Share

Bab 6 Meninggal

Tetapi aku tidak mungkin hanya berdiam diri seperti ini, aku takut terjadi apa-apa pada diriku dan bayiku suatu saat nanti.

Pukul sepuluh siang akhirnya Mas Rama keluar dari dalam kamar lalu menghampiriku yang sedang menonton televisi, Ibu pun juga turun dari kamarnya dan berjalan menuju dapur.

"Kamu sudah makan, sayang?" tanya Mas Rama.

"Sudah Mas. Tumben Mas kamu baru bangun? Semalam tidur jam berapa?"

"Iya sayang. Semalam Mas begadang sampai jam satu. Maaf ya, pasti lama ya nungguin Mas pulang," jawabnya membuatku menyeringai tipis.

Jam satu ia bilang? Padahal jam empat saja dia masih diluar. Kenapa kamu berbohong, Mas? Ingin rasanya aku berteriak menanyakan hal itu padanya.

"Udah ya sayang, jangan ngambek ya! Mas janji lain kali gak akan kaya gitu lagi," Ia mengelus kepalaku pelan.

"Sarah? Sini makan!" teriak Ibu dari dapur.

"Iya, Bu. Sarah masih kenyang," jawabku dengan berteriak pula.

"Yang bener kamu belum lapar, sayang?" tanya Mas Rama.

"Iya Mas, kalau mau makan ya sana! Apa perlu aku temani Mas?"

"Tidak usah sayang. Kamu lanjut nonton saja!"

Mas Rama pun berjalan menuju dapur, menyebalkan sekali dibohongi seperti ini. Ingin sekali aku pulang saja ke rumah Mama.

Merasa suntuk aku keluar rumah. Berjalan menuju taman disamping rumah, aku pun mengambil selang yang sudah mengeluarkan air itu lalu mulai menyirami bunga-bunga milik Ibu yang tersusun rapi di taman.

Setelah selesai aku memilih beristirahat sekejap di bangku taman sembari berfikir bagaimana caranya aku bisa mengetahui rahasia yang disembunyikan suamiku dan keluarganya ini.

Disebuah kursi kayu terlihat Mang Ujang yang sedang duduk memainkan ponsel, sesekali ia menyesap secangkir kopi yang ada disampingnya. Aku pun berjalan menghampirinya.

"Mang?"

Pria itu menatapku lalu mematikan ponselnya.

"Iya Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya Mang Ujang, ia pun berperilaku seolah tak ada apa-apa. Padahal kemarin ia sudah nekat menyelamatkanku.

"Mang, bisa jelaskan apa yang terjadi?"

"Soal apa Nona?" tanyanya lagi.

"Soal Mang Ujang yang sudah menemukanku didalam lemari, kenapa kamu harus berbohong? Kenapa kamu tidak bilang kalau ada aku didalam lemari itu?"

Mang Ujang membuang pandangan lalu terdiam, membuatku semakin dilanda penasaran. Semoga saja ia mau bercerita sehingga aku tak merasa takut lagi.

"Karena kalau saya jujur, saya yakin nasib Nona akan lebih buruk dari yang sekarang," jawabnya sambil memalingkan muka.

Tak bisakah ia menatapku ketika bicara? Kenapa Mbak Wati dan Mang Ujang seolah ketakutan dan terkesan menutupi apa yang terjadi?

"Kenapa bisa begitu? Memangnya didalam gudang itu ada apa? Sehingga saya tidak diperbolehkan masuk kesana, apa ada sesuatu didalam sana?" tanyaku berbisik dengan tatapan menyelidik.

Mang Ujang menghirup nafas dalam dan membuangnya, terdiam sejenak lalu menganggukkan kepala.

"Ya, disana ada sesuatu. Dan saya harap setelah ini Nona jangan banyak bertanya apapun lagi. Suatu saat nanti Nona pasti juga akan tahu sendiri. Semoga saja Nona tetap bernasib baik," jawabnya berdiri hendak pergi.

"Tunggu! Berapa yang harus kukeluarkan agar kamu mau buka suara hah?"

Aku sudah tidak tahan bermain teka-teki, aku tak ingin menunggu nasib buruk menghampiriku terlebih dahulu sebelum aku mengetahui semua rahasia keluarga ini.

"Maaf, Non. Saya tidak butuh uang Nona! Yang saya butuhkan adalah pekerjaan ini." ucapnya lalu pergi.

Aku hanya terdiam menatap kepergian Mang Ujang, dengan isi kepala yang penuh tanya ada apa, kenapa dan mengapa?

Lalu aku berjalan ke halaman belakang. Gundukan tanah itu masih terlihat dan aku tak berani mendekat kesana karena takut saja jika Ibu atau Mas Rama melihatku ada disekitar sana.

Kebetulan halaman belakang ini terhubung dengan ruang cuci, di ujung sana terlihat Mbak Wati yang sedang mengucek baju padahal ada mesin cuci di rumah ini. Aku pun berjalan mendekatinya.

Mataku terbelalak ketika melihat cucian yang sedang dikucek oleh Mbak Wati. Sebuah baju milik Mas Rama berlumuran darah, tak hanya itu bau amis juga tercium saat aku mendekatinya.

Aku juga melihat sebuah kain hitam disudut tembok dekat mesin cuci, aku yakin kain itu yang digunakan semalam untuk menutupi tubuh wanita itu.

"Ehhh...Nona! Ada apa? Apa ada yang bisa saya bantu?" ucap Mbak Wati terkejut ketika melihat kedatanganku.

Aku menunjuk baju Mas Rama yang masih berlumuran darah itu, lalu Mbak Wati memandang kearah telunjukku.

"Ya, Nona. Dia sudah meninggal," ucapnya pelan sambil berusaha berdiri.

Siapa yang sudah meninggal? Apakah dia wanita yang berteriak semalam itu?

Oh Tuhan apakah keluarga ini psikopat? Seperti di film-film yang sengaja membunuh mangsanya secara tragis.

--

Komen (1)
goodnovel comment avatar
GHema Kurnia Tobig
seeuh ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status