Share

06 Rahasia Senja

_"Masalah datang tanpa diduga."_

~~~

Sesampainya di atas. Terlihat begitu simple. Kursi tertata sedemikian rupa. Dengan meja bulat berisi kursi untuk empat orang. Karena, hari ini kafe itu lumayan ramai. Mereka berempat akhirnya memilih tempat yang ada paling ujung. 

Gaya modern kekinian begitu terasa di kafe kenangan itu. Untuk bagian lantai dua merupakan kafe outdoor. Lebih terlihat alami. Dinding-dinding kafe terlihat seperti batu bata asli. Padahal, itu hanya wallpaper biasa. Di dinding itu juga terpasang bingkai tulisan motivasi dan sejenisnya.

"Urang teh, henteu resep sebenernya. Kalo harus kerja kelompok di dieu," ujar Gafi yang sudah menatap Senja intens. Setelah mereka berempat duduk di bangku paling pojok.

Kerutan di dahi Senja terlihat jelas. "Terus masalahnya apa?"

"Banyak masalahnya da. Salah satunya berisik!" Ucap Gafi yang menekankan kata berisik itu.

Asta yang mendengar ucapan Gafi langsung menatap laki-laki dihadapannya itu. "Ga usah lu dengerin, lah! Gampang, kan? cukup fokus aja," sambung Asta.

"Yang penting pesen makan bebas! Ya ga, Ta?" Imbuh Galuh yang sudah membolak-balik buku menu, yang di angguki oleh Asta dengan malas.

Helaan nafas kasar keluar dari mulut Gafi. "Terserah. Kalo kerjaan bagian urang teh ga bener. Anjeun tiluan henteu usah komen, (Kalian bertiga enggak usah komen)," celetuk Gafi yang sudah bersedekap sambil menyenderkan badannya.

"Gampang. Nanti tinggal kita koreksi. Ya kan, Nja?" Tanya Asta sambil menatap Senja dengan cengirannya.

"Iyaiya. Yaudah, mau makan dulu atau mau ngerjain dulu?" Tanya Senja.

Gadis itu mengambil bukunya di dalam tas, sambil menunggu jawaban ketiga temannya itu.

"Makan!"

"Kerjain!"

Jawaban Gafi dan Galuh bersamaan. "Eh.. kerjain dulu! Makan mulu pikiran lu!" Celetuk Asta.

Galuh menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Kalo laper gua kaga bisa mikir. Jadi, mending makan dulu," jawab Galuh semangat.

"Terus kalo kenyang ngantuk? Kapan dong dikerjainnya!" Kesal Asta.

Gafi dan Senja hanya menghela nafas melihat keributan kedua orang itu. "Yaudah, Luh. Mending lu pesen duluan. Yang mau ngerjain tugas. Silahkan, dikerjain. Nanti baru makan," lerai Senja. Gadis itu sudah meletakkan buku dan pulpen hitamnya di atas meja.

"Yaudah, gua pesen makan. Yok! Fi. Makan dulu," ajak Galuh. Menyodorkan buku menu yang sejak tadi dia pegang.

Gafi menatap buku menu itu dan langsung menggesernya. "Ga bisa gitu atuh, Nja. kalo satu makan semua harus makan. Jadi, kita teh kerjain dulu aja. Masalah makan mah belakangan," jelas Gafi.

Mendengar penjelasan Gafi membuat wajah Galuh yang semangat menjadi cemberut. "Ide bagus. Gua setuju sama Gafi!!" Semangat Asta.

"Ga perlu teriak juga, Ta." Gadis bermata hitam kecoklatan itu menegur Asta. Mereka menjadi pusat perhatian karena suara lantang dari gadis berambut tergerai itu. Yang ditegur hanya menampilkan gigi putihnya.

"Gapapa, Luh?" Tanya Senja yang merasa tidak enak.

"Yaudah, kaga ngapa. Gua masih bisa nahan. Tapi, kalo gua pingsan. Lu semua tanggung jawab!" Ancam Galuh.

"Emang ya. Lu tuh, otaknya makan mulu. Yaudah, mending pesen makan. Daripada lu pingsan bikin repot!" Kesal Asta.

"Yes!! Gitu dong! Gua jadi semangat," ujar Galuh dengan wajah berbinar-binar.

Asta hanya mencebikkan bibirnya. "Pesen makanan yang sama we, biar cepet. Urang teh masih ada urusan," sambung Gafi dengan wajah datarnya.

Senja yang melihat raut wajah Gafi begitu flat, membuat gadis itu merasa tidak enak. "Yaudah. Anterin gua." Ajak Galuh ke arah gadis berambut gelombang itu.

"Mau ngapain? Segala di anter. Kayak cewek!" Ledek Asta.

"Lu kaga mau makan? Yaudah kaga bakal gua pesenin!" Ancam Galuh.

"Iya. Ngancem mulu jadi orang!"

Keduanya berlalu untuk memberikan tulisan pesanan milik mereka. "Lu bete ya?" Tanya Fira dengan hati-hati.

Gafi melirik gadis itu sekilas. Laki-laki berambut hitam pekat belah tengah itu sedikit berpikir dan menatap kembali Senja dengan alis yang berkerut. "Maneh teh, nanya urang?" Tanyanya dengan menunjuk dirinya sendiri.

"Enggak. Gua nanya tembok!" Ketus Senja. Kini pandangannya beralih kemana saja. Yang terpenting tidak menatap wajah menyebalkan dihadapannya.

Laki-laki itu terkekeh pelan. Membuat Senja menatap bingung Gafi. "Kenapa lu, ketawa?" Lanjut Senja. Tatapan Senja semakin terlihat bingung.

Gafi meletakkan kedua tangannya bertopang dagu. "Maneh teh, lagi ke sambetnya?" Tanya Gafi yang sudah tersenyum menampilkan sederet gigi putihnya.

Sejenak Senja terpaku dengan senyum manis laki-laki bermata coklat gelap itu. "Biasa we, atuh. Emang urang mah kasep," sambung Gafi. Tingkah pedenya kembali hadir.

"Geer banget. Biasa aja, tuh!" Jutek Senja.

Senyum Gafi tetap terbit yang kini hanya membentuk bulan sabit. "Ngomong-ngomong. kunaon, maneh teh di bully?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Senja menatap Gafi datar.

Gadis itu tidak suka dengan pertanyaan laki-laki dihadapannya. Terlalu ikut campur.  "Bukan urusan lu!" Jawabnya dengan datar.

"Urang da, nanya we. Habis rumorna mah, teu enak didenger. Jatohnya teh pitnah," jelas Gafi. Yang kembali menyenderkan tubuhnya ke kursi.

"Intinya, masalah tadi siang di koridor. Enggak perlu lu denger. Itu semua hoax," tutur Senja. Pipi yang tidak begitu tembam terlihat memerah. Tatapannya terlihat begitu banyak rahasia.

Gafi menghela nafasnya. Tidak habis pikir dengan rumor yang tersebar luas. Padahal, itu hanya berita burung. "Saya enggak percaya. Kalo, saya belum liat yang sebenarnya," imbuh laki-laki berahang tegas itu.

Senja hanya diam, menatap sembarang arah. Moodnya kini sedikit memburuk. Akibat pertanyaan yang dilontarkan Gafi.

Laki-laki beralis tebal itu menatap Senja intens. Tidak ingin merasakan suasana canggung seperti ini. Tapi, Gafi yakin. Gadis dihadapannya malas meladeni ucapannya.

"Maneh teh, suka nasi goreng? Pedes atau asin?" Seru Gafi tiba-tiba.

Gadis berambut hitam bergelombang sebahu itu mengernyitkan dahinya. Sedangkan, yang ditatap hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kenapa? Ada yang salah kitu, sama pertanyaan urang?"

Senja menggelengkan kepalanya. "Enggak. Tapi, lu keliatan engga punya topik," jelas Senja.

Gafi tersenyum mendengar penuturan Senja. "Hahah... Urang da bingung, maneh teh keliatan bete. Udah we atuh, bilang apa yang terlintas di otak urang," imbuhnya dengan senyum yang terlihat begitu manis.

"Wedeh... Ngape lu senyum-senyum, Fi?" Celetuk Galuh yang sudah datang dengan nampan di kedua tangannya.

Beberapa langkah dari Galuh terdapat Asta yang sedang membawa nampan juga berisi nasi goreng milik Senja. Termasuk, minuman dan makanan miliknya.

Wajah Asta terlihat kusut. Namun, di antara ketiganya tidak ada yang menyadari hal itu. "Ini punya urang teh, pedes teu?" Tanya Gafi merubah topik pembicaraan Galuh tadi.

"Kata lu samain. Ye gua pilihin yang pedes," sahut Galuh. Yang sudah menarik kursinya untuk duduk.

"Kenapa?" Tanya Asta yang sudah menatap wajah Gafi.

Laki-laki itu melirik sekilas Asta. "Gapapa," jawabnya singkat.

Sedangkan Senja, gadis itu tidak peduli dengan pembicaraan ketiganya. Saat ini yang ada dipikirannya hanya ingin cepat pergi dari tempat itu.

Iani_p

Selamat membaca...

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status