"Gimana Jang? Apa kamu menemukan seseorang yang masuk kesini?!" tanya Ibu.
Rasanya jantungku berdetak sangat kencang. Aku hanya berdiri mematung menatap Mang Ujang dengan mata melotot."Tidak ada, Nyonya!" jawab Mang Ujang sembari menutup pintu lemari."Lalu siapa yang berani membuka pintu gudang ini tanpa perintahku, hah?""Maaf Nyonya, ta-di sa-ya yang buka," ucap Mbak Wati terbata.Akhirnya aku bisa bernafas lega, Mang Ujang dan Mbak Wati sudah menjadi penyelamatku kali ini. Tetapi, mengapa mereka melakukan itu?"Apaa? Kamu ngapain masuk kedalam gudang!? Apa aku menyuruhmu hah!?" bentak Ibu.Ibu berteriak sangat lantang membuat tubuhku gemetar dan keringat bercucuran. Tak kusangka wanita yang selalu berlaku baik dan lemah lembut kepadaku itu memiliki kepribadian yang tegas dan pemarah."Maaf Nyonya, tadi perempuan itu berteriak sangat kencang. Saya terpaksa masuk dan menenangkannya. Tetapi tiba-tiba Non Sarah memanggil, karena saya takut dia datang kemari jadi saya buru-buru menemuinya dan lupa mengunci pintu kembali, maafkan saya Nyonya," jelas Mbak Wati panjang lebar."Benar begitu? Apa kamu tidak berbohong?" tanya Ibu lagi.Kukira Ibu baik dan lemah lembut pada semua orang termasuk para pekerja, ternyata ia hanya baik kepada orang-orang tertentu saja."Benar Nyonya, saya tidak berbohong!" ucap Mbak Wati menyakinkan.Hawa lemari yang begitu sesak serta perutku yang membuncit membuatku sudah tak tahan berlama-lama didalam lemari ini, apalagi betisku sudah terasa pegal saat ini."Baik, saya maafkan! tapi lain kali kamu jangan ceroboh seperti ini! saya tak ingin ada orang luar tahu rahasia ini termasuk menantu saya!""Baik Nyonya."Akhirnya aku bisa bernafas lega. Ibu sudah percaya, itu artinya sudah tak ada lagi orang yang menggeledah ruangan ini. Akhirnya aku sudah aman. Tetapi apa maksud dari perkataan Ibu? Rahasia apa yang disembunyikan Ibu dariku?"Lalu, dimana menantuku sekarang Ti?" tanya Ibu lagi."Di kamar Nyonya, sepertinya Non Sarah sedang mandi," jawab Mbak Wati.Kenapa Mbak Wati rela berbohong demi melindungi ku? Ada apa ini sebenarnya?"Hem, baiklah. Sekarang kita keluar dari sini dan jangan lupa kunci pintunya. Apapun yang terjadi jangan masuk ke gudang ini lagi tanpa seizin ku," titah Ibu.Kali ini aku kembali menegang. Mereka semua akan keluar, lalu bagaimana denganku? Bagaimana caraku keluar dari ruangan ini?Terdengar suara langkah kaki kian menjauh serta suara pintu yang ditutup. Setelah itu, hening tak ada lagi suara yang terdengar.Aku membuka pintu lemari untuk mengintip keadaan sekitar. Benar saja, Ibu dan yang lainnya sudah keluar. Aku hanya bisa berjalan mondar-mandir didepan pintu memikirkan bagaimana caranya aku keluar dari sini?Beruntung nasib baik masih berpihak padaku, diluar terdengar seseorang membuka kunci gembok. Tak lama kemudian pintu pun terbuka secara perlahan. Nampaklah wajah Mbak Wati dengan tatapan datar."Ayo cepat keluar, Non." ucapnya pelan.Aku hanya mengangguk lalu keluar dengan cepat tanpa banyak bertanya. Setelah itu segera aku masuk kedalam kamar, untuk berganti pakaian. Jangan sampai Ibu tahu atau bertanya, kenapa bajuku penuh debu dan sarang laba-laba."Sarah,"Terdengar suara Ibu memanggil dibarengi dengan ketukan pintu."Iya, Bu. Ada apa?" tanyaku sembari membuka pintu."Sudah makan, Rah?" tanya Ibu."Belum Bu. Ibu kapan pulang?""Baru saja, oh iya Ibu bawakan makanan buat kamu. Itu ada di dapur, lagi disiapin sama Mbak Wati. Nanti dihabiskan ya," ucap Ibu tersenyum ramah."Oh iya Bu, terimakasih. Kita makan sama-sama saja gimana Bu?" tanyaku."Tidak Rah, Ibu sudah makan. Lagian banyak yang harus Ibu kerjakan. Kamu makan sendiri saja ya!" jelas Ibu."Emm.... baiklah Bu."Ibu bergegas pergi menuju kamarnya di lantai atas, sementara aku kedapur mencoba mendekati Mbak Wati. Kurasa wanita itu mengetahui apa rahasia yang disembunyikan keluarga ini dariku."Ini makanannya, Non." ucap Mbak Wati, seperti biasa ia sangat hormat dan kaku."Terimakasih, Mbak."Aku menatap ayam bakar dengan sambal merah yang sudah tersaji diatas meja. Sementara Mbak Wati berjalan menjauhiku."Tunggu, disini saja Mbak. Temani saya makan ya!?""Iya Non." Ia pun berbalik dan berdiri disampingku.Aku menyuapkan ayam bakar ini kedalam mulut."Saya ingin bicara sesuatu denganmu, Mbak!" ucapku dengan suara pelan.Mbak Wati tak menjawab hanya menatapku sekilas."Sebenarnya siapa wanita yang berteriak meminta pertolongan dari dalam gudang itu, Mbak?" tanyaku dengan suara pelan, sambil celingukan kearah dalam.Mbak Wati hanya diam. Dari ekspresi wajahnya, ia ingin menjawab tetapi dilanda keraguan. Berarti jelas sekali jika keluarga suamiku ini, menyembunyikan rahasia besar."Jawab saja singkat, Mbak! Tidak perlu dijelaskan secara rinci!" bisikku lagi.Mbak Wati menggeser posisi agar lebih dekat denganku."Kalau Nona ingin tahu, malam ini Nona jangan sampai tertidur! Tetapi semua orang harus mengira jika Nona tertidur lelap. Dan jangan makan sampai habis ayam ini," bisiknya membuatku urung untuk menyuapkan makanan ini.Aku terdiam memikirkan ucapan Mbak Wati, bagaimanapun juga aku harus faham tanpa harus dijelaskan secara rinci.Mbak Wati pasti dalam keadaan terdesak dan tidak bisa banyak bicara. Bisa juga ini menyangkut pekerjaan atau juga nyawanya. Sehingga ia terlihat sangat ketakutan dengan Ibu.Apa yang harus kulakukan? Setelah ini pasti Ibu akan bertanya makanan yang ia bawa habis atau tidak. Harus kubuang kemana makanan ini, agar Ibu tak melihatnya?"Jika Nona ingin, saya bisa bantu membuang makanan ini dengan aman," bisik Mbak Wati.Aku kembali celingukan kearah dalam, takut saja ada orang lain atau Ibu yang sedang memperhatikan. Dan saat keadaan aman, akupun menganggukkan kepala.Segera Mbak Wati mengambil sebuah kantong kresek berwarna hitam, menumpahkan daging ayam dan setengah porsi nasi itu kedalamnya. Lalu ia pergi keluar lewat pintu belakang.Kini dihadapanku hanya ada setengah porsi nasi yang tersisa dan segelas teh hangat. Dan kali ini aku sama sekali tak berani meminum teh hangat itu.--"Wahh, ayamnya habis Rah. Kok nasinya nggak dihabisin?"Aku tersentak mendengar suara Ibu yang datang secara tiba-tiba. Aku harus mengatur ekspresi agar terlihat biasa saja."Iya Bu, abisnya ayamnya enak bumbunya juga meresap. Kalau aku habisin nasinya takutnya nanti ayamnya malah nggak habis jadi nasinya aku sisain setengah deh,"Ibu terkekeh sambil duduk dihadapanku."Iya juga sih Rah. Hamil tua emang bawaannya pengen makan terus tetapi belum tentu juga kitanya kuat makan banyak,"Mungkin aku akan menjadi menantu paling bahagia jika tak menemukan hal-hal aneh di rumah ini. Sekarang aku malah merasa was-was atas semua kebaikan Ibu padaku."Ibu dulu juga gitu loh! Apalagi waktu hamil Rama. Berat badan Ibu sampe naik lima belas kilo lebih,""Pasti gede banget ya Bu. Gak kebayang. Aku aja yang naik sepuluh kilo, sering ngerasa sesak,""Iya Rah. Udah pasti kalau merasa sesak tuh, mau gerak aja susah," jawab Ibu menatapku tersenyum.Entahlah aku merasa kalau tatapan Ibu selalu berubah-ubah
Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat jelas Ibu, Mas Rama dan Bang Reza juga ikut pergi menggunakan mobil fortuner termasuk Mang Ujang.Dengan nafas yang tak beraturan aku kembali duduk di tepi ranjang dan merenungi apa yang aku lihat tadi.Seseorang yang dibawa orang suruhan Ibu itu pasti wanita yang berteriak dari dalam gudang. Dan bayi itu adalah bayi yang kudengar tangisannya waktu itu.Untuk apa Ibu, Mas Rama dan semuanya menyembunyikan hal ini dariku? Siapa wanita itu? Lalu kenapa ia harus dikurung didalam gudang?Rasanya kepalaku mau pecah memikirkan kejadian ini semua. Ingin sekali aku memanggil Mbak Wati kemari untuk menceritakan semuanya padaku saat ini.Tetapi aku tak ingin gegabah, pasti ada sesuatu rahasia besar yang disembunyikan keluarga ini hingga Mbak Wati tak berani sembarangan memberikan informasi, tampaknya ia juga sangat takut terhadap Ibu dan keluarganya.Semalaman aku tidak bisa tidur, memikirkan hal-hal aneh yang kutemui di rumah ini.Pukul tiga dini hari su
Tetapi aku tidak mungkin hanya berdiam diri seperti ini, aku takut terjadi apa-apa pada diriku dan bayiku suatu saat nanti.Pukul sepuluh siang akhirnya Mas Rama keluar dari dalam kamar lalu menghampiriku yang sedang menonton televisi, Ibu pun juga turun dari kamarnya dan berjalan menuju dapur."Kamu sudah makan, sayang?" tanya Mas Rama."Sudah Mas. Tumben Mas kamu baru bangun? Semalam tidur jam berapa?""Iya sayang. Semalam Mas begadang sampai jam satu. Maaf ya, pasti lama ya nungguin Mas pulang," jawabnya membuatku menyeringai tipis.Jam satu ia bilang? Padahal jam empat saja dia masih diluar. Kenapa kamu berbohong, Mas? Ingin rasanya aku berteriak menanyakan hal itu padanya."Udah ya sayang, jangan ngambek ya! Mas janji lain kali gak akan kaya gitu lagi," Ia mengelus kepalaku pelan."Sarah? Sini makan!" teriak Ibu dari dapur."Iya, Bu. Sarah masih kenyang," jawabku dengan berteriak pula."Yang bener kamu belum lapar, sayang?" tanya Mas Rama."Iya Mas, kalau mau makan ya sana! Apa pe
"Sarah, sedang apa disitu?"Aku langsung menoleh kearah pintu dapur, Ibu sudah berdiri menatap kami dengan tatapan manis."Sedang berkeliling saja Bu." jawabku sambil berjalan menghampirinya."Kamu bosen ya?""Iya, Bu. Pengen deh jalan-jalan keluar," jawabku lesu."Ya sudah nanti kamu boleh jalan-jalan tapi biar ditemani sama Wati ya.""Ti, nanti kamu temani Nona Arum jalan-jalan ya tapi jangan jauh-jauh! Disekitar sini saja, jangan sampai melewati sungai!" ucap Ibu pada Mbak Wati."Baik, Nyonya.""Ya sudah Ibu masuk dulu ya, Ibu masih banyak kerjaan didalam,"Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum pada Ibu. Setelah Ibu pergi, rasanya ingin sekali Aku melontarkan banyak pertanyaan pada Mbak Wati, tetapi kurasa wanita itu tak akan berani buka mulut perihal rahasia keluarga ini.Cuaca pagi hari ini begitu cerah, hanya saja tanah disekitar lumayan becek akibat guyuran hujan tadi malam. Untung saja, jalan yang aku lalui sudah diaspal jadi aku tak perlu takut akan terpeleset karena ja
Aku menatap Ibu-ibu tadi dengan penuh tanya. Apa Mbak Wati tahu sesuatu soal ini?"Emm...maaf Bu. Saya tidak tahu. Saya permisi!"Mbak Wati pun berjalan lebih dulu meninggalkanku. Padahal tadi ia tak berani mendahului langkahku, aneh sekali gelagatnya. Setelah mendapat beberapa pertanyaan dari Ibu-ibu tadi, Ia tampak ketakutan seperti sedang berusaha menyembunyikan sesuatu.Setelah jauh dari warung Ia pun menghentikan langkah, dan menungguku yang tertinggal."Mari, Non. Saya pegangin, saya takut Nona terpeleset,"Mbak Wati kembali menuntun jalanku."Mbak, saat nyuci baju tadi pagi, kamu sempet bilang 'dia sudah meninggal'. Memangnya siapa Mbak yang meninggal?" tanyaku."Iya Non. Dia, wanita yang berteriak tadi malam. Dia sudah meninggal," jawabnya begitu pelan tetapi aku masih bisa mendengarnya."Bagaimana bisa, Mbak? Apa ada orang yang membunuhnya?" tanyaku.Aku berbicara sembari menatap ke perkebunan, agar seseorang yang mengawasi kami tak menaruh curiga pada gerak-gerikku ataupun M
Saat sedang bersantai di teras rumah, kulihat Ibu sedang berjalan hendak keluar."Bu, Mbak Wati sedang tidak enak badan setelah kuajak jalan-jalan tadi pagi. Jadi biarkan dia istirahat dulu hari ini di kamarnya ya, Bu."Ibu tersenyum manis saat melihatku, tetapi entah mengapa aku jadi merinding melihat senyuman itu."Sakit apa dia, Rah?" tanya Ibu dengan santai."Tadi, Mbak Wati mual-mual gitu Bu. Kaya orang hamil tetapi Mbak Wati kan masih lajang, tidak punya suami ya. Mungkin cuma masuk angin saja Bu." jawabku tersenyum."Ya sudah, biar Ibu tengok dulu ke kamarnya ya. Kamu istirahat saja di kamar sana! Kamu pasti capek kan habis jalan diluar," Ibu menyentuh pundakku lalu beranjak menuju kamar Mbak Wati."Tunggu dulu, Bu!""Ada apa lagi Rah?" tanyanya sembari menghentikan langkah dan berbalik badan."Barusan diluar ada Ibu tua datang Bu, namanya Bu Yati. Tadi dia mencari anaknya, kata Ibu tadi anaknya kerja disini Bu, namanya Sari."Senyum Ibu perlahan memudar, lalu ia memalingkan waj
Kupandangi isi lemari itu, isinya hanya pakaian milik Mas Rama dan pada laci bagian bawah terdapat beberapa tumpukan kertas serta dokumen-dokumen penting miliknya.Dengan perlahan aku berjongkok mencari sesuatu di antara tumpukan kertas itu, semoga saja aku bisa menemukan bukti yang bisa kugunakan untuk memecahkan teka-teki misteri keluarga ini.Tak ada yang mencurigakan, hanya saja aku menemukan desain bangunan rumah ini. Aku mengamati gambar itu, terdapat ruangan bawah tanah tepatnya berada dibelakang rumah ini dan pintunya ada di dalam gudang. Pantas saja, waktu itu aku mendengar suara teriakan wanita dan sebuah pukulan. Dan setelah kucari tak kunjung menemukannya, bisa jadi asal suara itu dari dalam ruangan bawah ini.Sebenarnya untuk apa ruangan bawah tanah ini, ya?Aku menata dan memasukkan kembali berkas-berkas itu dengan rapi, kedalam laci lemari. Pandanganku beredar disekeliling kamar ini, banyak sekali lemari besar serta laci-laci milikku dan Mas Rama. "Non Sarah."Panggil
Sejak pukul tiga pagi aku sudah bangun. Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki yang berjalan kearah kamarku. Handle pintu pun terlihat diputar, saat itu juga aku langsung pura-pura tertidur. Entah siapa itu yang hendak masuk kedalam kamarku. Aku tidak tahu siapa yang membuka pintu kamarku itu, tak lama kemudian terdengar suara pintu ditutup kembali.Aku mengerjapkan mata, jangan-jangan itu Ibu yang memastikan aku masih tidur atau tidak, suara langkah kaki itu terdengar menuju ke arah dapur dan sepertinya suara itu masuk ke dalam gudang.Dapur dan gudang memang berdekatan, jadi untuk ketempat itu maka harus melewati kamarku terlebih dahulu. Dilantai bawah ini hanya ada dua kamar, yaitu kamarku dan kamar tamu. Sebenarnya aku ingin menempati kamar diatas yang luas, akan tetapi Ibu melarangku karena kandunganku yang sudah membesar. Katanya Ibu takut aku terjatuh saat menuruni tangga.Perlahan aku membuka pintu kamar dan diam-diam berjalan melangkahkan kaki kearah belakang. A