tidak ada waktu dan biaya untuk kuliah, tapi dia memastikan adiknya mendapatkan semua yang tidak mungkin dia dapatkan. Dia bekerja keras untuk itu, bekerja di dua tempat sekaligus sebagai pelayan dan juga petugas rak di sebuah mini market. Profesi yang akhirnya menuntunnya ke tempat mengerikan ini.
“Tidak,” balasnya pelan berusaha menyembunyikan kemarahannya.
“Di sini dikatakan kalau anda hanya tinggal sendiri. Tidak ada keluarga?”
Presley memasang wajah datarnya. “Tidak.”
“Bagaimana dengan kekasih?”
Sialan orang ini, rutuk Presley. Laki-laki beruban ini sepertinya tidak melewatkan apa pun. Matanya yang setajam pisau seakan bisa menembus dirinya dengan mudah. Ini membuatnya merasa rentan.
“Tidak, saya tidak punya kekasih.”
“Bagus, Tuan menginginkan penyerahan mutlak. Dia tidak suka urusan pribadi mempengaruhi dunia profesional apa pun.”
Laki-laki itu ingin menguasai semuanya, batin Presley sinis.
“Baik, ini saja sudah cukup. Anda pernah bekerja di dua restoran terbaik di Armoupoli dalam jangka panjang. Pengalaman ini seharusnya cukup, meski saya tidak bisa menjamin apa pun.”
Presley mengernyit tidak paham. Sia-sia sudah usahanya jika orang yang mewawancarainya bukan orang yang bertanggung jawab dengan pekerjaan yang dia incar.
“Semua pelayan yang berkerja untuk Tuan Ariston harus dengan persetujuannya. Dia yang akan memutuskan akan menerima Anda atau tidak,” jelas laki-laki paruh baya yang menyambut Presley saat pertama kali dia menginjakkan kaki di rumah mewah ini.
Jadi seperti itu. Sekarang, laki-laki berengsek itulah pemegang kendali hidupnya.
“Sebentar lagi Tuan Ariston akan tiba, tapi sebelum itu saya perlu mengingatkan anda tentang dua hal. Jangan pernah berbohong, Tuan Ariston bisa mendeteksi kebohongan semudah membalikkan telapak tangan. Sekali dia menemukan Anda berbohong tidak akan ada kata maaf. Jangan mencoba merayunya. Tuan Ariston berkeras, kehidupan pribadi dengan pekerjaan tidak pernah berada dalam satu wadah. Hanya ingat dua hal ini, Tuan Ariston bukan orang yang gampang terkesan, jadi anda tidak perlu bekerja keras untuk membuatnya terkesan. Hanya lakukan pekerjaan anda dengan baik.”
Presley mengangguk hanya karena tidak tahu harus mengatakan apa. Kedua tangannya terpilin, berusaha menekan gugup yang tiba-tiba menyelimuti. Di mana laki-laki berengsek itu?
“Maaf, apa Tuan Ariston ….”
Presley berhenti bersuara saat merasakan perubahan udara disekitarnya. Apa yang terjadi? Suasana begitu membekukan hingga dia yakin seseorang baru saja menumpahkan air es tepat di wajahnya. Dan saat mendengar suara langkah sepatu yang menggema Presley langsung menoleh hanya untuk menemukan dirinya membatu.
Sialan internet dan surat kabar yang pernah dia baca itu. Mereka menggambarkan Ariston dengan sangat menyedihkan. Laki-laki ini jauh lebih tampan—nyaris terasa tak nyata—dari yang mereka jabarkan. Mata biru sejernih berlian itu memerangkapnya hingga mustahil rasanya memandang ke arah lain. Hidung mancungnya terasa sangat pas dengan bentuk wajahnya yang oriental—khas Yunani. Tingginya terasa mengintimidasi dengan aura maskulinitas berbahaya dan mengancam. Laki-laki berkuasa ini bisa membuat musuhnya mundur hanya dengan tatapan tajam tak berperasaannya. Ariston Kavakos adalah gambaran manusia berwajah malaikat dengan hati iblis.
“Ms. Presley?” ujar Ariston mengulurkan tangan.
Presley mengerjap dan segera menguasai diri. Dia berdiri dan menyambut uluran tangan Ariston. Rasa panas mendadak mengaliri tubuhnya saat kulit mereka bersentuhan.
“Presley,” ujarnya menampilkan senyum profesionalnya.
Ariston mengambil tempat duduk di depan Presley. Laki-laki itu mulai membaca berkas berisi informasi pribadinya.
“Kau yakin dengan pekerjaan ini?” Ariston bertanya tanpa menatapnya. “Ini bukan pekerjaan mudah.”
Tidak.
“Saya yakin Tuan.”
“Ariston, panggil saya Ariston.” Pria itu mengangkat wajahnya dan menatap Presley langsung. Presley yang ditatap sedemikian rupa menolak mengalihkan pandangan, dengan berani dia membalas tatapan Ariston.
“Kau diterima.”
Apa? Semudah itu?
“Kau bisa bekerja mulai besok, Bart akan menjelaskan semuanya.”
Presley terlalu terperangah hingga dia tidak sadar saat Ariston menatapnya lekat.
“Bart, antarkan Ms. Presley ke kamarnya dan jelaskan tugas-tugasnya.”
Presley terkesiap. Kamar? Apa maksudnya dia akan tinggal di sini? Menurut penyelidikan yang dia lakukan, seorang Ariston tidak pernah membiarkan pelayan menginap di rumahnya. Mereka hanya datang untuk melakukan pekerjaan dan setelahnya pulang.
“Kamar?” cicitnya dengan mata melebar panik. Bukan seperti ini rencana yang dia susun.
Satu alis Ariston terangkat. “Ada yang salah?”
“Tapi … bukankah biasanya pelayan tidak tidur di sini?” Dia ingin menyebut “tinggal” bukan “tidur” namun kepanikan mengambil alih kinerja otaknya.
Ariston mengusap-usap dagunya, menikmati kepanikan Presley. “Peraturan berubah.”
Apa? Sejak kapan?
Ariston menyeringai. “Kau berubah pikiran?” Senyum meremehkan tersungging di wajahnya yang tampan, membuat kemarahan Presley menggelegak ke permukaan.
“Tentu saja tidak.”
“Bagus. Bart, antarkan Ms. Presley ke kamarnya.”
Bart mengangguk. “Ms. Presley?”
Ariston meraih gadgetnya begitu Presley menghilang dari pandangan. Senyumnya lenyap, wajahnya mengeras dengan cara yang menakutkan.
“Apa yang kalian temukan?” tanyanya langsung begitu teleponnya terhubung. Dia mendengarkan tanpa menginterupsi dan saat penjelasan bawahannya selesai, api kemarahan membakar kedua bola matanya.
“Presley Wetherspoon kakak dari Eva Wetherspoon?” gumamnya sendiri. Ini menjelaskan kenapa wanita itu menatapnya penuh benci. Ya, Ariston mengetahuinya hanya dalam sekali tatap meski wanita itu berusaha keras menyembunyikannya. Semua wanita yang pernah bertemu dengannya selalu melihatnya dengan tatapan lapar, tapi Presley ... wanita itu hanya memiliki tatapan penuh kebencian yang pasti terlihat menakutkan seandainya bukan Ariston yang menjadi sasarannya.
"Permainan apa yang sedang kau mainkan, Presley," ujarnya sinis. Ariston kembali menatap map biru berisi informasi pribadi Presley. Dia selalu melakukan penyelidikan mendalam terhadap orang-orang yang bekerja padanya. Ini membuatnya memiliki kontrol dan menjadi penguasa mutlak.
Rahasia selalu bisa membuat seseorang menjadi lemah dan tidak berdaya.
"Kau mau bermain-main denganku, Presley?" Ariston tersenyum licik. "Mari kita bermain."
Bagaimana caranya memasuki kamar pria itu tanpa harus dicurigai? Penthouse ini pasti dilengkapi dengan CCTV dan segudang penjagaan lainnya. Presley menggigit bibir bawahnya, kebiasaan yang dia lakukaan saat gugup. Dia harus menemukan cara bagaimana bisa dekat dengan Ariston tanpa seorang pun mencurigainya. Dia mondar-mandir di dapur paling bersih dan lengkap yang pernah dia lihat dengan seragam kerjanya—rok hitam dipadu dengan kemeja putih dengan rompi putih—rambut merahnya ditata capol. Apa yang harus dia lakukan agar bisa dekat dengan Ariston? “Kau baik-baik saja?” Presley terlonjak dan mengumpat pelan. Tangannya bergerak menyentuh dadanya. “Apa kau butuh sesuatu?” tanyanya saat melihat Ariston berdiri di ujung pintu dengan setelan kerjanya. Pria itu siap memulai hari. “Kau tidak menjawab pertanyaanku.” “Aku sedang mempelajari dapur ini saat kau tiba-tiba masuk dan mengejutkanku.” “Apa Bart belum menjelaskan semuanya?” “Sudah, hanya saja butuh waktu untuk memahami semuanya.
“Semua sudah, Ms. Presley?” Presley yang sedang memandangi isi lemarinya menoleh ke belakang. Dia sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Bart berdiri, menunggu dengan sikap layaknya pelayan yang sedang menunggu majikannya, dan ini membuatnya risih. “Apa Ariston sudah selesai?” “Belum Ms. Presley.” “Presley saja,” ujarnya sebelum kembali menatap isi lemarinya. Ariston bersikeras dia harus ikut. Apa yang ada diotak pria itu? Untuk apa dia mengikuti perjalanan bisnis Ariston? “Anda tidak perlu melakukan itu.” Presley mengernyit, jelas tidak mengerti. Apa yang tidak perlu dia lakukan? “Pakaian anda sudah di siapkan. Semua kebutuhan Anda sudah ada di dalam kapal.” Presley melotot. Butuh tiga detik penuh untuk menyerap informasi yang dia dengar. Ariston sudah menyiapkan semuanya? Ouh, laki-laki berengsek itu bisa melakukan apa pun seenaknya bukan? Presley yang gusar berjalan dengan langkah lebar. Wajahnya memerah dan ini bukan karena dia malu. “Di mana Ariston?” tanyanya ketus,
Berdiri di sini, di atas yacht mewah membuat Presley merasa kecil. Seumur hidup, dia menghabiskan waktunya hanya dengan bekerja dan bekerja. Dia tidak punya waktu sekedar untuk bersantai dan menikmati hidup. Namun sekarang, dia di sini memandangi laut mediterania bersama salah satu miliuner paling berkuasa di Yunani. Presley memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang menerpa kulitnya. Ini menyenangkan. Dia merasa bebas. “Ini.” Presley membuka mata. Ariston mengangsurkan gelas berisi anggur padanya. “Tidak, terima kasih.” “Kau tidak suka minum.” Denganmu? Tentu saja tidak. “Aku bukan peminum yang baik,” ungkapnya jujur. “Kau pernah mabuk?” Kenapa mereka membahas hal ini? Presley mengernyit. Dia tidak ingat kapan terakhir kali dia kehilangan kesadaran. Sudah lama sekali. “Dulu.” “Kau tidak suka bercerita tentang hidupmu, ya?” “Tidak ada yang menarik tentangku.” Ariston mengangkat gelas ke mulutnya, ikut memandang laut seperti yang dilakukan Presley. “Sejak kapan kau mem
“Kau terlihat terkejut?” Ariston tersenyum mengejek. “Kenapa? Kau pikir aku tidak akan tahu alasanmu bekerja padaku Ms. Presley?” Ariston menatapnya dengan satu alis terangkat. Pembawaannya yang tenang luar biasa dengan wajah kaku yang tidak menunjukkan apa pun sungguh membuat Presley frustrasi. Kenapa laki-laki ini bisa tahu apa yang ingin dia lakukan dengan bekerja di tempat sialan ini? Presley menegakkan bahu, menolak terintimidasi dengan aura Ariston yang berkuasa. Presley sebisa mungkin menyembunyikan kegugupannya. Dia tidak boleh terlihat lemah, dan untuk menunjukkannya dia tidak akan menyangkal tuduhan Ariston. Mereka berdua bisa melakukan permainan berbahaya ini dan Presley tidak akan pernah menyerah sebelum laki-laki itu mengaku kalau dia adalah penyebab adiknya bunuh diri. “Kau mengetahuinya cukup cepat,” aku Presley menatap Ariston. Kedua tangannya terkepal di bawah meja, tindakan yang dilakukan untuk menekan kegugupannya. Ke mana semua pramugari itu? Kenapa hanya mereka b
Dia sengaja melakukan ini, batin Presley penuh benci, tapi dia tidak akan mengeluh. Jika laki-laki itu pikir dia akan menangis atau merengek maka Ariston perlu belajar tentang kekuatan tekad. Presley menyapu pandangan. Ini pesta besar, dan meski dia membencinya, jamuan seperti ini selalu memberikan tip besar bagi pelayan sepertinya. Ariston mengadakan jamuan untuk kalangan elite begitu mereka pulang dari Italia. Setidaknya ada seratus orang yang hadir malam ini dan semuanya datang dengan pakaian terbaik mereka. Para pria dengan jas mahal yang pasti buatan tangan dan para wanita mengenakan gaun yang lebih cocok dikenakan di karpet merah. “Kami membutuhkan minuman di sini.” Presley tersentak mendengar nada malas di belakangnya. Dia segera mendekat pada Ariston yang menatapnya dengan ekspresi menantang, tapi Presley mengabaikannya. Dia menarik gelas-gelas yang kosong dan segera mengisinya dengan keanggunan yang terlatih. “Sepertinya orang-orang di sana butuh tambahan minuman.” Presley
Bau kayu cendana. Itu adalah respon pertama yang bisa otaknya cerna. Wangi tubuh Ariston melumpuhkan seluruh kinerja otaknya. Ada apa dengan reaksi tubuh sialannya ini? Presley tidak punya pengalaman apa pun tentang laki-laki. Sejak dulu hidupnya hanya berputar pada pekerjaan dan juga adiknya. Adiknya! Kalimat terakhir mengirim sengatan menyakitkan pada simpul syarafnya. Seolah ada tangan tak kasat mata yang memukul tepat di ulu hatinya. Presley sekuat tenaga mendorong tubuh Ariston.“Jangan menyentuhku!” geramnya menatap Ariston berang.Ariston terhuyung, sedikit kehilangan keseimbangan. Matanya menatap Presley tajam.“Jangan menggunakan trik tarik ulurmu padaku, Presley. Itu hanya membuktikan kalau kau benar-benar wanita murahan.”“Sialan kau Ariston!” Presley berjalan dengan langkah lebar, mengabaikan aura berbahaya yang dipancarkan Ariston. Matanya berkilat marah. “Meski kau laki-laki terakhir di dunia ini, aku tidak akan menyerah pada rayuan busukmu yang menjijikkan!”“Oh iya? Ka
“Apa yang kau lakukan dengan mengendap-endap seperti pencuri?” tanyanya tajam menatap Presley yang masih berbaring di bawah tubuhnya. Aroma wanita ini begitu memabukkan. Ariston harus berusaha keras memusatkan perhatiannya agar tidak teralih.Presley yang tidak nyaman dengan posisi mereka berusaha melepaskan diri. “Tolong?”“Tidak. Katakan apa yang kau lakukan?”“Aku tidak melakukan apa pun!”Ariston mendengus tidak percaya. “Apa kau berhasil mencuri sesuatu?”Presley tertawa sinis. “Sepertinya otakmu bermasalah Ariston. Kau butuh ahli untuk mengatasi kesinisanmu itu.”“Kaulah yang bertindak tidak masuk akal dan kau memintaku menemui ahli?” tukasnya dingin. Ariston menarik paksa tubuh Presley agar wanita itu berdiri.“Tetap diam,” bentaknya. Ariston menunduk, memegang kaki Presley“Kau pikir apa yang kau lakukan?”“Menurutmu?” tanyanya balik, tidak memedulikan tatapan menusuk Presley. Tangannya terus menerus bergerak meraba tubuh Presley mulai dari kaki, paha, perut dan … Ariston mene
Ariston melempar majalah yang dia baca dengan kekuatan berlebih. Tawa yang lebih mirip cibiran menguar dari mulutnya. Dia melirik dan tersenyum kecut saat melihat wajahnya yang tersembunyi di balik kilatan cahaya dengan Presley dalam rangkulannya menghiasi sampul depan majalah gosip.Bagus sekali.Dia tidak pernah tertarik dan tidak pernah terusik dengan pemberitaan gosip murahan yang seringkali mendramatisir cerita demi mendapatkan berita yang membuat pemburu gosip bersorak riang.Simpanan miliuner Yunani?Perempuan penghuni pulau keturunan Kavakos?Dia mungkin harus memberikan penghargaan pada pembuat berita murahan itu. Dia penasaran, bagaimana tanggapan Presley jika melihat majalah ini. Pastinya dia bahagia karena berhasil menjadi pusat perhatian bukan, batin Ariston muram.Wanita itu berhasil mendapatkan publisitas dan juga ketenaran. Wanita bodoh mana yang mampu menolak itu semua? “Tuan?”Ariston menoleh. Bart berdiri di ujung pintu, terlihat canggung. “Ada apa?”“Ms. Presley m