Share

Bab 5 Berpikir Keras

Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat jelas Ibu, Mas Rama dan Bang Reza juga ikut pergi menggunakan mobil fortuner termasuk Mang Ujang.

Dengan nafas yang tak beraturan aku kembali duduk di tepi ranjang dan merenungi apa yang aku lihat tadi.

Seseorang yang dibawa orang suruhan Ibu itu pasti wanita yang berteriak dari dalam gudang. Dan bayi itu adalah bayi yang kudengar tangisannya waktu itu.

Untuk apa Ibu, Mas Rama dan semuanya menyembunyikan hal ini dariku? Siapa wanita itu? Lalu kenapa ia harus dikurung didalam gudang?

Rasanya kepalaku mau pecah memikirkan kejadian ini semua. Ingin sekali aku memanggil Mbak Wati kemari untuk menceritakan semuanya padaku saat ini.

Tetapi aku tak ingin gegabah, pasti ada sesuatu rahasia besar yang disembunyikan keluarga ini hingga Mbak Wati tak berani sembarangan memberikan informasi, tampaknya ia juga sangat takut terhadap Ibu dan keluarganya.

Semalaman aku tidak bisa tidur, memikirkan hal-hal aneh yang kutemui di rumah ini.

Pukul tiga dini hari suara mobil terdengar kembali. Akupun mengintip dari balik jendela, kali ini yang keluar dari mobil hanya Ibu dan Mas Rama.

Mereka pasti sudah mengantarkan wanita tadi kesuatu tempat. Keluarga ini banyak menyimpan rahasia besar dan dapat kupastikan rahasia itu sebuah hal-hal buruk. Jika hal-hal baik, untuk apa mereka sembunyikan seperti ini?

Dengan cepat aku kembali melangkah kekasur dan pura-pura tertidur kembali. Takut saja jika tiba-tiba Mas Rama masuk, tetapi hingga pukul empat Mas Rama tak kunjung menampakkan diri.

Aku dan Mas Rama sudah menikah selama tiga tahun. Dari awal menikah tak ada yang aneh dari suamiku itu, kami juga tinggal disebuah rumah dikota dan ia bekerja disebuah Pabrik kain.

Karena permintaan Ibu mertua yang ingin mengurus cucu pertamanya akhirnya kami pulang ke desa disaat usia kandunganku memasuki sembilan bulan. Sementara Mas Rama berhenti bekerja dan katanya ia ingin membantu bisnis keluarga.

Dahulu aku tak menemukan adanya hal aneh saat beberapa kali berkunjung ke rumah ibu. Tetapi sekarang keanehan demi keanehan muncul didepan mataku, membuatku merasa takut.

Sebenarnya apa yang suamiku lakukan diluar sana?

Apakah mungkin suamiku dan keluarganya itu orang jahat?

Tiba-tiba pintu kamar dibuka, aku pura-pura menggeliat dan dengan susah payah aku berganti posisi tidur. Dengan gerakan pelan Mas Rama naik keatas ranjang dan merebahkan tubuhnya disampingku.

Entah mengapa kini rasa kantuk mulai menyerang dan aku pun ikut terlelap.

Aku terkesiap lalu bangun, dengan segera aku ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat shubuh.

"Mas, bangun! Sudah siang!"

"Mas,"

"Huahh... emm, aku masih ngantuk Rah," ucapnya sembari memejamkan matanya kembali.

Akupun keluar kamar dan ternyata rumah ini masih terlihat sepi, lalu aku berjalan menuju dapur. Terlihat Mbak Wati sedang sibuk membuatkan kami makanan.

"Mau dibuatkan susu, Non?" tanya Mbak Wati.

Aku tak menjawab dan menatapnya beberapa saat, ia berperilaku seolah tidak ada apa-apa. Padahal sekarang aku begitu dilanda penasaran.

"Mbak, apa kamu bisa jelaskan atas kejadian yang aku lihat semalam?" tanyaku pelan.

"Maaf, Non. Saya tidak bisa!" ujarnya pelan sembari celingukan.

"Memangnya kenapa?" tanyaku lagi.

"Saya harap setelah ini Nona patuh pada perintah Nyonya dan Mas Rama jika masih ingin disayangi dikeluarga ini. Kalau tidak, Nona akan bernasib sama dengan wanita yang Nona lihat tadi malam," ucap Mbak Wati serius.

Jelas saja mataku terbelalak menatapnya, aku tak sanggup lagi berkata-kata.

"Maksudmu apa Mbak?"

"Maaf Nona. Saya tidak bisa jelaskan disini!" ucap Mbak Wati melanjutkan pekerjaannya.

Merasa terkejut dengan ucapan Mbak Wati. Aku merasa harus mulai waspada dan berhati-hati, sepertinya Mas Rama dan keluarganya bukan orang-orang baik.

Aku tidak ingin bernasib sama seperti wanita itu, tetapi aku juga harus mencari tahu sendiri apa yang mereka sembunyikan.

"Ini susunya, Non. Apa mau sarapan sekarang?" tanya Mbak Wati.

Aku menganggukkan kepala tanda mengiyakan.

Setelah sarapan akupun keluar rumah. Aku pun berjalan menuju gerbang utama yang menjulang tinggi itu.

"Mau kemana, Non?" tanya salah satu pekerja Ibu.

"Maaf, Mang. Apa bisa bukakan pintu gerbangnya? Saya mau keluar!"

"Maaf Nona tapi kata Nyonya, Nona tidak boleh keluar rumah sendirian harus ada yang menemani," ucapnya.

Aneh, kenapa Ibu menyuruh mereka seperti itu. Aku bukan lagi anak kecil yang harus selalu diawasi. Aku juga bukan tahanan mereka yang selalu dikurung seperti ini.

"Saya tidak jauh-jauh kok Mang, cuma disekitar sini saja. Tolong bukain ya," pintaku memohon.

"Maaf Non. Tetap tidak bisa, minta temani Tuan Rama saja ya Non!"

Aku menatap mereka dengan kesal, padahal aku hanya ingin jalan-jalan keluar disekitar sini saja dan bertemu para tetangga. Siapa tahu aku bisa mendapatkan informasi penting dari mereka tentang keluarga ini.

Akhirnya aku duduk dikursi teras, berpikir apa aku harus menceritakan kejadian-kejadian aneh di rumah ini pada Mama atau tidak.

Jika kuceritakan, aku takut Mama akan khawatir dan melakukan sesuatu yang membuat Ibu dan Mas Rama marah.

Huh... Apa yang harus kulakukan sekarang?

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status