Share

Bab 2 Mencoba Masuk Kedalam Gudang

Aku duduk tercenung di kursi meja makan sembari memikirkan ucapan Mas Rama dan Mang Ujang tadi yang hampir bertolak belakang. Tak berselang lama Ibu turun dari lantai atas lalu duduk di seberangku.

"Wati..." teriak Ibu memanggil Mbak Wati yang ada di halaman belakang.

"Iya Nyonya, ada apa?" tanya Mbak Wati yang baru saja datang.

"Buatin saya teh manis hangat ya,"

"Baik Nyonya."

"Sarah, kamu harus banyak gerak ya, untuk melancarkan persalinan. Kalau Ibu dulu sering ngepel sambil jongkok, kamu juga harus gitu, jangan diam saja ya!" ucap Ibu Mertua.

Semenjak aku dan Mas Rama pindah kesini, Ibu Mertua memang begitu perhatian. Terutama pada calon bayi kami.

"Tehnya Nyonya," ucap Mbak Wati sembari meletakkan secangkir teh di hadapan Ibu.

Ibu mengangguk, lalu Mbak Wati kembali ke halaman belakang melanjutkan pekerjaannya.

"Iya Bu, Sarah juga sering ikut senam hamil kok,"

"Nah, bagus itu. Hari ini Ibu ada urusan, kalau mau makan siang nanti bilang saja sama Mbak Wati mau makan apa ya, biar dibuatkan. Ibu sepertinya nanti pulang malam sama Reza,"

"Iya Bu. Hati-hati ya,"

Akhirnya Ibu dan anak pertamanya pergi, sementara Mas Rama sedang di perkebunan. Di rumah memang ada Mbak Wati asisten rumah tangga di rumah ini, tetapi wanita itu sangat hormat pada majikannya sehingga sangat kaku saat kuajak mengobrol.

Sore hari, langit tampak mendung gelap. Tetiba hujan pun turun dengan lebat disertai petir yang menyambar-nyambar. Suara gemuruh yang menggelegar membuat suasana sore menjelang malam menjadi mencekam. Ditambah angin yang berhembus sangat kencang menambah kesan ngeri.

Aku sedang mencari kunci pintu dapur diantara deretan laci kayu, karena angin bertiup sangat kencang membuat pintu dapur terbuka dan tertutup dengan sendirinya. Sehingga menimbulkan suara yang sangat mengganggu.

Mataku tertuju pada sebuah kunci yang menurutku itu kunci gembok, sedangkan di rumah ini pintu yang menggunakan gembok hanya pintu gudang.

"Apa kuncinya sudah ketemu Non?" tanya Mbak Wati.

"Sudah Mbak, aku kunci dulu ya pintunya. Mbak Wati, bisa minta tolong beresin kamarku?" ucapku mengalihkan perhatian.

"Bisa Non, tapi hati-hati ya lantainya licin, jangan sampai terpeleset."

Aku menganggukkan kepala lalu berjalan ke arah belakang.

Dengan segera aku mengunci pintu dapur, lalu berdiri didepan pintu gudang. Aku sangat penasaran sebenarnya ada apa didalam ruangan ini? Kenapa bisa, didalam sana ada suara tangisan bayi?

Setelah kurasa aman, aku mulai memasukkan kunci kedalam gembok. Dua kali memutar gembok itu akhirnya terbuka. Aku celingukan ke kanan dan kiri, takut saja jika ada pegawai Ibu yang melihatnya, aku masuk kedalam gudang dan menutup pintu kembali.

Banyak lemari besar dan tinggi berjejer, serta ranjang dan kasur bekas memenuhi ruangan ini. Hawa dingin dan debu-debu beterbangan pun dapat kurasakan.

Bugh!... Bugh!... Bugh!...

"Tolong...!"

"Tolong...!"

"Tolong keluarkan aku dari sini!"

Jantungku berdebar sangat kencang, mencari sumber suara itu. Aku sudah memeriksa semua isi lemari tetapi tak kutemukan perempuan yang menjerit tadi.

Aku bisa saja berteriak mencari keberadaan wanita itu tapi yang aku ditakutkan Mbak Wati masuk kemari dan menemukan keberadaanku.

Bugh!... Bugh!... Bugh!...

Suara itu terdengar lagi tapi aku tidak tahu dari mana sumber suara itu. Aku terus melangkah hingga merasakan sedikit getaran dari lantai yang kupijak.

Bugh!... Bugh!...

Suara pukulan itu terdengar lagi, dan kurasa berasal dari lantai yang kupijak ini. Saat tanganku meraba lantai semen itu tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

"Hei, siapa yang berani membuka pintu gudang ini hah?!"

'Itu suara Ibu Mertua, gawat Ibu bisa marah besar kalau tahu aku ada didalam. Bagaimana pun juga aku tak ingin ada masalah dengannya,' gumamku.

Aku segera berjinjit dan masuk kedalam lemari besar untuk bersembunyi.

"Ayo, kalian cari siapa yang berani masuk kedalam gudang ini!" seru Ibu dengan tegas.

Suara bising dan bunyi langkah kaki pun terdengar. Orang-orang suruhan Ibu sedang menggeledah isi lemari. Jantungku berdegup sangat kencang. Sebentar lagi, cepat atau lambat aku pasti ketahuan.

"Bu, sepertinya kita harus memindahkan dia dari sini. Lihatlah dia terus memukul-mukul pintu, bikin orang-orang curiga saja!" ujar Bang Reza membuatku berpikir keras apa maksud dari perkataannya.

"Ya, kamu benar! Malam ini kita bawa dia dari sini," ucap Ibu.

Sebenarnya apa yang mereka sembunyikan? Aku semakin penasaran.

Tiba-tiba pintu lemari terbuka. Nampaklah wajah Mang Ujang didepan mataku. Nafasku tertahan dengan mata melotot menatap wajahnya. Oh tuhan, aku sudah ketahuan.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Badanku rasanya gemetar, sebentar lagi pasti Mang Ujang melapor pada Ibu jika ada aku yang berada di dalam lemari ini.

--

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status