"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?
Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.
Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal.
"Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.
Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.
Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
Deary KN, Duniaku penuh akan kegelapan di dalamnya, yang keras dan tak bersinar. Setiap detik, menit, dan waktunya memiliki kisah yang rumit. Aku kira ini akan berakhir dengan seiring berjalannya waktu berlalu. Tak disangka semua hanya omong kosong, yang tergantikan oleh kisah baru. Hidupku tidak ada kebahagiaan, hanya sebatas ruang gelap di dalamnya. Semua itu terjadi semenjak wanita itu datang, dia menjadi belenggu di dalam keluargaku, membuat duniaku penuh kelam. Mulai besok, langkah awalku terbebas dari kegelapan, menjadi seperti burung di langit. Dunia yang damai dan nyaman, meskipun ada sedikit kesedihan di dalamnya. Tidak seperti burung dalam sangkar, aku ingin terbebas, dan menghirup udara kehangatan. Besok, selalu hari yang aku tunggu, tidak ada rasa sakit yang berlebihan. Selamat malam perindu, Kellansa Ansaria Amersoln.
Suara jam beker berdering keras membuat sang empu langsung membuka matanya. Kella merasa terusik tidurnya, tangannya meraba-raba jam beker hingga jam itu terjatuh dari nakasnya. Kella secara mengambil jam beker, meskipun sedikit kesulitan, lalu menekan tombol off agar berhenti. Tangannya meraih handuk yang berada di kapstok dan melakukan ritual di kamar mandi seperti biasa. Selang beberapa menit Kella sudah berada di kamar tidurnya yang sudah memakai baju segaram sekolah, berdiri di depan cermin besar sambil memperhatikan tubuhnya sendiri. “Hm ... kenapa tubuhku mulai gendut, yah?” gumamnya berpikir. Pasalnya dulu tubuh Kella tergolong kurus, dan sekarang tampak sedikit berisi. Rambut Kella terkepang ke belakang, dengan kacamata sebagai aksesoris tetapnya. Ia tersenyum, "Perfect juga!" takjubnya pada diri sendiri. Fashionnya memang jelek, dan terlihat seperti anak cupu. T
Kella sedang dihukum, sebanyak dua puluh kali. Kepalanya terasa pening dan letih, ia hampir saja pingsan. Dengan sekuat tenaga ia harus tetap melaksanakan hukuman, bila tidak kakak Osis tadi akan memarahinya. Lelaki itu sejak tadi mulai mengawasinya. Kella memutarinya sudah sebanyak lima belas kali, yang membuatnya terasa letih. Kakinya juga serasa lemas, bahkan nafasnya sudah tersengal hanya untuk masuknya udara ke dalam rongga hidungnya. Ia menoleh pada siswa yang masuk ke kelas, sedangkan dirinya masih dihukum. Kella juga menyadari kesalahannya, yang sudah teledor dan terlambat bangun. Ia ingin mengeluh, tetapi itu tidak akan bisa. Di sini juga tidak ada kenalannya, hanya ada lelaki yang menatapnya selalu. Bukan hanya lelaki itu yang menatapnya, tadi saja banyak mata iri yang menatapnya tajam. Mungkin saja, mereka fans dari pengawasanya. Apalagi tatapan judes dari kakak osis yang perempuan
Mata Kella yang terkulai, mengerjap dengan sedikit. Bulu matanya tergerak dengan pelan, ia membuka mata dengan pandangan menyipit. Batinnya menerka-nerka, sekarang ia sedang berada di mana. Dokter Alana mendekatinya dengan perasaan legah. "Syukurlah. Kamu sudah sadar?" tanyanya. Kella baru tersadar dengan ingatan yang samar, matanya sudah melihat ruangan putih yang dominasi. Tubuh kecilnya berusaha untuk duduk. Alana yang melihatnya susah untuk bangun segera membantu. Kella menoleh pada perempuan berjilbab itu sambil memegang kepalanya yang terasa agak pusing, pening dan berat. "Apakah ini rumah sakit?" tanyanya dengan lemah. Alana menggeleng. "Bukan, kamu di UKS,” jawab Alana sembari tersenyum lembut. Kella beralih ke dinding langit kemudian matanya mengedar ke ruangan UKS seperti mencari seseorang, namun di sana hanya ada Alana saja.  
Dokter Alana menyuruhnya untuk istirahat, padahal Kella sama sekali tidak ingin tidur. Gadis itu merasa sudah jauh lebih baik, tetapi kenapa tidak di izinkan? Aneh. Sudah jam berapa ini? Kella merasa bosan di tempat yang hampa ini dengan bau obat yang menyengat hidung. Dokter Alana izin untuk pergi ke Rumah Sakit Teknikal, sementara dia sendirian di UKS. “Huh! Membosankan!” gerutu Kella. Kella melihat ke arah jam dinding, sudah pukul 14.30. Rasanya mengesalkan sendiri di tempat seperti ini. Matanya menatap dinding lain, dengan suasana seperti di pemakaman. Ini sungguh membosankan! Kella ingin sekali berteriak, tapi ia tahu berada di mana. Jika melakukan hal itu, bisa saja ia akan dihukum. Tapi ... tunggu! Bukankah dia sedang sendiri? Ini kesempatan bagus untuk mengecek data tadi! Kella segara berdiri dan mulai berjalan ke le
Ruangan putih mendominasi. Dengan lampu yang menyala, buku yang tertata rapi. Boneka yang ia jaga, serta selimut hello Kitty milik seorang gadis yang terfokus pada papan mading. Papan tersebut berisi sebuah rencana, dan tempat yang perlu di selidiki. Kella menyiapkan semuanya dengan hati-hati agar tidak diketahui. Kemudian, tangannya menopang di dinding. “Ini baru awal,” dia melingkari tulisan tersebut. “Besok, mari kita mulai!” monolognya dengan mata serius ke dinding. Sudut bibirnya tersungging, ketika merasa senang untuk memulai misinya. Kemudian, dilihatlah jam di dinding. Jam tersebut menunjukkan larut malam, segera ia kembali ke kasurnya. Lalu di matikan lampunya, matanya juga mulai menutup rapat dan tertidur lelap. ••• Pagi hari. Hari ini adalah pertama kalinya duduk di kelas sendiri. Setelah tiga hari
Brak...! Suara gebrakan meja tersorot banyak mata. Murid yang berada di kantin terkejut akan suara tersebut. Begitu juga dengan Kella yang tidak menduga jika gadis di sampingnya ini berani berlaku kasar. “Pergi dari sini!” murka Velyn dengan menggebu-gebu. Tangannya mengepal dan menunjuk berlainan arah. Kella tidak mengerti dengan gadis satu ini, jika dia ingin duduk silahkan, dan kenapa harus juga mengusirnya? Kella menatapnya dengan kening tertaut. “Kalau kamu ingin duduk silahkan, tapi kenapa harus mengusirku? ” tanyanya. Gadis tersebut terlihat gagap dan tidak tahu harus menjawab apa. “Kami hanya ingin bertiga, dan kamu bukan dari bagiannya.” Sahut gadis bernama Dinda dengan rambut pendeknya. Kella tercengong, “Apa hanya itu?” batinnya. Kella menghela nafasnya, “Tinggal duduk saja kok susah, lagi pula aku tidak mengganggu kok!” jelasnya. Tubuh gadis tersebut m
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi