"Semua rencana butuh proses, yang tertata, tersusun dan yang terpenting tidak tergesa-gesa."
~~~Pagi itu cuaca terlihat begitu cerah. Jalanan Ibukota Jakarta terasa begitu ramai. Klakson kendaraan saling bersautan. Laki-laki bermata coklat gelap berbentuk almond itu sedang berdesak-desakan di dalam kendaraan umum.
Motornya mogok. Karena, semalam ia terjebak banjir dan terpaksa menerobos. Mengakibatkan mesin motornya mati. Sialnya lagi, ia harus mendorong motornya sampai rumah.
Rasa pegal di kakinya semakin terasa. Sejak semalam ia harus jalan sejauh itu, ditambah lagi hujan cukup deras. Sekarang harus berdiri berhimpitan seperti ini. Rasanya kakinya ingin lepas.
Seharusnya ia sudah bisa menempuh waktu 15 menit untuk sampai di sekolahny
Selamat membaca
_"Saat orang lain memperlakukan kita secara tidak baik. Bukan berarti, kita melakukan hal yang sama."_~~~Hening tercipta di dalam kelas 10 IPA 2. Sampai suara tegas, menginterupsi ruangan persegi itu."Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Selamat pagi semuanya," sapa guru berkacamata tebal itu."Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh. Selamat pagi bu," serempak siswa-siswi di kelas."Baik semuanya. Kumpulkan tugas kelompok kemarin. Untuk tugas kelompok itu, kita bahas minggu depan!"Gafi yang sudah menyatukan semua lembaran soal di kelompoknya, langsung memberikan lembaran tugas itu ke Senja.Gadis berlesung pipi itu tanpa berkata apa pun langsung berdiri meletakkan tugasnya di atas meja. "Oh iya Senja! Bisa bantu ibu?" Tanya Indah, guru fisika itu.Senja menganggukkan kepalanya. "Tolong, ambilkan buku
_"Terkadang emosi memenuhi pikiran. Mengakibatkan emosi yang tidak stabil."_~~~ Suara bising di kantin terdengar begitu riuh. Ada yang berebut antrian. Ada yang tertawa terbahak-bahak. Karena, lelucon salah satu di antara mereka. Ada juga yang menjadikan kantin tempat konser dadakan. "Bang. Gorengan satu, ya! Duitnya gua taro meja!" Teriak Revan—biang onar di sekolah. Penampilannya terbilang berantakan. Dasi yang tidak ada di kerah bajunya. Bahkan, baju kemeja putih berlogo SMA itu sudah keluar kesana-sini. Terlebih lagi, laki-laki bermata tajam bagaikan pisau itu hanya membayar gorengan seharga seribu rupiah. Padahal, Revan mengambil gorengan dua buah. "Gimana? Udah dapet infonya?" Revan sudah duduk di antara sahabat-sahabatnya, di paling ujung kantin. "Belum, Van. Hari ini aja, ga ada yang nyoba ngebully Senja. Keliatannya har
_"Kita tidak akan mudah untuk bisa mengubah pandangan buruk orang lain, terhadap diri kita sendiri."_~~~Suasana di koridor dekat ruang BK terlihat ramai. Semua siswa-siswi saling berbondong-bondong memperhatikan dua siswa yang wajahnya sudah babak belur, dan ketiga teman Revan yang memasang wajah masamnya."Lu liat sendiri, pan? Revan yang berantem, mereka bertiga kena imbasnye. Lu masih mau temenan sama mereka?" Ujar laki-laki berkacamata minus itu.Gafi yang sedang berdiri duduk di pinggir lapangan, dengan bola voli ditangannya. "Nanti lu kebawa jeleknya," lanjut Galuh yang menepuk pundak kokoh laki-laki tinggi itu."Revan berantem, pasti ada sebabnya. Urang teh, tetep mau jadi temen mereka," jawab Gafi."Terserah, lo aja dah! Tapi inget, Fi. Sekalipun mereka baik, di mata orang lain mereka udah buruk. Lu kaga bisa ubah
_"Cemburu berlebihan itu tidak baik."_~~~Suara riuh kian memenuhi tribun penonton. Di karenakan, sore ini sepulang sekolah diadakan pertandingan latihan basket. Banyak siswa-siswi yang saling bersorak menyebutkan pemain yang mereka dambakan.Sama seperti Senja, yang meneriaki nama Aldi dengan semangat. Sedangkan Asta, gadis bermata coklat gelap itu sibuk menatap lapangan voli yang bersebelahan dengan lapangan basket SMA Garuda itu."Nja!" Teriak Asta."Kenapa, Ta?" Tanya Senja.Gadis berkuncir kuda itu langsung duduk di kursinya. Menatap Asta yang juga sedang menatapnya. "Gafi, ikut eskul voli?"Mendengar penuturan sahabatnya, mata Senja mulai mengedarkan pandangannya dan benar saja. Laki-laki bermata almond itu sedang berbaris dengan anggota eskul voli yang lain."Iya mungkin. Emang kena
_"Dibandingkan itu rasanya tidak menyenangkan."_~~~Mobil abu-abu Porsche Macan 2.0. terparkir manis di bagasi rumah Senja. Bersebelahan dengan motor vespa berwarna putih coklat itu. Helaan nafasnya berhembus bersamaan dengan dinginnya sore itu.Langkah kaki gadis itu, menginjak anak tangga satu persatu dihadapannya. Pintu kayu berwarna putih kini, sudah berada tepat dihadapannya. Jari jemari lentik itu, mulai membuka knop pintu dengan perlahan.Sambutan suara bising terdengar begitu nyaring di ruang tengah. Gadis berhodie itu menghela nafasnya. Langkahnya semakin cepat, sampai mata indahnya itu menangkap sosok yang tidak begitu asing yang sedang berdebat hebat."Sampai kapan, hah?! Sampai kapan kamu mau buat mama kesulitan, Van?" Suara itu terdengar begitu frustasi da
_"Cemburu tanpa status itu tidak mengenakan."_~~~ Pagi itu cuaca begitu mendukung, untuk kegiatan pelajaran olahraga kelas 10 IPA 2. Semua murid sudah berbaris di lapangan mendengarkan instruksi dari Pak Sanusi—guru olahraga. Guru berbadan tegap bak atlet itu sedang memberikan arahan. "Baik semuanya. Bapak, akan mengambil nilai. Hari ini, pengambilan nilai voli. Yang saya sebut namanya, nanti baris ke samping di sebelah sana," jelas Pak Sanusi. Semuanya menganggukkan kepalanya. "Yang mau latihan, bisa berada di sisi lapangan sebelah kiri saya. Oke, siap semuanya?" "Siap, Pak!" Jawab mereka serempak. Semuanya bubar, berhamburan dari barisan. Ada yang duduk-duduk santai di pinggir lapangan. Ada
_"Apa yang kita lihat, belum tentu sama dengan apa yang kita pikirkan."_~~~Senja membuka matanya, menatap sekeliling yang terasa asing. Tembok bercat putih, lemari berisi tumpukan file-file, kotak obat-obatan, alat timbangan berat badan, meja yang terdapat secangkir teh hangat, dan juga aroma khas obat menyeruak ke dalam indra penciumannya.Gadis itu menyentuh kepalanya yang terasa berdenyut. Ingatannya berputar mengenai kejadian yang tiba-tiba itu. Gadis bermata dalam itu mencoba duduk. Namun, kepalanya semakin berdenyut dan berputar-putar. Mungkin, karena efek pingsan yang lumayan lama.Clekkk...Suara pintu terbuka, membuat Senja menatap ke arah pintu kaca itu. Dilihatnya sosok laki-laki berperawakan tinggi, berjalan menghampirinya dengan senyum yang menam
_"Kecewa itu pasti ada."_~~~"Maneh teh, ada hubungan apa sama itu cewek?" Tanya laki-laki berambut hitam pekat itu.Keduanya sudah berada di gedung belakang. "Lu ga perlu tau! Intinya, gua sama itu cewek ga ada hubungan apa-apa. Gua minta sama lu, jangan sampe Senja tau masalah tadi. Lu ngerti?"Senyum Gafi tercetak dengan jelas. "Kalo kalian berdua, ga punya hubungan kenapa maneh takut?" Ujar Gafi.Ucapannya membuat rahang Aldi menatap tajam laki-laki tinggi dihadapannya. "Lu itu, bisa ga sih? Ga usah ikut campur urusan orang?! Lu itu cuma orang asing! Jadi, ga usah ikut campur urusan gua sama Senja! Ngerti lu?!""Urang kenal Senja. Makanya, urang teh ga suka kalo maneh main-main sama perasaannya dia," jelas Gafi."Ya, serah lu! Lu baru kenal dia dua hari, dan lu ngerasa udah kenal sama Senja? Jangan ng