Malam.
Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur.
Ting!
Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut.
Indira
| Kella, pergi ke pasar malam yuk!
| Besok libur, jadi bebas deh, heheh.
Kella
| Sekarang?
Indira
| Iyah!
| Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey?
Kella
|Ya
Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya.
Pukul 19.00 malam.
Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
Deary KN, Duniaku penuh akan kegelapan di dalamnya, yang keras dan tak bersinar. Setiap detik, menit, dan waktunya memiliki kisah yang rumit. Aku kira ini akan berakhir dengan seiring berjalannya waktu berlalu. Tak disangka semua hanya omong kosong, yang tergantikan oleh kisah baru. Hidupku tidak ada kebahagiaan, hanya sebatas ruang gelap di dalamnya. Semua itu terjadi semenjak wanita itu datang, dia menjadi belenggu di dalam keluargaku, membuat duniaku penuh kelam. Mulai besok, langkah awalku terbebas dari kegelapan, menjadi seperti burung di langit. Dunia yang damai dan nyaman, meskipun ada sedikit kesedihan di dalamnya. Tidak seperti burung dalam sangkar, aku ingin terbebas, dan menghirup udara kehangatan. Besok, selalu hari yang aku tunggu, tidak ada rasa sakit yang berlebihan. Selamat malam perindu, Kellansa Ansaria Amersoln.
Suara jam beker berdering keras membuat sang empu langsung membuka matanya. Kella merasa terusik tidurnya, tangannya meraba-raba jam beker hingga jam itu terjatuh dari nakasnya. Kella secara mengambil jam beker, meskipun sedikit kesulitan, lalu menekan tombol off agar berhenti. Tangannya meraih handuk yang berada di kapstok dan melakukan ritual di kamar mandi seperti biasa. Selang beberapa menit Kella sudah berada di kamar tidurnya yang sudah memakai baju segaram sekolah, berdiri di depan cermin besar sambil memperhatikan tubuhnya sendiri. “Hm ... kenapa tubuhku mulai gendut, yah?” gumamnya berpikir. Pasalnya dulu tubuh Kella tergolong kurus, dan sekarang tampak sedikit berisi. Rambut Kella terkepang ke belakang, dengan kacamata sebagai aksesoris tetapnya. Ia tersenyum, "Perfect juga!" takjubnya pada diri sendiri. Fashionnya memang jelek, dan terlihat seperti anak cupu. T
Kella sedang dihukum, sebanyak dua puluh kali. Kepalanya terasa pening dan letih, ia hampir saja pingsan. Dengan sekuat tenaga ia harus tetap melaksanakan hukuman, bila tidak kakak Osis tadi akan memarahinya. Lelaki itu sejak tadi mulai mengawasinya. Kella memutarinya sudah sebanyak lima belas kali, yang membuatnya terasa letih. Kakinya juga serasa lemas, bahkan nafasnya sudah tersengal hanya untuk masuknya udara ke dalam rongga hidungnya. Ia menoleh pada siswa yang masuk ke kelas, sedangkan dirinya masih dihukum. Kella juga menyadari kesalahannya, yang sudah teledor dan terlambat bangun. Ia ingin mengeluh, tetapi itu tidak akan bisa. Di sini juga tidak ada kenalannya, hanya ada lelaki yang menatapnya selalu. Bukan hanya lelaki itu yang menatapnya, tadi saja banyak mata iri yang menatapnya tajam. Mungkin saja, mereka fans dari pengawasanya. Apalagi tatapan judes dari kakak osis yang perempuan
Mata Kella yang terkulai, mengerjap dengan sedikit. Bulu matanya tergerak dengan pelan, ia membuka mata dengan pandangan menyipit. Batinnya menerka-nerka, sekarang ia sedang berada di mana. Dokter Alana mendekatinya dengan perasaan legah. "Syukurlah. Kamu sudah sadar?" tanyanya. Kella baru tersadar dengan ingatan yang samar, matanya sudah melihat ruangan putih yang dominasi. Tubuh kecilnya berusaha untuk duduk. Alana yang melihatnya susah untuk bangun segera membantu. Kella menoleh pada perempuan berjilbab itu sambil memegang kepalanya yang terasa agak pusing, pening dan berat. "Apakah ini rumah sakit?" tanyanya dengan lemah. Alana menggeleng. "Bukan, kamu di UKS,” jawab Alana sembari tersenyum lembut. Kella beralih ke dinding langit kemudian matanya mengedar ke ruangan UKS seperti mencari seseorang, namun di sana hanya ada Alana saja.